Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kisah Cinta di Mesjid Nurul Huda

7 Februari 2016   08:35 Diperbarui: 7 Februari 2016   10:30 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melihat kenyataan banyak pemuda nasrani di sekitar tempat tinggalnya yang hidup tidak teratur Bapa Arifin Sarean menilai misi belum berhasil mengubah pola pikir dan pola hidup umat. Ia berharap agar para calon pendeta dan pastor yang hadir bisa mengarahkan umat ke perilaku hidup yang baik dan berguna. Ia juga menyarankan misi tidak hanya keluar, tetapi harus masuk ke dalam. “Saya dulu kenal dengan satu anak dari gunung yang sangat kacau. Dia pernah bunuh tiga orang. Dia masuk penjara. Saat dia keluar, saya minta dia sekolah agama. Sekarang dia sudah jadi pendeta,” ungkapnya.

Perjumpaan malam ini meninggalkan kenangan indah. Ada senyum, tawa, saling sapa satu sama lain. Masing-masing pihak saling bertanya dan meneguhkan. Pengalaman menarik terlontar dari relung jiwa Bapa Arifin Sarean, saksi dan korban peristiwa Ambon 1999 silam. “Konflik Ambon meninggalkan duka mendalam. Tidak ada yang menang, justru sesama umat manusia menderita,” ungkapnya. Ia berharap ke depan ada kerja sama nyata lintas iman, misalnya bekerja sama membersihkan rumah ibadah dan lain sebagainya. 

Tidak terasa sudah pukul 21.25 WIT. Dari kejauhan terdengar seruan binatang malam. Raut wajah mulai redup. Perjumpaan malam ini segera berakhir. Setiap pribadi saling bersalaman dan mengucapkan terima kasih. Semua bersyukur bahwa dalam suasana perbedaan, terpancar semangat persaudaraan dan cinta kasih yang mendalam. Semua ini membuktikan bahwa nilai-nilai universal manusia, cinta kasih, pengampunan, keadilan, keterbukaan, saling menyapa merupakan perekat dan pemersatu. Bahwa di dalam perbedaan dan keberagaman manusia adalah satu di dalam cinta. Dan cinta itu telah dirajut di mesjid Nurul Huda, Ekspo, Waena, kota Jayapura, Papua. Semoga cinta itu bertumbuh dan menghasilkan buah berlimpah: buah perdamaian untuk tanah Papua dan Indonesia. Amin. [Abepura, Minggu, 07 Februari 2016; pukul 09.57 WIT] 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun