Indonesia bukan negara Islam. Indonesia milik segenap warga Indonesia yang beranekaragam agama, budaya, suku dan adat-istiadat. Setiap pribadi memiliki hak untuk beribadah secara bebas, tanpa tekanan. Negara perlu memberikan jaminan. Peristiwa Singkil menunjukkan bahwa negara tidak adil. Bahkan umat Islam di kabupaten Aceh Singkil sangat diskriminatif. Apakah Allah hanya menciptakan umat Islam dan memberikan bumi ini hanya untuk orang Islam? Kalau kita percaya hanya ada satu Allah Pencipta, yang menciptakan alam semesta, langit dan bumi serta manusia, mengapa harus saling membenci? Bukankah Islam itu rahmat untuk semua makhluk?Â
Saya teringat peristiwa Tolikara 17 Juli 2015, waktu musala di Tolikara terbakar, semua pejabat negara angkat bicara. Bahkan para menteri dan pejabat negara lainnya pergi ke Tolikara. Musala yang terbakar, dalam waktu sekejap berubah jadi mesjid besar. Kini, peristiwa Singkili, semua diam membisu. Pemerintah pusat diam-diam saja. Pemerintah pusat tidak bereaksi seperti waktu di Tolikara. Di sini, kita dapat lihat bahwa negara Indonesia benar-benar tidak adil. Seakan-akan kalau gereja dibakar itu biasa saja, bahkan seakan-akan gereja boleh dibakar. Sebaliknya, kalau musala terbakar itu akan menjadi bencana nasional. Di sinilah letak paradoksal antara Pancasila dan tirani mayoritas Islam di Indonesia.Â
Saya berharap pemerintah Indonesia perlu tegas melindungi kebebasan beragama di Indonesia. Pancasila dan UUD 1945 harus ditegakkan. Bhineka Tunggal Ika harus dihidupkan. Semangat pluralisme harus ditanamkan sejak dini. Setiap pihak yang berupaya menghalangi kebebasan beragama harus diberikan sanksi sosial dan hukuman formal. Negara harus hadir untuk semua warga negara tanpa kecuali. [Abepura, 17 Oktober 2015; pk 08.26 WIT]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H