Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gereja dan Injil, Masihkah Menjadi Harapan bagi Orang Papua?

5 Februari 2016   18:45 Diperbarui: 5 Februari 2016   19:11 3612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menyimak realitas hidup orang Papua yang menderita dalam berbagai aspek hidup, apakah pantas Gereja bermegah dengan gedung-gedung mewah? Apakah pantas pejabat Gereja tidur nyenyak di dalam gedung-gedung mewah dan melupakan umat? Apakah pantas Gereja berkolaborasi dengan para pejabat pemerintah dan tidak mau menyuarakan jerit-tangis orang Papua yang menderita? Di manakah suara kenabian para pejabat Gereja?

Pada perayaan 161 Injil masuk Papua ini, Gereja perlu bertobat. Gereja perlu merefleksikan kembali kehadirannya. Apakah Gereja dan Injil hadir untuk membebaskan orang Papua dari penderitaan, atau justru menindas orang Papua dengan berbagai aturan dan dogma? Apakah Gereja dan Injil masih berdiam diri menyaksikan penderitaan orang Papua? Apakah Gereja masih membisu menyaksikan banyak orang Papua yang mati karena berbagai ketidakadilan? 

Patut diajukan pertanyaan, apa pengaruh Gereja dan Injil bagi orang Papua? Kalau Gereja dan Injil hadir di tengah hidup orang Papua, tetapi korupsi, pembunuhan dan ketidakadilan masih tetap melanda orang Papua, lalu untuk apa Gereja dan Injil hadir di tanah ini? Para pejabat pemerintahan dan legislatif umumnya orang Papua, menganut agama Kristen. Mereka menerima Injil sebagai pegangan hidup. Mereka suka ke gereja. Tetapi, mengapa ketidakadilan tetap tumbuh subur di tanah Papua? Sejauh mana orang Papua menerima dan menghayati Gereja dan Injil? 

Sekali lagi, Gereja harus bertobat. Gereja harus bertobat dari cara pikirnya yang picik tentang adat-istiadat dan budaya orang Papua. Gereja harus bertobat dari sikap suka memberi stigma negatif terhadap orang Papua. Gereja harus bertobat dari sikapnya yang suka membangun gedung-gedung mewah. Gereja harus bertobat dari sikap malas tahunya saat menyaksikan penderitaan orang Papua. Gereja harus bertobat dari persekongkolannya dengan para pejabat pemerintah. 

Kini dan ke depan, para pemimpin Gereja di tanah Papua perlu mendengarkan jerit-tangis orang Papua. Para pemimpin Gereja harus memiliki hati yang peka terhadap penderitaan orang Papua. Para pemimpin Gereja harus memperhatikan umatnya yang miskin dan menderita. Para pemimpin Gereja tidak bisa mengatakan bahwa urusan pendidikan, kesehatan, perumahan dan ekonomi adalah urusan pemerintah saja. Gereja memiliki tanggung jawab moral terhadap kesejahteraan orang Papua. Gereja tidak bisa berpangku tangan menyaksikan penderitaan orang Papua. 

Siapa (kah) Gereja itu? Gereja adalah semua orang beriman yang percaya dan menerima Injil dan Yesus sebagai sang juru selamat umat manusia. Siapa (kah) pemimpin Gereja itu? Setiap pribadi yang diangkat dan ditetapkan untuk menggembalakan kawanan domba Allah. Baik Gereja, maupun pemimpin Gereja harus bertobat untuk masa depan Papua yang lebih baik. 

Selamat HUT pekabaran Injil ke-161. Tuhan memberkati. [Abepura, 05-02-2016; pukul 20.22 WIT]

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun