Kutipan sajak, "saya sudah lama tidur tidak ada mimpi/tempat bangun mimpi sudah lama mati/meja kosong/bangku sunyi/yang ada hanya suara babi" merupakan rintahan anak-anak Papua, termasuk anak-anak Asmat. Mereka bukan tidak mau bermimpi, tetapi mereka hidup dalam suatu masa dimana para guru secara sadar mematikan mimpi-mimpi mereka.
Tempat bangun mimpi yakni sekolah dipenuhi pohon dan rumput. Gedung sekolah hancur karena bertahun-tahun tidak ada aktivitas belajar mengajar. Di kampung terpencil, hanya ada suara binatang. Tidak ada suara ceriah anak-anak. Sebab, sekolah sebagai jembatan membangun impian menuju masa depan yang cerah sedang mati.
Di tengah rusaknya wajah sekolah dasar di Asmat, ada sekolah di pedalaman Asmat yang tetap buka dan berjalan sebagaimana sekolah di kota Agats. Misalnya, di SD Inpres Manepsimini, sekolah tetap buka. Kepala sekolah, Pasifika Nakun tinggal di Manep dan bersama para gurunya menedidik anak-anak Asmat.
Pasifika membuktikan bahwa anak-anak di pedalaman rajin sekolah dan cerdas. Orang tua akan membawa anak-anak ke sekolah. Semua tergantung kepada kepala sekolah dan para guru.
"Saya selalu yakin bahwa kalau guru-guru betah tinggal di kampung dan menyatu dengan masyarakat, apa pun yang mereka bicara masyarakat akan dengar. Orang tua tidak akan membawa anak-anak ke dusun karena mereka lihat ada guru di kampung. Jadi, semua kembali kepada masing-masing guru," tutur guru yang sejak tahun 2008 mengajar di SD Inpres Manepsimini ini.
Mengingat sekolah dasar merupakan  fondasi (dasar) atau tiang umpak mendirikan rumah masa depan Asmat, maka pemerintah kabupaten Asmat, harus mengangkat dan menempatkan kepala sekolah dasar yang jujur, memiliki hati melayani dan bersedia tinggal di kampung terpencil untuk mendidik anak-anak Asmat. Pemerintah juga harus menyediakan fasilitas perumahan guru dan transportasi yang memadai sehingga guru betah tinggal dan mengajar anak-anak di pedalaman Asmat.
Selain itu, pemerintahan kampung, Pastor, Pendeta dan tua-tua adat harus turut terlibat dalam seluruh proses pengelolaan sekolah dasar di kampung. Sebab, anak-anak kampung merupakan aset masa depan kampung, masa depan adat dan masa depan Gereja. Karena itu, semua pihak harus bertanggung jawab terhadap pendidikan dasar bagi anak-anak Asmat di kampung-kampung terpencil. [Agats, 26 Juli 2019; 18.20 WIT].
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H