Di satu sisi, PMAS memberikan ruang peningkatan gizi yang lebih luas kepada anak-anak Asmat. "Setelah ada PMAS anak-anak rajin ke sekolah. Mereka punya badan juga sehat dan bersih," tutur Donatus Tamot.
Di sisi lain, PMAS telah meredusir peran-peran orang tua sebagai penanggung jawab utama pendidikan anak-anak. Orang tua akan merasa mereka tidak perlu memperhatikan makan dan minum anak-anak karena sekolah sudah menyiapkannya.
Selain itu, pemanfaatan dana PMAS minim monitoring dan evaluasi. Bahkan ada sekolah yang dana PMAS diatur sedemikian rupa untuk kepentingan kepala sekolah. Seluruh dana hanya diketahui oleh kepala sekolah. Para guru pun tidak tahu. Padahal, dana tersebut dimaksudkan untuk belanja makan bagi anak-anak dan harus dikelola secara terbuka di sekolah.
Anggaran yang besar untuk PMAS sekaligus memangkas program lainnya. Misalnya, program pelatihan peningkatan kapasitas guru kelas kecil, perbaikan sarana dan prasarana sekolah, dan lain-lain. "Saya sudah usulkan supaya ada anggaran untuk pelatihan peningkatan kapasitas bagi para guru, tetapi tidak disetujui," tutur Lorensius Lorang, Kepala Seksi Ketenagaan Bidang Pendidikan Dasar, Dinas Pendidikan Kabupaten Asmat.
Orang Asmat memiliki modal relasi sosial yang sangat tinggi. Relasi kekeluargaan telah mewarnai seluruh hidup hidup orang Asmat. Relasi sosial tersebut menjadi kekuatan untuk memulai proses transformasi sosial di bidang pendidikan, khususnya sekolah dasar di kampung-kampung di Asmat.
Selama ini, pendidikan Sekolah Dasar (SD) di Asmat, masih dipandang sebagai urusan Dinas Pendidikan Kabupaten Asmat. Seluruh urusan tentang sekolah di kampung masih menjadi urusan Dinas Pendidikan. Pemerintahan kampung, tokoh adat, perempuan dan pemuda tidak terlibat dalam proses penyelenggaraan SD di kampung.
Contoh sederhana, sebagian besar SD di Asmat tidak memiliki Komite Sekolah. Kalaupun ada Komite Sekolah, hanya sebagai pelengkap untuk pencairan dana BOS. "Kalau kita bikin Komite Sekolah, nanti mereka minta honor," tutur Hesti Letsoin, guru di SD Inpres Syuru.
3.1. Melibatkan Orang Tua Siswa
Orang tua masih melihat sekolah sebagai "benda asing" dalam kehidupan mereka. Sekolah tidak menjadi bagian dari hidup mereka. Karena itu, mereka selalu menuntut bayaran ketika terlibat dalam kegiatan di sekolah.
Pemerintah daerah kabupaten Asmat pun telah mengeluarkan edaran terkait pelarangan pungutan bagi pendaftaran siswa. "Sekolah gratis" menjadi trend ambigu. Di satu sisi memberikan peluang bagi seluruh anak usia sekolah mengakses pendidikan dasar. Di sisi lain, mengendorkan peran dan tanggung jawab orang tua bagi pendidikan anak-anak.