Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Generasi Asmat dalam Pusaran Badai HIV-AIDS

5 Februari 2020   14:49 Diperbarui: 6 Februari 2020   10:59 998
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Saya ke warung di Jalan Muyu Kecil. Di sana, saya ketemu mba. Dia suruh pakai kondom, tetapi karena sudah mabuk, saya tidak mau. Pada saat mau pulang saya tidak ada uang, sehingga saya buka baju dan taruh di warung sebagai jaminan bahwa saya akan datang bayar," tutur salah satu pemuda yang pernah pergi ke warung 'plus' di kota Agats itu.

Kota Agats menjadi pusat pemerintahan kabupaten Asmat. Di dalam Agats, terdapat lima kampung yaitu kampung Bis Agats, Mbait, Syuru, Asuwets dan Kaye. Kelima kampung ini letaknya bersebelahan.

Orang bisa berjalan kaki dari kampung Mbait sampai di Syuru. Namun, saat ini lebih banyak warga di kota Agats menggunakan motor listrik, baik mereka yang memiliki motor pribadi maupun jasa ojek.

Meskipun kota Agats tidak memiliki fasilitas modern seperti kota-kota besar, tetapi lazimnya di kota-kota besar, Agats pun memiliki tempat-tempat hiburan. Di Agats, kita dengan sangat mudah menjumpai kaf dan warung prostitusi berkedok warung makan. Ada kaf di area pelabuahan Agats dan kampung Mbait. Sedangkan warung prostitusi berkedok warung makan terletak di Jalan Muyu Kecil, bersebelahan dengan pasar Mama-Mama Papua, di Jalan Yos Sudarso, Agats.

Keberadaan warung prostitusi dan kaf yang menyediakan wanita pekerja seks di Agats bertentangan dengan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 15 Tahun 2011 tentang "Larangan Prostitusi" di Asmat.

Meskipun sudah ada Perda larangan prostitusi, tetapi kenyataan memperlihatkan bahwa wanita pekerja seksual tetap beroperasi di Jalan Muyu Kecil dan Ayam Kecil, Agats. Tarifnya relatif murah lantaran usia mereka rata-rata di atas 40-an tahun. Sedangkan perempuan-perempuan muda di caf-caf di Agats bisa dipakai dengan bayaran yang lebih mahal.

Setiap pasang mata dan telinga di Agats melihat kaf dan warung prostitusi serta mendengar narasi praktek prostitusi di Agats, tetapi tidak banyak orang yang mau peduli dengan kondisi tersebut. 

Antrean di warung makan plus di Jalan Muyu Kecil dianggap biasa. Perempuan-perempuan di caf yang sekedar jalan-jalan di Agats dengan pakaian yang mencolok mata tidak digubris.

Sikap kurang peduli terhadap keberadaan warung prostitusi dan kaf-kaf yang menjadi pusat transaksi seksual di Agats itu berdampak nyata pada meningkatnya HIV-AIDS di Asmat.

Data dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Agats menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2019 ditemukan 57 kasus HIV baru. Dari jumlah tersebut, 41 orang tinggal di distrik Agats dan 16 lainnya di luar distrik Agats. Data ini secara jelas menunjukkan bahwa HIV-AIDS di Asmat berada dalam kondisi sangat memprihatinkan.

Apabila kita menggunakan "fenomena kayu hanyut" tampak bahwa kita baru menemukan sedikit penderita HIV-AIDS ketimbang yang belum ditemukan. Dalam situasi seperti ini, setiap orang di Asmat sangat berpotensi tertular HIV-AIDS, apabila tidak menjaga diri dengan baik. 

Apabila perilaku seks bebas tidak dikendalikan, maka masa depan orang Asmat berada dalam ancaman serius. Sebab, virus mematikan ini bisa menyerang siapa saja yang berperilaku seks tidak aman. Artinya, kalau orang melakukan seks bebas (berganti-ganti pasangan) tanpa menggunakan kondom, maka sangat berisiko tertular virus mematikan ini.

"Fenomena kayu hanyut" HIV-AIDS di Asmat tidak berdiri sebagai faktor tunggal. Penyebaran HIV-AIDS sangat erat kaitannya dengan perilaku mengonsumsi minuman keras (Miras).

Sebagaimana kisah seorang pemuda pada awal tulisan ini, ia mengonsumsi Miras. Setelah mabuk, ia pergi ke warung prostitusi. Ia pergi dalam kondisi setengah sadar. Ia tidak mau menggunakan kondom saat melakukan hubungan seks. Narasi semacam inilah yang membuat HIV-AIDS di Asmat meningkat drastis.

Di Asmat sudah ada Perda Nomor 14 Tahun 2011 tentang "Larangan Peredaran Miras dan Penggunaan Minuman Beralkohol," tetapi tidak diindahkan. Miras masih merajalela di Asmat. Seorang aktivis di Sawa Erma berkata, "waktu Natal, anak-anak muda di Sawa ada yang konsumsi minuman keras sampai mabuk," tuturnya. Ia menambahkan bahwa anak-anak muda di kampung mulai mengonsumsi Miras, padahal sebelumnya mereka tidak pernah mengonsumsi Miras.

Prostitusi dan Miras di Asmat bagaikan sisi mata uang yang tidak terpisahkan satu sama lain. Keduanya telah melahirkan HIV-AIDS yang mematikan di Asmat. Siapa bertanggung jawab atas situasi sosial semacam ini? Siapa (mau) peduli terhadap maraknya prostitusi dan Miras di Asmat? Apabila para pihak diam, kita akan mengalami badai kematian mengerikan di Asmat. Orang Asmat akan mati lebih cepat karena Miras dan HIV-AIDS.

***

Tua Adat Benteng Pelindung Orang Asmat 

Menyikapi kondisi HIV-AIDS di Asmat, aktivis senior HIV-AIDS, dokter Gunawan Ingkosusumo mengatakan bahwa seluruh upaya penanggulangan HIV-AIDS di Asmat harus melibatkan orang adat Asmat. 

Dalam percakapan dengan penulis melalui WA, ia  menulis, "Yang penting kesadaran suku Asmat sendiri. Bagaimana mereka melihat dunia sekitarnya? Pemahaman dan tujuan hidup. Persepsi secara adat." Ia menyarankan agar dilakukan FGD dengan pertanyaan terkait persepsi tentang penyakit HIV dan tujuan hidupnya.

Kini, orang Asmat seperti berjalan dalam badai dan gelombang. Berbagai tantangan sedang datang menghadang. Pusaran arus laut Arafura atau muara Bokap sedang menghantam perahu orang Asmat tidak berkesudahan.

Di dalam kondisi seperti ini, tua-tua adat Asmat (wayir) perlu kembali ke Jew demi mengendalikan perahu Asmat yang mulai terombang-ambing oleh pusaran badai yang tidak berujung ini.

Apa pun alasannya, sesungguhnya, tua-tua adat adalah yang pertama dan utama. Pada pundak tua-tua adat Asmat terletak hidup dan masa depan orang Asmat.

Merekalah pemelihara generasi Asmat sesungguhnya. Karena itu, setiap kebijakan pembangunan, termasuk upaya pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS di Asmat harus melibatkan tua-tua adat Asmat.

Tantangan kita bersama adalah sejauh mana tua-tua adat benar-benar terlibat dan dilibatkan dalam seluruh proses kehidupan dan pembangunan di Asmat? Meskipun kita menyadari bahwa di pundak tua-tua adat terletak masa depan orang Asmat, tetapi kebijakan pembangunan Asmat, termasuk dalam usaha pencegahan HIV-AIDS belum sepenuhnya melibatkan tua-tua adat untuk berbicara dari hati ke hati tentang masa depan Asmat.

Pada diskusi-diskusi atau pertemuan-pertemuan formal di Agats, baik dengan pemerintah maupun Gereja, hadir beberapa tokoh adat. Para tokoh adat mewakili ratusan tua-tua adat di Asmat.

Para tokoh adat menyampaikan pendapat dan refleksi mereka tentang Asmat. Tetapi, setelah pertemuan-pertemuan tersebut, tidak ada tindak lanjut untuk suatu perjumpaan rutin antara pemangku kepentingan dengan tua-tua adat. Ada kesan bahwa tua-tua adat hanya dibutuhkan pada saat ada masalah atau ada kepentingan dari para pihak. Selebihnya, tua-tua adat dilupakan.

Permasalahan sosial Asmat saat ini, terutama Miras dan prostitusi liar yang berujung pada maraknya HIV-AIDS di Asmat seyogianya mendorong para pihak, terutama pemerintah daerah kabupaten Asmat untuk mengajak tua-tua adat supaya membicarakan masa depan Asmat secara menyeluruh.

Bagaimana tua-tua adat melihat kondisi Miras, prostitusi dan HIV-AIDS di Asmat ini? Bagaimana pendapat tua-tua adat tentang situasi ini? Apa pikiran dan refleksi tua-tua adat untuk mengatasi situasi sosial ini?

Tua-tua adat perlu mendapatkan ruang, waktu dan kesempatan lebih luas untuk berkontribusi secara nyata di dalam pembangunan Asmat secara menyeluruh. Permasalahan Miras, prostitusi dan HIV-AIDS menjadi satu bagian yang perlu mendapatkan perhatian dari tua-tua adat.

Apabila tua-tua adat tidak mendapatkan ruang untuk terlibat dalam pembangunan Asmat, termasuk dalam upaya pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS di Asmat, maka bagaimana dengan masa depan keluarga, marga/fam dan suku-suku di Asmat?

Karena itu, demi menyelamatkan orang Asmat, pemerintah daerah kabupaten Asmat harus melibatkan tua-tua adat dalam seluruh proses pembangunan di Asmat, termasuk dalam usaha pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS di Asmat yang sangat mendesak ini.

***

Peran Gereja-Gereja Asmat

Suasana rapat bersama Yayasan Alfons Suwada keuskupan Agats dan RSUD Agats membahas kerjama penanganan pasien HIV-AIDS di Asmat, Rabu, (22/01/2020). Dokpri.
Suasana rapat bersama Yayasan Alfons Suwada keuskupan Agats dan RSUD Agats membahas kerjama penanganan pasien HIV-AIDS di Asmat, Rabu, (22/01/2020). Dokpri.

Sejak tahun 1953, misionaris Katolik, Pastor Edward Zegward MSC mulai menetap di Asmat. Ia membaptis orang Asmat menjadi anak-anak Allah dalam Gereja Katolik. Di sebelah Selatan, tepatnya di Pantai Kasuari, daerah orang Sawi, Pendeta Don Richardson tiba di sana.

Ia memperkenalkan Yesus kepada orang-orang suku Sawi. Kehadiran Gereja, baik Katolik maupun Protestan, telah membawa orang Asmat berjumpa dengan peradaban baru. Selain mewartakan Injil Yesus Kristus, para misionaris membuka sekolah-sekolah formal, pelayanan kesehatan dan ekonomi bagi orang Asmat.

Setelah 67 tahun (1953-2020), Asmat tidak hanya dilayani oleh Gereja Katolik dan GIDI. Kini, di Asmat telah hadir Gereja Kristen Injili (GKI) tanah Papua, Gereja Protestan Indonesia (GPI), Gereja Persekutuan Kristen Alkitab Indonesia (GPKAI), Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI), Gereja Bethel, Gereja Bethel Gereja Pantekosta (GBGP) dan Gereja Adven Masehi Hari Ketujuh.

Para Pastor dan Pendeta telah membaptis orang Asmat menjadi anak-anak Allah. Melalui pembaptisan, orang Asmat menjadi warga Gereja. Sejak pembaptisan itu pula, hidup dan masa depan orang Asmat, selain berada dalam tanggungjawab tua-tua adat, tetapi juga menjadi tanggung jawab Pastor dan Pendeta yang telah membaptis mereka. Karena itu, Pastor dan Pendeta bertanggung jawab atas hidup dan masa depan orang Asmat sejak pembaptisan sampai akhir hayat.

Salah satu tanggung jawab Gereja, melalui para pelayannya, Pastor dan Pendeta adalah memastikan bahwa jemaatnya tidak mengonsumsi Miras dan tidak berperilaku seks bebas, yang akan berdampak pada terinfeksi HIV-AIDS.

Kondisi persebaran HIV-AIDS di Asmat yang meningkat dari tahun ke tahun, seharusnya menggerakkan hati para pelayan Tuhan di Asmat untuk terlibat dalam usaha pencegahan dan penanggulangan penyakit mematikan ini.

Gereja Katolik keuskupan Agats, di pengujung tahun 2017, mulai aktif kembali mengadvokasi isu HIV-AIDS di Asmat. Pada saat lokakarya HIV-AIDS di Asmat, 14 November 2017, yang diselenggarakan oleh LANDASAN KOMPAK Papua, Pastor Hendrik Hada, Pr hadir dan membawakan materi tentang pelayanan terhadap para penderita HIV.

Di Sawa Erma, Pastor Vince Cole, MM dan timnya telah memulai pendekatan pribadi kepada keluarga-keluarga yang anggota keluarganya terindikasi HIV untuk dilakukan tes HIV. Pada tahun 2018, keuskupan Agats, melalui PSE dan SKP keuskupan Agats memulai kampanye HIV-AIDS. Kegiatan tersebut meliputi pertemuan siswa/i SMP-SMA dan pembina OSIS/Pramuka dan sosialisasi ke SMP dan SMA di kota Agats.

Pada tahun 2019, Uskup keuskupan Agats, Mgr. Aloysius Murwito OFM telah menunjuk Pastor Hendrik Hada, Pr selaku ketua Yayasan Alfons Suwada untuk menangani HIV-AIDS di tingkat keuskupan Agats.

Sejak saat itu, Yayasan Alfons Suwada, PSE dan SKP keuskupan Agats terus bergiat melakukan sosialisasi HIV dan melakukan koordinasi dengan pihak RSUD Agats untuk penanganan pasien HIV-AIDS dari luar Agats.

Melalui kerjasama dengan KOMPAK Papua, pada tanggal 7 Agustus 2019, keuskupan Agats, melalui Yayasan Alfons Suwada menggelar Lokakarya Lintas Sektor untuk pencegahan HIV di Asmat. Para peserta dari denominasi Gereja, tokoh adat, agama, Pastor dan pendeta serta petugas pastoral keuskupan Agats hadir dan berbicara tentang HIV-AIDS di Asmat. Pada tanggal 8-10 Agustus 2019, acara dilanjutkan dengan pelatihan penjangkauan HIV bagi petugas pastoral keuskupan Agats.

Tahun 2020, Yayasan Alfons Suwada telah menyusun program kegiatan HIV-AIDS tingkat keuskupan Agats. Program prioritas adalah pendataan hostpot, sosialisasi, screening, pendampingan minum obat dan lain-lain. Untuk merealisasikan program tersebut, saat ini Yayasan Alfons Suwada dan RSUD Agats sedang menyiapkan perjanjian kerjasama penanganan pasien HIV-AIDS di Asmat.

Keuskupan Agats, sebagai yang pertama memulai misi Tuhan Yesus Kristus di Asmat, perlu melibatkan denominasi Gereja lain dalam upaya pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS di Asmat.

Perlu ada ruang perjumpaan pimpinan denominasi Gereja untuk membahas upaya-upaya konkret pencegahan HIV-AIDS yang dapat dilakukan di masing-masing jemaat. Ruang-ruang perjumpaan ini sangat penting untuk saling berbagi pengalaman, sekaligus merencanakan berbagai kegiatan yang dapat dilakukan bersama sebagai satu komunitas orang beriman yang percaya kepada Yesus Kristus, kepala Gereja.

***

Peran Mama

Diskusi HIV-AIDS bersama orang Asmat kampung Manep dan Simini di Cemnes, Senin, (02/02/2020). Dokpri.
Diskusi HIV-AIDS bersama orang Asmat kampung Manep dan Simini di Cemnes, Senin, (02/02/2020). Dokpri.

Siapa paling dekat dengan kehidupan anak-anak dalam keluarga? Kita pasti menjawab bahwa Mama adalah pribadi yang paling dekat dengan kehidupan anak-anak. Kita semua mengawali kehidupan di dalam rahim Mama.

Seluruh hidup manusia, sejak dalam rahim sampai dewasa, bahkan sampai maut menjemput selalu menyatu dengan Mama. Dokter Gunawan berkata, "Lihatlah di perutmu. Di situ ada pusar. Itu menandakan bahwa kau pernah menyatu dengan Mamamu."

Apakah Mama melahirkan anak-anak untuk menyaksikan mereka mati karena terinfeksi HIV-AIDS? Apakah Mama melahirkan anak-anak untuk menyaksikan mereka mengonsumsi Miras? Apakah Mama melahirkan anak-anak untuk menyaksikan mereka melakukan seks bebas? Kita sepakat: tidak!

Mama tidak melahirkan anak-anak dan menghendaki mereka mabuk, narkoba, seks bebas dan mati sia-sia karena HIV-AIDS. Mama selalu bertekuk lutut dan berdoa supaya anak-anak yang dilahirkannya menjadi pribadi yang berintegritas. Mama menghendaki anak-anaknya "menjadi orang besar" yang membanggakan Mama dan segenap keluarga.

