Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

SD St. Paulus Atsj, Wadah Kaderisasi Generasi Asmat yang Terlupakan

9 Agustus 2018   12:59 Diperbarui: 9 Agustus 2018   12:58 481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para siswa SD YPPK St. Paulus Atsj sedan mengikuti pelajaran. Meja dan kursi kaleng mulai rusak. 19 Juli 2018. dok.pribadi.

Atsj sudah terkenal sejak lama. Kehadiran perusahaan kayu, Barito pada tahun 1990-an menjadikan Atsj terkenal di tanah lumpur Asmat. Kini, meskipun perusahaan kayu sudah tidak beroperasi lagi, tetapi jejak perusahaan masih membekas. Misalnya, hotel Maranu masih berdiri kokoh. Meja bola billiard masih beroperasi. Warung-warung makan tetap melayani pelanggan.

Jauh sebelum pemerintah Indonesia dan perusahaan kayu, Barito menginjakkan kaki di Atsj, para misionaris Ordo Salib Suci dari Amerika Serikat sudah membuka daerah Atsj. Sejarah mencatat kehadiran Gereja Katolik di Atsj telah membawa perubahan pada orang Atsj. Kebiasaan mengayau (mencari kepala manusia) ditinggalkan. Orang Atsj menerima Yesus, Injil dan Gereja.               

Pada tahun 1957 para misionaris mendirikan sekolah dasar di Atsj. Sekolah tersebut diberi nama St. Paulus seturut nama Gereja Katolik St. Paulus Atsj. Kini, SD YPPK St. Paulus Atsj sudah berusia 61 tahun. Meskipun sudah berusia 61 tahun dan telah menghasilkan lulusan yang kini menduduki posisi penting di pemerintahan Kabupaten Asmat, tetapi SD YPPK St. Paulus Atsj sedang berada dalam kondisi sekarat.   

Damaris Lolo, guru yang mengajar di SD YPPK St. Paulus Atsj sejak tahun 2007 mengatakan bahwa saat ini SD YPPK St. Paulus masih kekurangan empat ruang kelas, meja dan kursi belajar. Selain itu, sekolah ini juga tidak memiliki Perpustakaan, ruang Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dan kantin sekolah. Ruang guru kondisinya memprihatinkan. Ruang kepala sekolah umpaknya sudah mulai keropos dan patah sehingga membahayakan keselamatan. Sedangkan WC siswa dalam kondisi rusak. 

"Gedung ini sudah tua. Umpaknya mulai keropos dan patah. Apabila ada angin atau gempa kami lari keluar karena takut roboh. Demikian halnya ruang guru dan ruang kepala sekolah berada di gedung tua ini. Kondisinya memprihatinkan," tutur guru yang menyelesaikan Pendidikan Guru SD di Makassar pada tahun 1996 ini.

SD YPPK St. Paulus Atsj memiliki tiga gedung. Satu gedung terdiri atas tiga ruang belajar. Gedung ini dibangun tahun 2008. Dua ruang kelas di dalam gedung ini meja dan kursinya masih menggunakan meja dan bangku kaleng (besi) yang sudah usang dimakan usia. "Saya kasian anak-anak. Mereka duduk di bangku besi dan belajar di meja besi. Kadang saat makan, mereka tidak bisa taruh piring di meja karena terlalu miring. Kalau mereka paksa taruh di meja pasti makanan tumpah," tutuk guru Eman

Satu gedung lainnya berdiri di belakang gedung tua, persis di samping lapangan upacara. Gedung ini terdiri atas dua ruang kelas. Gedung tersebut dibangun pada tahun 2009. 

Sedangkan gedung utama yang memanjang searah jalan komposit di Atsj terdiri atas empat ruang belajar, ruang guru dan ruang kepala sekolah. Gedung utama ini dibangun puluhan tahun silam. Kini, sebagian tiang umpak sudah keropos dimakan rayap sehingga apabila angin kencang atau gempa para guru berlari keluar ruangan karena takut gedung tersebut roboh.

Kondisi WC siswa SD YPPK St. Paulus Atsj dalam kondisi rusak. 18 Juli 2018. dok.pribadi.
Kondisi WC siswa SD YPPK St. Paulus Atsj dalam kondisi rusak. 18 Juli 2018. dok.pribadi.
WC siswa terletak di belakang sekolah, dekat lapangan upacara dan dalam kondisi rusak. Apabila para siswa berdiri di lapangan upacara, mereka menghirup bau tidak sedap dari cepiting WC yang rusak. "WC siswa dalam kondisi rusak. Sedangkan guru menggunakan WC yang dibangun oleh Dinas Pekerjaan Umum. Kami bersyukur ada orang baik yang mau tolong membangun WC guru untuk kami," tutur Damaris.

"Saya bertugas di sekolah ini sejak tahun 2007, tetapi saya tidak lihat Dinas Pendidikan Kabupaten Asmat membantu pembangunan fisik. Saya merasa sekolah yayasan ini dianaktirikan. Padahal, siswa di sekolah ini hampir seluruhnya anak asli Asmat," tuturnya. Ia menambahkan, akibat kekurangan ruangan belajar sehingga seringkali para siswa menggunakan gedung aula milik Paroki St. Paulus Atsj.

Saat ini, para siswa SD YPPK St. Paulus Atsj berjumlah 333 siswa yang terdiri atas, 177 perempuan dan 156 laki-laki. Dari jumlah tersebut hanya 6 orang siswa yang bukan siswa asli Asmat. Keenam siswa tersebut merupakan anak-anak dari para guru yang mengajar di SD YPPK St. Paulus Atsj. "Mestinya sekolah ini mendapatkan perhatian serius dari pemerintah daerah Kabupaten Asmat karena mendidik generasi penerus masa depan Asmat," tambah Damaris. 

Mengenai keterlibatan pemerintahan kampung, Damaris menjelaskan bahwa selama ini hanya Kampung Yasiuw yang memberikan dana desa untuk sekolah. "Pernah dari Kampung Yasiuw kasih dana 25 juta, tetapi dana itu untuk kasih makan anak-anak, bukan untuk pembangunan fisik. Sedangkan Kampung Atsj dan Bakasei tidak pernah memberikan dana desa kepada sekolah ini," tutur Damaris.

Salah seorang guru yang tidak mau disebutkan namanya menjelaskan bahwa apabila ada tamu dari Agats atau dari luar Asmat, mereka diminta mempercantik sekolah supaya bisa dilihat bagus. Padahal, masih terdapat banyak kekurangan yang perlu dibenahi. "Biasa kalau ada tamu yang mau datang, kami diminta bikin sekolah jadi bagus supaya orang lihat bahwa sekolah ini sudah lengkap dan bagus. Tetapi, kenyataannya sekolah ini masih kekurangan ruangan belajar, meja-kursi dan buku-buku," tuturnya.

Di tengah berbagai keterbatasan, Damaris menjelaskan bahwa SD YPPK St. Paulus tetap bertekad memberikan pelayanan pendidikan terbaik bagi anak-anak. Ia menjelaskan bahwa saat ini, sekolahnya mendapatkan program Pemberian Makanan Anak Sekolah (PMAS) sehingga anak-anak mendapatkan makanan bergizi. "Kami dapat program PMAS. Anak-anak makan satu minggu tiga kali. Dengan adanya PMAS anak-anak menjadi lebih sehat dan semangat belajar. Tetapi, kalau pada saat tidak makan, jam 9 pagi anak-anak sudah mengantuk dan tertidur karena lapar," tuturnya.

Mengenai pengelolaan dana BOS, Damaris menjelaskan bahwa penggunaan dana BOS disesuaikan dengan kebutuhan sekolah. "Selama ini, sebelum pencairan dana BOS, kami susun RKAS. Pada saat pencairan kami gunakan sesuai kebutuhan sekolah, yaitu membayar guru honor, penjaga sekolah, belanja ATK dan lain-lain. Untuk tahun lalu, kami beli mesin generator, bangun rumah mesin dan komputer untuk tata usaha," tuturnya.

Saat ini, Pastor Paroki St. Paulus Atsj, Pastor Eko, OSC memberikan perhatian kepada SD YPPK St. Paulus Atsj. Bentuk perhatian mulai dari mengunjungi sekolah, mendengarkan masukkan para guru untuk perbaikan sekolah dan memberikan bantuan buku-buku bacaaan, meskipun jumlahnya terbatas. "Kami senang, sekarang Pastor Eko memperhatikan sekolah ini sehingga mulai ada perbaikan. Kami berharap ke depan sekolah ini akan menjadi lebih baik: memiliki Perpustakaan, buku-buku bacaan, kantor kepala sekolah, ruang guru, WC siswa dan berbagai sarana pendukung lainnya," tutur Damaris.

Damaris berharap Dinas Pendidikan Kabupaten Asmat memberikan perhatian serius kepada SD YPPK St. Paulus Atsj karena sekolah  ini mendidik putra-putri asli Asmat yang akan menjadi pemimpin di masa depan. "Saya minta pihak Dinas Pendidikan memberikan bantuan ruang Perpustakaan, ruang kelas dan meja-kursi untuk anak-anak," harapnya. Ia juga berharap supaya Kampung Atsj, Yasiuw dan Bakasei memberikan dana desa ke sekolah supaya bisa digunakan untuk membenahi sekolah seperti membangun WC siswa, membeli buku guru dan siswa.

Saat ini, para guru yang mengajar di SD YPPK  St. Paulus Atsj terdiri atas 4 orang guru Aparatur Sipil Negara (ASN), 5 orang guru kontrak dan 5 orang guru honor Dinas Pendidikan, 1 orang guru honor sekolah, 1 orang tenaga TU dan 1 orang penjaga sekolah. "Tidak ada guru kontrak dari Yayasan," tutur Damaris.

Penulis bersama siswa SD YPPK St. Paulus Atsj, 19 Juli 2018. dok.pribadi.
Penulis bersama siswa SD YPPK St. Paulus Atsj, 19 Juli 2018. dok.pribadi.
SD YPPK St. Paulus Atsj terletak di tengah kota Atsj, pusat pemerintahan Distrik Atsj. Sekolah ini juga berdiri berhadapan langsung dengan Gereja Katolik St. Paulus Atsj, yang terletak di tepi sungai Bets. Di depan sekolah, terdapat jalan poros yang menghubungkan Kampung Atsj, Yasiuw dan Bakasei. 

Pemerintah daerah Kabupaten Asmat telah membangun jalan komposit. Pemerintah lebih mengutamakan pembangunan jalan yang dilewati oleh kaum pendatang dengan sepeda dan motor listrik, ketimbang membenahi infrastruk pendidikan dasar yang sedang rusak seperti di SD YPPK St. Paulus Atsj.  

Setiap mata yang memandang SD YPPK St. Paulus Atsj pasti bertanya, " Sekolah dasar yang ada di pusat Distrik saja dalam kondisi memprihatinkan. Bagaimana dengan sekolah dasar yang berada jauh di pedalaman?" Untuk membangun pendidikan dasar berkualitas diperlukan kerjasama, komunikasi dan koordinasi antara pemerintah, Gereja, adat, pemerintahan kampung dan pihak sekolah. 

Selain itu, keluarga-keluarga perlu membangun kesadaran bersama untuk berpartisipasi aktif dalam proses pendidikan. Misalnya dengan mengantarkan anak-anak ke sekolah dan memberikan sumbangan sukarela yang dapat digunakan untuk memperlancar proses belajar-mengajar di sekolah.

 Untuk memperkuat setiap elemen dalam memperhatikan kampung, pendidikan dasar, kesehatan dan isu HIV-AIDS, LANDASAN Papua, program bantuan pemerintah Australia sejak April 2018 hadir di Distrik Atsj. LANDASAN hadir untuk memperkuat tata kelola di unit layanan kampung, sekolah dasar, Puskesmas-Pustu dan penanggulangan HIV-AIDS. Pada tanggal 14-22 Mei 2018, tim LANDASAN telah memberikan Pelatihan SPM dan MBS bagi para kepala sekolah, komite sekolah, kepala kampung dan operator sekolah dasar se-Distrik Atsj bertempat di SD Inpres Atsj. 

Melalui pelatihan tersebut, diharapkan para kepala sekolah dan para guru mulai membenahi sekolahnya masing-masing. Proses perbaikan sekolah dasar di setiap kampung harus berawal dari rapat antara para guru dengan orang tua siswa, komite sekolah dan tokoh adat dan Gereja. 

Melalui, rapat tersebut, para guru dan orang tua bersepakat untuk menyusun program yang mendukung proses belajar mengajar. Karena itu, diperlukan kerja sama, koordinasi dan komuniasi intensif antara pihak sekolah, komite sekolah, tokoh adat dan tokoh Gereja. [Agats, 22 Juli 2018; 20.33 WIT].

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun