Uskup juga menyampaikan terima kasih kepada pemerintah daerah Kabupaten Asmat yang telah terlibat dan membiayai pelaksanaan Pesta Budaya Asmat. "Sejak Asmat menjadi Kabupaten, pemerintah membiayai pelaksanaan Pesta Budaya. Sudah lima belas tahun, pelaksanaan Pesta Budaya dilaksanakan dalam semangat kerja sama pemerintah dan Gereja. Saya atas nama Gereja mengucapkan terima kasih," tuturnya.Â
Mengakhiri sambutannya, Uskup yang sejak tahun 2002 menggembalakan umat Keuskupan Agats ini memberikan apresiasi tinggi kepada orang Asmat. "Selamat pesta. Sungguhkan kepada kita semua, bahwa kalian adalah orang-orang khusus, orang-orang Asmat, yang tidak bisa ditemukan di tengah-tengah masyarakat yang lain.Â
Sekalipun daerah ini adalah daerah yang lama terpencil, tetapi kalian bisa mengungkapkan sebuah karya cipta yang mengagumkan yang hanya dimiliki oleh orang Asmat. Ini menjadi sebuah kebanggaan.Â
Setiap kali, kami menyaksikan hasil karya cipta seonggok kayu yang dibuang, Anda memungut dan mengukirnya menjadi karya istimewa yang mengagumkan kita semua. Selain itu, ada pula hasil karya cipta kerajinan tangan Mama-Mama yang tidak bisa diabaikan. Hasil karya tangan Mama-Mama akan disajikan dalam kegiatan ini."
Sementara itu, Wakil Bupati Asmat, Thomas Eppe Safanpo dalam sambutannya mengungkapkan bahwa pada mulanya Pesta Budaya Asmat, yang digelar sejak tahun 1981 merupakan event yang dilakanakan oleh Gereja dengan melibatkan para pengusaha lokal dan turis dalam membeli hasil ukiran yang dilelang.Â
Keterlibatan pemerintah sangat minim pada saat itu. Tetapi, saat ini, pemerintah Kabupaten Asmat, telah berkomitmen terlibat penuh dalam melestarikan budaya Asmat melalui event Pesta Budaya Asmat yang digagas oleh Gereja.
Ia berharap para pengusaha berpartisipasi dalam membeli hasil karya ukir pada saat pelalangan nanti. "Setiap pengusaha di Asmat, terutama yang menjadi rekanan pemerintah wajib membeli minimal satu ukiran," tegasnya.Â
"Tema Pesta Budaya Asmat kali ini menarik, 'Gemakan Tifa dan Lagu.' Di dalam budaya Asmat, ada wayir ow, yang berkumpul di tungku utama dan menyanyikan lagu-lagu pada saat pesta. Orang tua-tua yang ada di wayir memiliki intelegensi yang tinggi. Lagu-lagu yang dinyanyikan harus dihafalkan urut-urutannya dan tidak boleh salah. Tidak sembarang orang bisa menyanyi. Orang tua di wayir punya bakat luar biasa. Ada lagu sakral tertentu, kalau salah dinyanyikan bisa sakit dan meninggal," tegasnya.
"Tuhan menganugerahkan bakat dan intelegensi yang tinggi untuk orang-orang Asmat. Biasanya anak muda dikaderkan untuk menjadi wayir ow, tetapi misalnya dari sepuluh orang hanya dua atau tiga orang yang berhasil. Kita bersyukur, di tengah berbagai kemajuan, orang Asmat masih memelihara budayanya. Kita bersyukur atas dukungan Gereja selama ini," tuturnya disambut tepuk tangan riuh dari para peserta yang memadati lapangan Yos Sudarso, Agats.Â
Sekedar diketahui bahwa Pesta Budaya Asmat ke-33 tahun 2018 diikuti oleh 454 seniman-seniwati, yang terdiri atas pengukir 214 orang, pengayam 75 orang, penari 90 orang dan 75 orang peserta formasi perahu. Selain itu, diikuti pula oleh ratusan pengukir dan pengayam yang hasil karyanya tidak masuk dalam kategori ukiran dan anyaman yang akan dilelang pada pesta budaya ini.Â