Keempat, bencana kemanusiaan yang memalukan. Kelaparan, gizi buruk, tidak adanya persediaan oba-obat dan makanan yang memadai yang merenggut nyawa banyak orang, khususnya anak-anak dan kaum perempuan, di tanah Asmat dan Nduga merupakan sebuah bencana yang memalukan dan aib bagi sebuah bangsa yang bernama NKRI. Situasi ini diperburuk dengan konflik bersenjata yang memuat ribuan orang harus mengungsi dan meninggalkan kampung halamannya secara terpaksa. Bencana kemanusiaan di Asmat dan Nduga adalah sebuah ironi dengan pembangunan infrastruktur yang masif di tanah Papua.
Direktur SKPKC Fransiskan Papua, Yuliana Langowuyo menegaskan bahwa buku "Papua Bukan Tanah Kosong" merupakan salah satu tanggung jawab moral Sekretariat Keadilan Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan Fransiskan Papua untuk memberitahukan kepada semua orang di muka bumi ini bahwa penderitaan dan air mata orang Papua masih tetap ada dan mungkin akan selalu dialami orang Papua setiap hari selama Papua masih menjadi bagian dari NKRI.
"Judul buku 'Papua Bukan Tanah Kosong' merupakan slogan yang direfleksikan untuk memaknai sekaligus memotivasi orang-orang Papua untuk bangkit dan bangun dari tidurnya. Bangun untuk bersama dan berjalan merebut segala yang sudah mulai hilang dan punah dari tanah Papua," tegas Yuliana.
Ia menambahkan bahwa "Papua Bukan Tanah Kosong" karena di tanah Papua ada sumber daya alam dan manusia yang harus dihormati dan dihargai seturut martabatnya yang luhur di hadapan sang Pencipta.
"Kehadiran buku 'Papua Bukan Tanah Kosong' juga dimaksudkan agar siapa saja yang berkehendak baik untuk memperjuangkan perdamaian, keadilan dan keutuhan ciptaan bagi orang Papua di tanah Papua dapat memahami segala persoalan dengan baik dan bisa melaksanakan tawaran solusi yang tertuang dalam buku ini," tegasnya.
Dikeluarkan di Jakarta
Pada hari Jumat
Tanggal 15 November 2019 Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â
Yuliana Langowuyo, Direktur SKPKC FP
Aloysius G. Goa, Direktur JPIC OFM Indonesia
Paulus Rahmat SVD, Direktur Vivat Indonesia