Dalam konteks pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS, perlu melibatkan Mama-Mama. Sebab, di Asmat, Mama memiliki peran penting. Mama pergi ke dusun, menjaring ikan, mencari kayu bakar dan lain-lain.

Mama juga memasak dan mencuci pakaian. Pada malam hari, Mama akan memasak makanan untuk keluarga. Pada kesempatan itulah, di saat membagi-bagi makanan, Mama bisa memberikan nasihat kepada anak-anak di dalam keluarganya. Mama-Mama juga bisa mengingatkan Bapa-Bapa supaya tidak pergi ke warung di Jalan Muyu Kecil di Agats.

Di Asmat, ada Mama-Mama yang terlibat di Gereja: Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI), Persekuan Wanita (PW). Di pemerintahan kampung, ada Mama-Mama yang terlibat di PKK. Ada pula Mama-Mama yang menjadi kader Posyandu. Mama-Mama ini memiliki kemampuan untuk berbicara kepada kelompoknya masing-masing tentang bahaya HIV-AIDS.

Karena itu, Mama-Mama yang aktif di Gereja, di PKK dan komunitas-komunitas lainnya perlu digerakkan supaya berbicara tentang HIV-AIDS di komunitasnya masing-masing bahkan bisa ke komunitas masyarakat yang lebih luas, misalnya di lingkungan RT.

Dalam upaya pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS, peran Mama-Mama tidak bisa diabaikan. Sebab, Mama-Mama memiliki hubungan batin yang erat dengan anak-anak dan Bapa-Bapa. Karena itu, pemerintah, Adat dan Gereja perlu membuka ruang bagi Mama-Mama untuk terlibat penuh dalam seluruh proses pencegahan HIV-AIDS di Asmat.

Mama-Mama perlu terlebih dahulu mendapatkan pelatihan tentang HIV-AIDS. Melalui materi pelatihan yang diberikan, mereka memahami informasi dasar HIV-AIDS: apa itu HIV-AIDS, bagaimana cara penularannya? Bagaimana cara pencegahannya? Sesudahnya, Mama-Mama bisa mulai memberikan informasi tentang HIV-AIDS mulai dari dalam keluarga sampai ke lingkungan yang lebih luas.

Mama merupakan pemelihara kehidupan. Awal mula kehidupan terjadi di dalam rahim Mama. Demikian halnya, seluruh perjalanan hidup manusia senantiasa berada dalam perlindungan Mama.

Maka, seluruh upaya pencegahan HIV-AIDS di Asmat wajib melibatkan Mama. Pada Mama, ada kehidupan. Pada Mama pula kita meletakkan harapan besar bahwa mata rantai HIV-AIDS di Asmat bisa diputuskan. Dengan demikian, orang Asmat bisa hidup damai sejahtera seperti sediakala tanpa takut pada virus mematikan ini.

***

HIV-AIDS di Asmat bagaikan "fenomena kayu hanyut". Di permukaan kali, kayu yang sedang hanyut hanya tampak sedikit pada bagian atasnya, tetapi sisi lain yang terendam di dalam air, tidak ada satupun yang dapat memastikan kayu tersebut besar, sedang atau kecil.  Begitulah HIV-AIDS di Asmat, tidak ada satu orang pun yang dapat memastikan jumlahnya berapa orang?

Data orang yang terinfeksi HIV-AIDS yang ditemukan di RSUD Agats dan Puskesmas di Asmat hanyalah bagian kecil seperti bagian permukaan kayu hanyut yang kelihatan, sedangkan sebagian lainnya tidak tampak. Karena itu, pemerintah daerah kabupaten Asmat, tua-tua Adat, Gereja dan Mama-Mama di Asmat perlu memikirkan secara serius upaya-upaya konkret pencegahan HIV-AIDS di Asmat.

Para pihak perlu duduk bersama secara rutin guna mencari alternatif penanganan HIV-AIDS di Asmat, mulai dari sosialisasi sampai memperhatikan orang-orang yang telah terinfeksi HIV-AIDS. Perlu ada diskusi-diskusi dan sharing pengalaman secara rutin. Melalui perjumpaan-perjumpaan tersebut, para pihak bisa menemukan alternatif pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS konteks Asmat. Dengan demikian, Asmat bisa bebas dari HIV-AIDS yang sedang mengaum-ngaum mencari mangsa di tanah Asmat ini. [Agats, 29-01-2020; 14:10 WIT]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun