Yuli menjelaskan bahwa uang hasil jualan sebagian disisihkan untuk kelompok dan sebagian lainnya dibagikan ke Mama-Mama anggota kelompok. "Jadi, saya biasa bilang ke Mama-Mama, bahwa hasil kebun yang dijual ke pasar di Agats, uangnya sebagian disimpan untuk kelompok.Â
Sebagian lainnya untuk Mama-Mama. Uang kelompok, saya simpan di CU Ndar Sesepok Keuskupan Agats. Pastor Vesto tahu kami punya tabungan di CU," tuturnya.
***
Sebagaimana lazimnya, orang Asmat menyatu dengan alam. Mereka mengambil makanan dari alam. Sebagian besar waktu dihabiskan di dusun dan bevak. Pada saat keluarga-keluarga pergi ke dusun, mereka membawa serta anak-anak. Itulah alasan sebagian besar anak-anak Asmat tidak bisa bersekolah.
Batin Yuli terasa sesak tatkala menyaksikan orang tua membawa anak-anak ke dusun. Sebab, ketika anak-anak ikut ke dusun, maka mereka tidak bisa bersekolah. Jika anak-anak tidak ke sekolah, maka masa depan kampung akan suram.Â
Yuli berusaha mengingatkan orang tua supaya tidak membawa anak-anak ke dusun. "'Saya biasa kasih ingat orang tua supaya jangan bawa anak-anak ke dusun. Anak-anak harus sekolah," tegasnya.Â
Yuli juga mengatakan bahwa masa depan generasi Asmat sangat ditentukan oleh pendidikan di dalam keluarga. "Segala sesuatu bermula di dalam keluarga. Anak-anak lahir, tumbuh berkembang di dalam keluarga.Â
Karena itu, orang tua harus didik anak-anak supaya mereka memiliki karakter yang baik. Dasar pendidikan di dalam keluarga adalah doa. Anak-anak harus diajari berdoa sejak kecil," tutur Yuli. Ia berharap keluarga-keluarga di Asmat, terutama di Kampung Waw Cesau senantiasa tekun. Â
Ketika orang tua sudah meletakkan pendidikan karakter kepada anak-anak di dalam keluarga, maka pada saat anak-anak masuk sekolah, mereka akan tertib dan disiplin. Yuli menekankan pentingnya pendidikan bagi anak-anak Asmat.Â
"Saya selalu bilang ke anak-anak perempuan Asmat bahwa mereka harus sekolah. Mereka harus menjaga diri dan tidak pacaran supaya bisa meraih masa depan sesuai cita-cita masing," tuturnya.