Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Fakan, Generasi Asmat yang Terkapar di Rimba Gaharu

2 Agustus 2019   13:30 Diperbarui: 2 Agustus 2019   17:32 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Selama ini, saya yang aktif mengajar mulai dari kelas satu sampai kelas enam. Kepala sekolah dan guru lain tinggal di Agats. Pada saat ujian kelulusan yang diselenggarakan di Ayam, saya membawa enam anak kelas enam ke Ayam untuk ikut ujian. Kami pergi ke Ayam menggunakan fiber milik kepala kampung Fakan," tutur guru honor SD Persiapan Negeri Fakan, Bernard Awe pada Kamis, (16-05-2019).

Kami berangkat ke kampung Fakan dari Manep pada pukul 11.00 WIT. Kami menyusuri sungai Asuwets sampai tiba di kampung Fakan pada pukul 12.00 WIT. Kampung Fakan terletak di kepala kali Asuwets. Kampung Fakan merupakan pemekaran dari kampung Manep.

"Kami yang tinggal di kampung Fakan, sebelumnya dari Manep dan Simini. Tetapi, kami pindah ke sini. Sekarang sudah menjadi kampung definitif sejak tahun 2016," tutur kepala kampung Fakan, Yohanis Tinimbi di rumahnya pada Kamis, (16-05-2019).

Di kampung Fakan terdapat satu sekolah dasar yaitu SD Persiapan Negeri Fakan. Sekolah ini berdiri sejak tahun 2013. Ada satu gedung sekolah yang terbagi menjadi dua ruang kelas. Di samping sekolah, berdiri dua rumah guru.

SD Persiapan Negeri Fakan memiliki empat orang guru. Tiga orang guru berstatus Aparatus Sipil Negara (ASN) yaitu kepala sekolah, Fransiskus Fofid, guru Naldes Loti Rante dan Yanuarius Torwok. Selain itu, ada satu guru honor dari Dinas Pendidikan kabupaten Asmat yaitu Bernard Awe.

Kepala sekolah, Fransiskus biasa datang ke Fakan, tetapi karena ada urusan di Agats, ia kembali lagi di Agats. Demikian halnya, guru Naldes dan Yanuarius tidak menetap di Fakan. Mereka hanya datang beberapa hari kemudian kembali ke Agats.

Selama ini, guru honor, Bernard yang membuka sekolah. "Saya tamat SMA YKPA di Agats. Pada saat buka SD di Fakan, saya menjadi guru honor. Saya setia mengajar saya punya anak-anak di Fakan supaya mereka memiliki masa depan," kisah Bernard.

Ia menjelaskan bahwa di SD Persiapan Negeri Fakan terdapat 80-an siswa. "Saya biasa gabung anak-anak di dalam dua ruang kelas ini baru mengajar mereka. Biasa di dalam satu ruangan, saya bagi tiga kelompok. Mereka duduk per kelompok kelas. Saya mengajar mengenal huruf, membaca dan berhitung," tutur Bernard.

Rapat di rumah kepala kampung Fakan, Yohanis Tinimbi. Dokpri.
Rapat di rumah kepala kampung Fakan, Yohanis Tinimbi. Dokpri.
Kepala kampung Fakan, Yohanis Tinimbi juga minta supaya guru Naldes dipindahkan dari Fakan. "Guru Naldes juga tidak aktif. Dia datang satu minggu ke Fakan, kemudian berbulan-bulan tinggal di Agats," tutur Yohanis.

Pastor Vesto yang ikut dalam pertemuan di rumah kepala kampung Fakan pun angkat bicara. "Kepala kampung Fakan punya tugas untuk perhatikan petugas di kampung Fakan ini. Kalau mereka tidak mau tinggal di Fakan, suruh mereka pindah saja. Misalnya, Guru Naldes, waktu kami datang bulan November 2018 itu dia ada karena mau ujian. Tapi, setelah ujian dia sudah menghilang lagi ke Agats," tutur Pastor Vesto.

Pemerintahan kampung Fakan selalu menyerahkan dana desa sebesar Rp 50 juta rupiah untuk pemberian makan anak sekolah. Demikian halnya, sekolah juga mengelola dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

"Saya sebagai guru di sini, tetapi saya tidak tahu dana BOS kepala sekolah pakai untuk apa. Saya hanya mengajar saja," tutur Bernard.

Kepala kampung Fakan Yohanis Tinimbi minta supaya Dinas Pendidikan kabupaten Asmat segera mengganti kepala sekolah Fakan. "Saya harap Dinas Pendidikan ganti kepala sekolah. Waktu ujian anak-anak kelas enam, hanya Bernard yang membawa anak-anak ke Ayam untuk mengikuti ujian," tutur Yohanis.

SD Persiapan Negeri Fakan berada dalam kondisinya yang memprihatinkan. Sebab, selain kepala sekolah dan para guru tidak aktif mengajar, sarana prasarana, terutama gedung sekolah pun sangat terbatas (hanya dua ruang kelas), tidak ada ruang guru dan kantor kepala sekolah. WC siswa yang dibangun tidak dimanfaatkan, lantaran tidak ada jalan menuju WC tersebut.

Terkapar di Rimba Gaharu

Penulis bersama Pastor Vesto Maing, Pr dan kader kampung di depan SD Persiapan Negeri Fakan. Dokpri.
Penulis bersama Pastor Vesto Maing, Pr dan kader kampung di depan SD Persiapan Negeri Fakan. Dokpri.
Kampung Fakan merupakan daerah penghasil gaharu. Dusun-dusun disewakan kepada para pencari gaharu. Di Fakan berdiri pula kios-kios milik pedagang yang umumnya berasal dari daerah Sulawesi. Para pedagang gaharu pun tinggal di Fakan. Mereka membeli gaharu dari para pencari gaharu yang siang malam berkeliling di rimba Fakan untuk mendapatkan gaharu.

Di tengah kekayaan gaharu itu, anak-anak usia sekolah di Fakan terlantar. Anak-anak Fakan tidak beruntung seperti anak-anak Asmat yang tinggal di kota Agats. Anak-anak Fakan tidak bisa bersekolah dengan baik lantaran para guru jarang ada di sekolah.

Kita dapat menyaksikan hamparan kayu gaharu yang dijemur oleh para pedagang di sepanjang jalan di Fakan. Pada saat bersamaan, kita juga melihat buruknya infrastruktur pendidikan dasar bagi orang Fakan. Seyogianya, kekayaan kayu gaharu di Fakan berdampak pada membaiknya sarana pendidikan bagi anak-anak Fakan. Tetapi, realitas berkata lain, anak-anak Fakan justru terkapar di atas kayu gaharu yang sangat dicari oleh penghuni bumi ini. 

Kondisi ruang kelas SD Inpres Fakan. Dokpri.
Kondisi ruang kelas SD Inpres Fakan. Dokpri.
Di Fakan, setiap saat kita dapat melihat speed 40 PK dan 85 PK milik para tengkulak gaharu hilir mudik. Mereka mengangkat kayu gaharu ke Agats dan menjualnya keluar Agats. Tetapi, hasil bumi Fakan itu tidak berdampak apa pun bagi orang Fakan. Mereka tetap melarat. Apa lagi, anak-anak mereka tidak memperoleh pendidikan berkualitas sehingga ke depan generasi Fakan tidak akan mengalami kemajuan. Mereka akan menjadi penonoton yang menyaksikan hilir-mudiknya speed yang membawa gaharu keluar dari Fakan.

Para guru yang ditempatkan di Fakan diharapkan memberikan pencerahan bagi anak-anak, pemerintahan kampung dan warga kampung Fakan tentang pentingnya masa depan generasi Fakan. Tetapi, para guru justru tidak betah tinggal di kampung Fakan. Mereka memilih tinggal di Agats atau tempat lainnya. Kondisi demikian, semakin memperparah harapan akan perbaikan masa depan orang Fakan.

Para tengkulak gaharu memonopoli semua transaksi gaharu di Fakan. Mereka mengatur jual beli gaharu menurut kemauan mereka semata tanpa peduli pada orang Fakan. Ketiadaan para guru telah menyumbang geliat tengkulak memperdayai orang Fakan.

Seandainya ada guru yang berhati melayani tinggal di Fakan, ia bisa mengajak warga berbicara dengan para tengkulak gaharu untuk turut memperhatikan SD Persiapan Negeri Fakan. Sayangnya, sampai saat ini, para guru yang ditempatkan di Fakan jarang datang ke Fakan untuk mengajar anak-anak, apa lagi mau terlibat dalam urusan perbaikan sekolah dan kampung Fakan.

Potret SD Persiapan Negeri Fakan memperlihatkan dengan jelas bahwa menjadi guru merupakan panggilan kemanusiaan. Guru semestinya hadir di dalam seluruh kehidupan anak-anak dan warga kampung. Ia menjadi pelita di rimba Papua, termasuk Fakan. Tetapi, kita harus tertunduk lesuh karena begitu banyak guru di Papua, termasuk di Fakan tidak menghayati panggilannya sebagai guru.

Rupa-rupa alasan membuat guru tidak betah tinggal di kampung Fakan. Tidak adanya sarana transportasi membuat mobilitas guru dari Fakan ke Agats agak sulit. Sebagai guru, seharusnya mencari alternatif supaya sarana transportasi untuk para guru bisa tersedia di Fakan. Mengapa guru hanya mengeluh tidak ada fiber atau speed di atas kekayaan gaharu yang melimpah di Fakan?

Kondisi WC yang tidak digunakan karena tidak ada tangki air dan jalan menuju WC. Dokpri.
Kondisi WC yang tidak digunakan karena tidak ada tangki air dan jalan menuju WC. Dokpri.
Demikian halnya, kondisi gedung sekolah, rumah guru, air bersih dan listrik turut menyumbang ketidakhadiran guru di Fakan. Apabila didiskusikan dengan pemerintahan kampung Fakan dan Dinas Pendidikan, berbagai kekurangan tersebut bisa tertangani dengan baik. Sebab, Fakan merupakan daerah penghasil gaharu.

Kita berharap di masa depan, para leluhur dan semesta Papua mengirim guru-guru muda berjiwa melayani tanpa pamrih ke SD Persiapan Negeri Fakan. Sebab, masa depan kampung Fakan sangat ditentukan oleh kehadiran guru-guru untuk mendidik anak-anak Fakan. Apabila guru-guru yang memiliki hati melayani tidak ke Fakan, maka masa depan orang Fakan akan suram. Mereka akan menjadi penonton di atas kekayaan gaharu yang melimpah.

Di tengah berbagai keterbatasannya, orang Fakan selalu merindukan kehadiran para guru yang berhati melayani anak-anak mereka sebagaimana yang diungkapkan oleh kepala kampung Fakan, Yohanis Tinimbi. "Kami minta kepala sekolah baru. Kami harap Dinas Pendidikan kasih kami kepala sekolah baru yang mau tinggal dan mendidik anak-anak kami di Fakan," tutur Yohanis penuh harap. [Agats, 27 Juli 2019].

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun