Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kisah Sedih Anak-anak SD Inpres Yuni

28 Juli 2019   16:12 Diperbarui: 28 Juli 2019   16:27 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis bersama Pastor Vesto, Pr dan kader kampung Yuni di depan sekolah. Dokpri.

SD Inpres Yuni memiliki enam (6) orang guru. Mereka terdiri atas, Tipen Wenda sebagai kepala sekolah. Sedangkan lima (5) orang guru lainnya yaitu Kaleb Asinkem, Abida Mangera, Hasriani, Riswan dan Basri. Meskipun ada enam orang guru, hanya Ibu Hasriani yang aktif mengajar.

"Selama ini, saya mengajar sendiri. Waktu libur Paskah, saya lihat di sini tidak ada perayaan Paskah sehingga saya suruh anak-anak masuk sekolah. Jadi, sekarang kami sudah libur," tutur Hasriani.

Dalam keterbatasannya, Hasriani berupaya mengajar semampunya. Ia berpindah dari satu kelas ke kelas lain. Ia berusaha untuk mengajar anak-anak Yuni meskipun hanya seorang diri. Ia tidak patah semangat. 

Melihat kondisi SD Inpres Yuni membuat napas terasa sesak. Bagaimana dengan masa depan anak-anak kampung Yuni? Apa yang akan terjadi pada orang Yuni di masa depan kalau anak-anak tidak bisa bersekolah?

Catatan Kritis

Penulis bersama Pastor Vesto, Pr dan kader kampung Yuni di depan sekolah. Dokpri.
Penulis bersama Pastor Vesto, Pr dan kader kampung Yuni di depan sekolah. Dokpri.

Saya yakin bahwa sekolah dasar merupakan "pintu" menuju masa depan. Apabila anak-anak mendapatkan pendidikan berkualitas di bangku sekolah dasar, mereka akan bertumbuh menjadi anak-anak yang cerdas intelektual dan spiritual. Di masa depan, mereka akan menjadi pribadi-pribadi yang berintegritas, berlaku jujur dan adil. Sebab, sejak masa kecil, mereka memperoleh pendidikan berkualitas.

Tetapi, kondisi pendidikan di SD Inpres Yuni sangat memprihatinkan. Guru sebagai panutan bagi anak-anak justru menunjukkan sikap yang bertolak belakang dengan panggilan hakiki guru. Sejenak kita berefleksi dan bertanya: "Mengapa para guru di SD Inpres Yuni menelantarkan anak-anak tanpa merasa bersalah sedikitpun? Bagaimana mungkin para guru tidak melaksanakan tugas mendidik anak-anak di kampung Yuni, tetapi tetap menerima gaji?"

Kisah sedih di SD Inpres Yuni menambah daftar panjang penderitaan anak-anak Papua yang tidak bisa mengakses pendidikan dasar berkualitas. Anak-anak Papua menjadi terbelakang bukan karena mereka malas, melainkan mereka hidup pada era manusia saling mengabaikan. Anak-anak Papua tidak mendapatkan kesempatan memperoleh pendidikan dasar berkualitas lantaran para guru tidak mau mengajar dengan berbagai alasan.

Kondisi ruang guru. Dokpri.
Kondisi ruang guru. Dokpri.

Kenyataan lain yang miris dan menyakitkan adalah meskipun sekolah tidak berjalan, tetapi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tetap cair. Laporan pertanggungjawaban keuangan (LPJ) BOS sangat bagus sehingga lolos verfikasi tanpa catatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun