"Kita seperti burung yang bertengger di dahan-dahan. Dahan-dahan kita itu, di depan kelas, karena kita tidak punya ruang guru. Jadi, saya minta orangtua berpartisipasi mengumpulkan dana solidaritas setiap anak lima ribu rupiah sebagaimana kesepakatan kita bersama Komite Sekolah. Kita berharap dana yang terkumpul itu, kita bisa gunakan untuk membangun ruang guru dan Perpustakaan," tutur Maria Goreti Yonathan pada saat rapat bersama orang tua murid sekaligus pembagian raport, 15 Desember 2018 di SD YPPK St. Antonius Padua Yepem.
Cuaca di kota Agats cerah. Matahari memancarkan sinarnya menerangi tanah lumpur Asmat. Langit biru menambah semarak indahnya Asmat yang dibalut jutaan pohon mangrove yang tumbuh berjejer di atas tanah lumpur Asmat.
Pukul 08.30 WIT, tim LANDASAN, Septer Manufandu, Pit Supardi, Viktor Duapadang dan Pastor Paroki St. Martinus de Pores Ayam, Pastor Vesto Maing, Pr berangkat ke Yepem. Tim menggunakan fiber long boat 40 PK. Primus Aikom, kader kampung Yepem menjadi driver.
Laut Arafura sedang bergelora. Ombak menghantam fiber long boat. "Siap-siap, kita agak ke laut, karena kalau di pinggir ombak hantam kita," tutur Primus sambil mengarakah long boat ke laut. Setelah berjibaku dengan ombak, pukul 09.10 WIT tim tiba di kampung Yepem dengan selamat.
Di gedung baru SD YPPK St. Antonius Padua Yepem, tampak orang tua murid duduk berjejer di teras sekolah. Para orangtua sedang mendengarkan arahan Kepala Sekolah, Maria Goreti Yonathan.
Terdengar seruan tegas yang terlontar dari mulut Ibu Maria sapaanya. "Bapa, Mama dorang semua. Anak-anak kelas satu punya Raport kami belum tulis. Alasannya, kita suka ganti anak-anak punya nama. Jadi, saya harap, jangan ganti-ganti nama. Kalau Yohanes harus tetap Yohanes. Jangan ganti Yohanes dengan Petrus atau dengan nama yang lain."
Sekolah yang Mati
Suasana sukacita saat pembagian Raport semester ganjil, 15 Desember 2018 di SD YPPK St. Antonius Yepem bisa terjadi setelah melewati perjalanan panjang dan melelahkan. Sebab, sebelumnya, SD YPPK St. Antonius Padua Yepem sudah mati.
Aktivitas belajar-mengajar tidak berjalan sebagaimana mestinya. Para guru tidak aktif mengajar. Sekolah rusak parah dan dipenuhi rumput dan pohon yang tinggi. Anak-anak usia sekolah di kampung Yepem benar-benar terlantar.
Hari itu, 6 September 2017, saya dan pendamping desa Distrik Agats, Herlin Singgir mengunjungi kampung Yepem. Saya pergi ke SD YPPK St. Antonius Padua Yepem. Saat itu tidak ada proses belajar mengajar. Tidak ada guru sehingga anak-anak tidak bersekolah. Selain itu, kondisi gedung sekolah rusak berat. Sedangkan gedung baru berada di sekitar 200 meter dari gedung lama. Kondisinya tertutup semak belukar.
"Pa Pit, kita tidak bisa ke gedung sekolah baru. Tidak ada jalan ke sana," tutur Robi, guru honor SD YPPK St. Antonius Yepem. "Saya tidak akan tinggalkan kampung ini, kalau kalian tidak mau antar saya ke sana." Karena merasa terdesak, guru Robi dan salah satu warga menemani saya pergi ke gedung sekolah baru yang terlantar itu.