Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Dusun, Sungai, Perahu, dan Transformasi Pendidikan Dasar Asmat

22 Desember 2019   01:07 Diperbarui: 27 Desember 2019   04:17 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bruder Elias Logo OFM sedang menjelaskan pertanian organik kepada anak-anak SD Persiapan Negeri Cumnew, September 2018. Dokpri.

Guru Abraham Yakairem menekankan pentingnya pendidikan karakter berbasis adat, budaya dan bahasa orang Asmat. "Guru tidak sekedar mengajar untuk pengetahuan saja, melainkan mendidik nilai-nilai bagi anak-anak. Guru harus mendidik anak-anak Asmat dengan penuh kesabaran, tanpa merasa bosan," tuturnya. 

Pendidikan sekolah dasar dalam konteks Asmat itu harus hidup dan menghidupkan. Ia harus berdaya untuk menarik anak-anak merasa memiliki dan mencintai. Untuk membuat pendidikan berdaya "magis" yang mampu menarik anak-anak Asmat, maka guru perlu menciptakan ruang-ruang kreatifitas. Karena itu, guru harus inovatif.

Secara sederhana, pendidikan sekolah dasar di Asmat harus berangkat dari ketersediaan alat peraga di alam Asmat. Ada apa di dusun? Ada apa di sungai? Bagaimana cara membuat perahu? Apa fungsi perahu? Ratusan pertanyaan bisa lahir dari dusun, sungai dan perahu.

Anak-anak Asmat perlu diantar untuk berdiskusi tentang segala sesuatu yang melekat pada diri mereka yaitu dusun, sungai dan perahu.

Anak-anak Asmat lebih peka dan merasa memiliki tatkala guru meminta menulis kata sagu dalam bahasa Asmat "amos". Ketika mereka menulis kata amos, imajinasi anak-anak akan lebih luas. Ketika orang berbicara amos akan muncul dengan sendirinya peran Mama yang menokok sagu, membakar sagu dan lain-lain.

Para guru di Asmat perlu memulai suatu pendekatan berbeda terkait membaca, menulis dan berhitung. Anak-anak Asmat perlu mendapat ruang lebih luas untuk menuliskan pengalaman mereka di dusun, di sungai dan perahu. Setelah menuliskannya, mereka perlu membacakan dan menceritakan kembali alasan mereka menulis narasi-narasi itu. 

Pembelajaran semacam ini akan selalu menarik anak-anak untuk datang ke sekolah dan belajar. Anak-anak merasa kehadiran mereka menjadi penting dan berharga karena didengarkan oleh guru dan sesama temannya.

Demikian halnya, materi berhitung, para guru perlu menggunakan contoh dalam bahasa Asmat. Penjumlahan, pengurangan dan perkalian sederhana bisa menggunakan alat peraga ikan, udang, kepiting, buaya, ular dalam bahasa Asmat. Dengan demikian, anak-anak Asmat lebih mudah menangkap dan memahaminya.

Sehebat apa pun pendidikan dasar konteks Asmat, pokok penting adalah para guru memberikan ruang kepada anak-anak Asmat untuk mengungkapkan diri, dan pikiran mereka tentang pengalaman mereka seputar dusun, sungai dan perahu. 

Ketiganya sangat mendasar dalam proses pembentukan generasi Asmat. Tanpa ruang yang luas bagi anak-anak Asmat untuk mengeksploirasi kemampuan mereka, maka pendidikan sekolah dasar di Asmat tidak akan mengalami kemajuan signifikan. [Agats, 12-12-2019]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun