Sehari-hari, Pasifika membaur dengan masyarakat. Ia pergi ke rumah-rumah warga. Ia membangun relasi harmonis dengan setiap orang di kampung Manep dan Simini.Â
Dirinya yakin bahwa melalui relasi yang baik dengan masyarakat, maka apa pun yang disampaikannya akan didengar oleh masyarakat. Sebab, mereka sudah saling mengenal satu sama lain.
"Kalau kita sudah dekat dengan masyarakat, kita bicara mereka akan dengar. Pada saat kita minta tolong mereka akan bersedia menolong dengan senang hati," tutur guru yang menyelesaikan pendidikan KPG Merauke pada tahun 2007 ini.
Meskipun mengalami kemudahan dalam membangun relasi dengan masyarakat di kampung Manep dan Simini, Pasifika tetap menghadapi sejumlah tantangan dalam membenahi SD Inpres Manepsimini. Tantangan terbesar adalah minimnya perhatian dari pemerintah daerah kabupaten Asmat, terutama Dinas Pendidikan.
"Saya melihat masyarakat semangat kasih sekolah anak-anak mereka. Tetapi, Dinas Pendidikan tidak memberikan perhatian serius untuk pendidikan anak-anak Asmat di kampung Manep dan Simini. Biasanya, mereka kunjungan hanya sampai di pusat Distrik Akat di Ayam. Kami yang di pedalaman ini terlupakan," tuturnya dengan raut wajah sedih.
Ia menjelaskan bahwa dirinya berjuang mengelola SD Inpres Manepsimini dalam segala keterbatasannya. Ruang kelas terbatas, WC masih rusak, tidak ada Perpustakaan, tidak ada kantin, tidak ada ruang UKS, tidak ada ruang kepala sekolah dan ruang guru yang memadai. Meskipun demikian, sekolah tetap buka dan berjalan sebagaimana mestinya sehingga anak-anak bisa mendapatkan pendidikan.
"Saya sudah berusaha supaya Dinas Pendidikan bisa membangun ruang guru dan Perpustakaan, tetapi sampai saat ini belum terjawab. WC siswa juga sedang rusak, saya mau rehab pakai dana BOS, tetapi Kepala Badan Pendapatan, Keuangan dan Pengelolaan Aset Daerah (BPKAD), Pak Frans bilang tidak boleh sehingga WC masih rusak saja," paparnya.
"Saat ini, kami ada tujuh orang guru. Semua aktif mengajar. Sebelumnya, hanya ada empat orang, tetapi saya pergi minta di Dinas Pendidikan sehingga ada penambahan tiga guru," jelasnya.
Ia menjelaskan bahwa pemerintah hanya membangun sekolah dasar di kampung tanpa melengkapinya dengan fasilitas rumah guru. Di Manep ini, ada dua rumah guru. Satu rumah kopel. Satu rumah lainnya sudah miring dan hampir roboh.
"Rumah guru yang kopel, saya dan teman guru yang masih muda tempati. Satu lainnya, yang hampir roboh itu ditempati juga oleh guru. Ada juga guru yang menginap di pastoran Manep," tambahnya.