Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kondisi 6 SD di Distrik Agats Asmat Terpuruk

29 Agustus 2017   16:44 Diperbarui: 29 Agustus 2017   20:46 2244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Spesialis pendidikan Landasan Papua, Bapak Suharto sedang berdiri di depan WC SD YPPK St. Don Bosco, Ewer yang sedang rusak parah, 4 Juni 2017. Dok.Piter.

Asmat memiliki sejuta kisah untuk dibagikan kepada sesama. Di tepi sungai Asuwet, tepatnya di pelabuhan Feri, berdiri kokoh patung Pastor Yan Smith OSC. Monumen ini didirikan sebagai simbol peringatan pada sosok Pastor Yan sebagai tokoh pendidik bagi orang Asmat. Ia rela ditembak mati oleh Kepala Pemerintahan Setempat (KPS), pada tanggal 28 Januari 1965, demi memperjuangkan pendidikan anak-anak Asmat. Kisah Pastor Yan menginspirasi para pendidik di tanah Asmat untuk mempersiapkan anak-anak Asmat menyongsong masa depan yang cerah.

Kini, setelah 52 tahun Pastor Yan mengorbankan jiwa raganya, pendidikan di tanah Asmat belum membaik. Perjumpaan orang Asmat dengan dunia luar: orang pendatang, baik para guru, para pegawai pemerintah, TNI, Polri maupun pedagang belum memberikan perubahan berarti bagi orang Asmat. Sebaliknya, orang Asmat semakin terpuruk di dalam ketidakberdayaannya menghadapi perubahan yang sangat cepat di tanah Asmat.

Dunia pendidikan, khususnya sekolah dasar sebagai fondasi dimulainya gerakan memutus mata rantai keterbelakangan orang Asmat sedang sekarat.  Anak-anak Asmat tidak mendapatkan haknya memperoleh pendidikan berkualitas sebagaimana layaknya anak-anak di wilayah lain di Indonesia. Situasi pendidikan sekolah dasar yang sangat memprihatinkan di Asmat disebabkan oleh minimnya kesadaran orang tua menyekolahkan anak, para guru tidak betah di tempat tugas, infrastruktur sekolah yang belum memadai dan minimnya keterlibatan orang tua dalam proses pendidikan di sekolah.

Tugu tokoh pendidikan Asmat, Pastor Yan Smith, OSC di pelabuhan feri, kota Agats, 19 Agustus 2017. Dok Piter.
Tugu tokoh pendidikan Asmat, Pastor Yan Smith, OSC di pelabuhan feri, kota Agats, 19 Agustus 2017. Dok Piter.
Sejak bulan Maret 2017, Landasan Papua, sebuah program pendampingan di unit layanan Puskesmas, sekolah dasar, kampung dan HIV-AIDS mulai bekerja di Asmat. Bupati Asmat, Elisa Kambu dan Wakil Bupati Asmat, Thomas Eppe Safanpo menerima Landasan Papua di Asmat. Pada kesempatan itu, Bupati Elisa menugaskan Landasan Papua bekerja di Distrik Agats, yang terdiri atas 12 kampung, 10 SD dan 1 Puskesmas.

Khusus Sekolah Dasar (SD) Landasan Papua memberikan perhatian serius pada tata kelola sekolah. Pada saat proses pendampingan dijumpai bahwa lima SD di kota Agats dalam kondisi memprihatinkan, kecuali satu SD, yaitu SD Darussalam yang menerapkan sistem pendidikan dalam proses pembelajaran. Situasi ini sangat memprihatinkan, sebab sekolah dasar ini berada di kota Agats, ibu kota Kabupaten Asmat. Bagaimana dengan sekolah dasar yang terletak di luar kota Agats?

Sejenak menoleh ke belakang. Kita mendapati bahwa Kabupaten Asmat terbentuk sejak tahun 2002 silam. Pendirian Kabupaten Asmat tertuang dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Sarmi, Kabupaten Keerom, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Raja Empat, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Waropen, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Mappi, Kabupaten Asmat, Kabupaten Teluk Bintuni, dan Kabupaten Teluk Wondama di Provinsi Papua (lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 129 tambahan Lembaran Negara Nomor 4252). Artinya, kabupaten ini sudah berumur 15 tahun (2002-2017).

Mengapa sudah 15 tahun kabupaten Asmat berdiri, tetapi pemerintah daerah Kabupaten Asmat belum mampu menata sekolah dasar di Distrik Agats? Mengapa pemerintah daerah Kabupaten Asmat belum menata 5 SD di dalam kota Agats sebagai sekolah rujukan bagi sekolah dasar lain di Kabupaten Asmat?

Kini, kondisi sekolah dasar yang paling parah adalah SD Inpres Mbait. Sekolah ini terletak di dalam kota Agats. Jaraknya kurang lebih 1 km dari kantor Bupati, pusat pemerintah kabupaten Asmat. Infrastruktur ruang belajar tidak terawat. WC dalam kondisi rusak parah. Ruang guru tidak tertata. Perpustakaan tidak berfungsi. Di sekolah ini tidak ada kantin, ruang doa, ruang UKS dan lain sebagainya. Halaman sekolah tidak terawat. Padahal di sekolah ini ada lebih dari 25 orang guru.

Mengapa SD Inpres Mbait sangat terpuruk? Manajemen kepemimpinan kepala sekolah buruk. Kepala sekolah masih berstatus PLT. Beliau tidak bekerja sama dengan para guru untuk mengembangkan sekolah. Padahal, sekolah ini sedang persiapan akreditasi sekolah. Sayangnya, sampai saat ini tim 8 standar akreditasi di SD Inpres Mbait belum terbentuk. Siapa yang akan mempersiapkan kelengkapan administrasi akreditasi? 

Staf Landasan Papua bekerja keras mengunjungi sekolah, melakukan pembicaraan pribadi dengan kepala sekolah agar segera membenahi sekolah, tetapi hingga kini belum membuahkan hasil. Kepala Unit Pelaksana  Teknis Daerah (UPTD) Pendidikan Distrik Agats, Damaskus Karubun telah turun langsung ke SD Inpres Mbait. "Saya sudah turun ke SD Inpres Mbait. Saya sudah instruksikan supaya mereka segera berbenah, kalau tidak maka tidak bisa ikut akreditasi sekolah. Waktu saya pergi tadi kepala sekolah tidak ada, sehingga saya bicara dengan para guru," tutur Damaskus Karubun pada Selasa, (15/8).

Situasi di SD Inpres Mbait sangat merugikan peserta didik. Sebagian peserta didik di SD ini adalah anak-anak asli Asmat. Mereka tidak mendapatkan pendidikan yang bermutu. Seorang ibu guru bertutur, "Kaka, kasihan WC ini rusak parah. Anak-anak mau buang air tetapi WC rusak sehingga sering kali saya bawa ke saya punya rumah. Mereka buang air di saya punya rumah," tutur ibu guru itu, ketika staf Landasan Papua melakukan pendampingan pada Senin, (1/8) silam.

Di seberang sungai Asuwet, tepatnya di Ewer ada SD YPKK Don Bosco, yang terletak di pintu masuk ke kabupaten Asmat terbengkalai. Sekolah sedang sekarat, sementara pemerintah Kabupaten Asmat membangun bandara megah, yang menghabiskan anggaran miliaran rupiah. Mengapa para pejabat pemerintah yang biasa keluar masuk ke Asmat tidak menyediakan sedikit waktu menengok SD YPPK St. Don Bosco, Ewer? Padahal, sekolah ini hampir 100% siswanya adalah anak-anak Asmat yang berasal dari kampung Bismam dan Saw.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun