Pemerintahan kampung Fakan selalu menyerahkan dana desa sebesar Rp 50 juta rupiah untuk pemberian makan anak sekolah. Demikian halnya, sekolah juga mengelola dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
"Saya sebagai guru di sini, tetapi saya tidak tahu dana BOS kepala sekolah pakai untuk apa. Saya hanya mengajar saja," tutur Bernard.
Kepala kampung Fakan Yohanis Tinimbi minta supaya Dinas Pendidikan kabupaten Asmat segera mengganti kepala sekolah Fakan. "Saya harap Dinas Pendidikan ganti kepala sekolah. Waktu ujian anak-anak kelas enam, hanya Bernard yang membawa anak-anak ke Ayam untuk mengikuti ujian," tutur Yohanis.
SD Persiapan Negeri Fakan berada dalam kondisinya yang memprihatinkan. Sebab, selain kepala sekolah dan para guru tidak aktif mengajar, sarana prasarana, terutama gedung sekolah pun sangat terbatas (hanya dua ruang kelas), tidak ada ruang guru dan kantor kepala sekolah. WC siswa yang dibangun tidak dimanfaatkan, lantaran tidak ada jalan menuju WC tersebut.
Terkapar di Rimba Gaharu
Kampung Fakan merupakan daerah penghasil gaharu. Dusun-dusun disewakan kepada para pencari gaharu. Di Fakan berdiri pula kios-kios milik pedagang yang umumnya berasal dari daerah Sulawesi. Para pedagang gaharu pun tinggal di Fakan. Mereka membeli gaharu dari para pencari gaharu yang siang malam berkeliling di rimba Fakan untuk mendapatkan gaharu.
Di tengah kekayaan gaharu itu, anak-anak usia sekolah di Fakan terlantar. Anak-anak Fakan tidak beruntung seperti anak-anak Asmat yang tinggal di kota Agats. Anak-anak Fakan tidak bisa bersekolah dengan baik lantaran para guru jarang ada di sekolah.
Kita dapat menyaksikan hamparan kayu gaharu yang dijemur oleh para pedagang di sepanjang jalan di Fakan. Pada saat bersamaan, kita juga melihat buruknya infrastruktur pendidikan dasar bagi orang Fakan. Seyogianya, kekayaan kayu gaharu di Fakan berdampak pada membaiknya sarana pendidikan bagi anak-anak Fakan. Tetapi, realitas berkata lain, anak-anak Fakan justru terkapar di atas kayu gaharu yang sangat dicari oleh penghuni bumi ini.Â
Di Fakan, setiap saat kita dapat melihat speed 40 PK dan 85 PK milik para tengkulak gaharu hilir mudik. Mereka mengangkat kayu gaharu ke Agats dan menjualnya keluar Agats. Tetapi, hasil bumi Fakan itu tidak berdampak apa pun bagi orang Fakan. Mereka tetap melarat. Apa lagi, anak-anak mereka tidak memperoleh pendidikan berkualitas sehingga ke depan generasi Fakan tidak akan mengalami kemajuan. Mereka akan menjadi penonoton yang menyaksikan hilir-mudiknya speed yang membawa gaharu keluar dari Fakan.
Para guru yang ditempatkan di Fakan diharapkan memberikan pencerahan bagi anak-anak, pemerintahan kampung dan warga kampung Fakan tentang pentingnya masa depan generasi Fakan. Tetapi, para guru justru tidak betah tinggal di kampung Fakan. Mereka memilih tinggal di Agats atau tempat lainnya. Kondisi demikian, semakin memperparah harapan akan perbaikan masa depan orang Fakan.
Para tengkulak gaharu memonopoli semua transaksi gaharu di Fakan. Mereka mengatur jual beli gaharu menurut kemauan mereka semata tanpa peduli pada orang Fakan. Ketiadaan para guru telah menyumbang geliat tengkulak memperdayai orang Fakan.