"Kampung kecil, jauh di pedalaman tapi sudah ada yang menderita HIV. Saya sudah kontak kepala Puskesmas Ayam dan sampaikan situasi ini," tutur Pastor Paroki Santo Martinus de Porez Ayam, Pastor Fransiskus Vesto Labi Maing, Pr.
Papua, surga yang jatuh ke bumi. Keindahan Papua tidak hanya membawa berkat, tetapi juga petaka. Kini, di atas tanah berlimpah susu dan madu ini, orang Papua hidup berdampingan dengan HIV-AIDS.
Kedatangan virus ini ke tanah Papua bermula di Merauke. Tahun 1992, empat orang ditemukan positif HIV di Merauke. Sejak saat itu, dalam kurun waktu 28 tahun (1992-2020), tercatat 44.025 orang terinfeksi HIV-AIDS (data SIHA Dinkes Provinsi Papua, 31 Maret 2020).
HIV-AIDS di Papua bagaikan jamur di musim hujan. Ia tumbuh subur dan menyebar dengan cepat. Ia merambat sampai di daerah pegunungan Papua. Ia pun mengalir sampai ke Selatan Papua. Bahkan ada kampung-kampung terpencil di Asmat, ada warga yang telah terinfeksi HIV-AIDS.
"Saya gelisah sekali. Umat di paroki saya, di kampung yang letaknya jauh di pedalaman, tetapi ada yang sudah positif HIV. Lebih menyedihkan, dia belum dapat pengobatan, termasuk ARV," tutur Pastor Vesto, Pastor Paroki Santo Martinus de Pores Ayam.
Kegelisahan Pastor Vesto merupakan serpihan kisah HIV-AIDS di tanah Papua. Selama 28 tahun, HIV-AIDS tak kunjung reda. Satu per satu orang Papua terinfeksi. Semakin hari jumlahnya semakin bertambah.
Padahal, pemerintah di 29 kabupaten/kota di Provinsi Papua memiliki dana (anggaran) untuk upaya pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS. Meskipun demikian, realitas menunjukkan angka HIV-AIDS terus meningkat.
Apa permasalahan penanganan HIV-AIDS di Provinsi Papua? Siapa harus mengurai benang kusut advokasi HIV-AIDS di Provinsi Papua? Bagaimana menggerakkan semua elemen orang Papua untuk mendeklarasikan HIV-AIDS sebagai kekuatan yang mematikan orang Papua sehingga harus diatasi secara serius dan bersama-sama?
Di tingkat Provinsi Papua dan Kabupaten/Kota terdapat lembaga Komisi Penanggulangan AIDS (KPA). Ia menjadi tempat berkumpul, berdiskusi sekaligus mengayomi elemen masyarakat yang peduli pada isu-isu HIV-AIDS. KPA seyogianya menjadi "rumah bersama" setiap elemen yang peduli pada HIV-AIDS. KPA seharusnya memiliki anggaran, kantor dan staf yang bekerja secara penuh di bidang HIV-AIDS.
Selain KPA, Dinas Kesehatan di tingkat provinsi Papua dan Kabupaten/Kota memiliki bidang dan seksi yang menangani HIV-AIDS. Dinas Kesehatan, secara khusus bidang yang mengurusi HIV-AIDS memiliki kemampuan untuk mengorganisir upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Ada anggaran. Ada tenaga/staf yang bekerja untuk isu HIV-AIDS.