Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Drama dan Puisi Warnai Peringatan Tragedi Kemanusiaan di Paniai

9 Desember 2015   06:42 Diperbarui: 9 Desember 2015   07:00 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menyimak peristiwa Paniai dan peristiwa serupa lainnya yang marak terjadi di Papua, saya bertanya, “Mengapa militer Indonesia suka menembak orang Papua? Mengapa militer Indonesia menembak mati anak-anak Papua yang masih berstatus pelajar? Mengapa kasus-kasus penembakan itu tidak pernah diselesaikan secara hukum sampai tuntas?” 

Penembakan terhadap orang Papua masih berlanjut sampai saat ini. Meskipun Indonesia sudah berjanji akan membangun Papua dengan pendekatan dialog, pendekatan kemanusiaan, pendekatan kebudayaan dan lain sejenisnya, tetapi fakta menunjukkan bahwa sampai saat ini militerisme masih mendominasi seluruh proses pembangunan di Papua. Pendekatan militerisme telah menewaskan ribuan orang Papua sejak Papua dipaksa masuk ke dalam negara kesatuan republik Indonesia (NKRI) melalui dektrit Trikora yang dikumandangkan secara terbuka oleh Soekarno di Yogyakarta, 19 Desember 1961.  Militerisme di Papua makin kuat untuk mengamankan proses Pepera 1969. Bahkan sesudah Pepera sampai saat ini, militerisme mendominasi seluruh tanah Papua.

Kasus Pania, 8 Desember 2014 sudah jelas pelakunya Tentara Nasional Indonesia (TNI). Ironisnya, sampai saat ini bahkan presiden pun dibungkam oleh kekuatan tentara Indonesia. Kalau Jokowi adalah panglima tertinggi TNI, mengapa tidak memerintahkan untuk mengusut kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia di Papua, khususnya kasus Paniai? Mengapa Jokowi diam? Mengapa TNI membisu? Apakah TNI lahir untuk membunuh warga sipil? Apakah TNI lahir untuk membunuh orang Papua? 

Peringatan satu tahun tragedi kemanusiaan di Paniai merupakan cermin bahwa militerisme tidak akan pernah menang atas kebenaran dan keadilan. Kalau tentara dan polisi Indonesia tetap melakukan penembakan terhadap orang Papua, maka pada waktunya orang Papua dan seluruh dunia akan bangkit dan bersuara menuntut kemerdekaan bagi Papua. Kalau Indonesia tidak mampu melindungi orang Papua, mengapa harus memaksa orang Papua tetap bertahan dalam NKRI? [Abepura, 09-12-2015; pukul 08.00 WIT]

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun