Pukul 14.15 WIT kami mengakhiri perjumpaan kami dengan Bapa Thaha. Kami foto bersama. Sesudahnya, kami kembali ke tempat kegiatan di Waena. Saat kami tiba, kelompok yang mengunjungi jemaah LDII belum tiba. Beberapa saat kemudian baru mereka tiba.
Peserta melanjutkan aktivitas dengan merangkum hasil perjumpaan tadi dalam bentuk power point. Setelah snack sore, pukul 16.15 WIT peserta kembali ke ruang pertemuan. Ibu Elga memimpin permainan sederhana untuk mengajak para peserta saling mengenal dan mengingat nama masing-masing. Pukul 16.43 WIT kelompok MMP mempresentasikan hasil rangkuman yang telah dibuat. Demikian halnya, kelompok LDII juga melakukan hal yang sama.
Ibu Elga memberikan penegasan terhadap hasil laporan tersebut. Bahwa agama-agama lahir dalam konteks tertentu. Dan bahwa perbedaan adalah sunatullah, anugerah Allah dan sekaligus rahmatan lil alamin, shalom, damai sejahtera bagi manusia dan alam semesta.
Malam hari, pukul 19.30 WIT peserta kembali berkumpul untuk melakukan evaluasi, refleksi dan doa malam bersama. Pada kesepatan evaluasi ini peserta minta supaya setiap kegiatan dilakukan tepat waktu. Selesai evaluasi Ibu Elga kembali menegaskan bahwa seluruh proses ini adalah proses orang dewasa sehingga setiap peserta harus bertanggung jawab. “Kita tidak perlu time keeper, ketua kelas. Kita coba atur diri,” ungkapnya.
Refleksi akhir hari ini dibawakan oleh Yusuf Roni. Ia bersyukur bisa mengikuti kegiatan ini dan mendapatkan banyak pengalaman baru terkait keberagaman dan perbedaan terutama dengan Islam. Selesai refleksi dilanjutkan denga nonton bersama film, “Invictus” yang berkisah tentang perjuangan Nelson Mandela dalam melawan politik apartheid di Afrika Selatan. Pukul 22.45 WIT, film berakhir dan peserta beristirahat.
Catatan refleksi
Manusia pasti berjumpa dengan sesamanya yang berbeda. Perjumpaan menjadi ruang bagi umat manusia untuk saling mengenal, memahami, menerima dan menghormati. Penerimaan seseorang terhadap sesamanya akan menjadi sangat tulus kalau sudah dikenalnya dengan baik. Meskipun hakikatnya manusia harus saling menerima secara tulus, tetapi dalam praksisnya akan jauh lebih berkesan apabila sudah saing mengenal. Melalui perjumpaan dan perkenalan akrab itulah akan lahir sikap saling menerima secara tulus, tanpa ada dusta lagi.
Saya gembira hari ini bisa mengunjungi komunitas MMP. Saya dan teman-teman berjumpa dengan Bapa Thaha Al Hamid. Beliau memiliki refleksi sederhana tentang hidup ini, bahwa amal saleh dan kemanusiaan mesti berada di atas segala perbedaan. Adat dan budaya adalah identitas manusia yang perlu dipelihara untuk memanusiakan manusia. Nilai-nilai kemanusiaan yang tertera di dalam adat menjadi inspirasi untuk membangun relasi dan perjumpaan dengan sesama yang berbeda. Perjumpaan sesungguhnya meretas jalan toleransi.
Di dalam perjumpaan setiap manusia yang berbeda saling menyapa, saling memberikan senyuman dan pengharapan. Apa lagi dalam konteks Papua, situasi penderitaan umat manusia, terutama orang Papua, mestinya menggerakan banyak pihak yang berbeda-beda ini untuk berbuat sesuatu, bukan tinggal diam dan menyaksikan penderitaan orang Papua.