Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mulailah Kampanye "30% Orang Papua Asli adalah Harga Hidup"

6 Februari 2016   07:51 Diperbarui: 6 Februari 2016   08:24 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Catatan refleksi

Kita tidak bisa menyangkal bahwa saat ini ada masalah di Papua. Kita bisa bikin identifikasi ada masalah sejarah, politik, pembangunan dan hak asasi manusia. Ada masalah orang Papua mau merdeka. Ada masalah baku tembak antara aparat keamanan Indonesia dan organisasi Papua merdeka. 

Ada begitu banyak permasalahan di Papua. Pada saat bersamaan, orang Papua hidup dalam adat, budaya dan agama yang beragam. Masing-masing pihak yang berbeda ini saling mengklaim sebagai yang terbaik dan melupakan sesamanya yang menderita. Sikap egosentris dan fanatisme adat, budaya dan agama menyebabkan manusia menutup diri terhadap sesamanya. 

Hari ini, para narasumber menyajikan berbagai fenomena sosial di Indonesia, khsusnya di Papua. Mas Ismail Hasani, direktur Setara Institut Jakarta menyapaikan materi perubahan demografi agama-agama dan dinamika perbedaan agama di Indonesia. Mas Ari Sujito menyampaikan persoalan kewargaan dan kewarganegaraan di Indonesia. Bapa Theo van den Broek menyampaikan materi tentang demografi dan agama-agama di Papua. Pada sore hari Pater Neles Tebay, Pr membawakan materi dialog damai Papua. 

Materi yang disampaikan merangsang para teolog muda Papua untuk kembali ke realitas sosial yang sedang dialami dan menjadi pergumulan orang Papua. Apa yang sedang terjadi di tanah Papua? Mengapa peristiwa itu terjadi? Apa yang harus dilakukan? Para teolog muda harus belajar dan mendalami realitas sosial ini dan meresponnya. 

Kita membaca makalah yang disajikan oleh para narasumber. Kita mendengarkan penjelasan mereka. Permasalahan paling serius saat ini di tanah Papua adalah orang Papua makin menjadi minoritas. Orang Papua termarginal di atas tanah mereka sendiri. Pada saat bersamaan, proses pelayanan publik tidak berjalan dengan baik. Korupsi menjamur di tanah Papua. Gizi buruk melanda ibu dan anak-anak Papua. HIV/AIDS dan minuman keras membunuh orang Papua. Hutan dan tambang di atas tanah Papua dieksploitasi secara berlebihan. Orang Papua benar-benar sedang mengalami permasalahan kemanusiaan dan lingkungan hidup yang sangat serius. 

Untuk memulai gerakan perubahan dan menata kembali Papua supaya menjadi lebih baik adalah dialog. Kita perlu mendialogkan berbagai realitas sosial yang sedang terjadi saat ini. Dialog menjadi ruang perjumpaan yang memungkinkan terjadinya perubahan nyata bagi orang Papua. Di dalam dialog, setiap orang saling berbicara tentang kecemasan, penderitaan dan harapan yang terpendam itu. 

Kita mengakui bahwa permasalahan di Papua kompleks. Kita bingung bagaimana dan dari mana cara mengatasinya. Melalui dialog, kita saling berjumpa dan saling berbicara tentang hidup dan masa depan kita, tanpa merasa takut. Dialog itu hidup dan memberikan kehidupan. Hendaklah tidak ada lagi pihak yang takut untuk berdialog. 

Kita menyaksikan, saat ini orang Papua makin sedikit. Orang Papua berada dalam situasi yang sulit. Tepatlah seruan Bapa Theo van den Broek, bahwa kita mesti mengkampanyekan “30% Orang Papua Asli adalah Harga Hidup”. Orang Papua mesti mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. Orang Papua harus mendapatkan perlindungan dan pelayanan maksimal. Ibu-ibu dan anak-anak Papua harus mendapatkan gizi yang memadai. Anak-anak Papua harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang baik. 

Pada saat bersamaan, orang Papua juga harus menyadari dirinya sebagai pihak yang tertindas. Mereka harus bangkit dan memulai gerakan perubahan. Orang Papua harus menjaga diri: tidak mengkonsumsi miras, tidak memakai ganja (narkoba), tidak lagi mempraktekkan seks bebas. Kaum elit Papua harus berhenti korupsi dan memperhatikan sesamanya orang Papua. [Rumah retret Salverbeg, Maranata, Waena, 27 Januari 2016; pukul 23.15 WIT]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun