Dana BOS cair dan laporan sangat bagus, tetapi sekolah rusak berat. Contoh konkret di SD Inpres Yuni. Kita patut bertanya, dana BOS digunakan untuk apa? Sebab, tidak ada perbaikan apa pun di sekolah tersebut.
Kondisi SD Inpres Yuni  yang sangat memprihatinkan itu menunjukan bahwa kepemimpinan di sekolah dasar sangat menentukan arah sekolah mau ke mana? Kalau kepala sekolah bertanggung jawab pasti sekolah sangat bagus sebagaimana SD YPPK St. Martinus de Pores Ayam. Tetapi, kalau kepala sekolah tidak melaksanakan tugas sebagaimana mestinya, maka kondisinya seperti yang ada di SD Inpres Yuni.
Untuk menyelamatkan generasi Asmat di masa depan, maka pemerintah daerah Kabupaten Asmat perlu mengangkat kepala sekolah dasar yang berkualitas dan berintegritas: jujur dan mau melayani anak-anak di kampung terpencil. Demikian halnya, Dinas Pendidikan Kabupaten Asmat harus berani memberikan sanksi tegas kepada para guru yang lebih suka tinggal di kota Agats.
Di atas semua itu, para guru di kabupaten Asmat, terutama guru-guru yang malas tinggal di tempat tugas, di kampung-kampung terpencil harus segera bertobat! Kembalilah ke kampung dan laksanakan tugas sebagai guru untuk mendidik generasi orang Asmat. Jadilah guru yang setia, jujur dan berintegritas.
Para guru di Asmat, terutama guru yang suka malas mengajar camkanlah bahwa masa depan Asmat berada di pundakmu. Setiap guru memikul tanggung jawab mencerdaskan generasi Asmat. Apabila guru malas mendidik anak-anak Asmat di kampung-kampung terpencil, masa depan Asmat akan suram. Generasi Asmat akan mengalami kehilangan masa depan, karena tidak memperoleh pendidikan dasar berkualitas. Mereka akan orang-orang yang buta huruf dan minim keterampilan hidup.
Para guru perlu menyadari bahwa Tuhan Allah, alam semesta dan leluhur orang Asmat sedang meneropong mereka. Setiap guru yang rajin mendidik anak-anak Asmat akan menuai berkat berlimpah. Mereka akan mengalami kesehatan dan rejeki berlimpah. Mereka juga akan mengalami kebahagiaan dalam hidup ini.
Tetapi, setiap guru yang malas mengajar dan setiap bulan menerima gaji tanpa mengeluarkan keringat untuk mendidik anak-anak Asmat akan menuai badai dan penderitaan tidak berkesudahan. Mereka akan menderita sakit, keluarga mereka tidak akan mengalami damai sejahtera. Sebab, alam semesta dan leluhur Asmat tidak akan berdiam diri menyaksikan pembodohan pada generasi Asmat yang berlangsung tanpa henti di kampung-kampung terpencil saat ini.
Setiap guru, yang saat ini mengabdi di Asmat sesungguhnya sedang menorehkan sejarah hidup mereka. Di masa depan, mereka akan diingat sebagai guru yang baik atau guru yang tidak baik. Setiap tutur kata, perilaku hidup dan relasi guru dengan warga kampung akan terekam dalam ingatan anak-anak dan warga kampung. Berbagai kenangan itu akan diceritakan turun-temurun. Karena itu, setiap guru yang sedang mengabdi di Asmat, terutama yang bertugas di pedalaman supaya menorehkan sejarah hidup yang baik, setia melayani dengan hati bersih sehingga mereka dikenal dan dikenang oleh warga kampung sebagai guru yang jujur, setia melayani dan mendidik anak-anak, bukan sebaliknya dikenal dan dikenang sebagai guru yang malas dan suka pencuri dana BOS. [Agats, 28 Juli 2019].
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H