Kisah tentang Pastor Ambros, seakan tidak pernah habis. Waktu menjalankan tahu orientasi pastoral di Sempan, 2011-2012 silam, dia pernah menolong orang yang sedang sekarat. “Saya datang ke stasi. Saya lihat ada bapa yang sedang sekarat. Bapa ini tidak pernah diperhatikan oleh keluarganya. Saya kasih mandi dan ganti dia punya pakaian. Setelah itu, saya sampaikan ke dewan gereja Sempan untuk beli kasur dan perlengkapan lainnya untuk bapa ini.”
Kisah lainnya, saat dia menjumpai seorang bapa yang sedang sekarat di depan rumah mereka di APO, Jayapura. Dia bilang: “Setiap kali kami lihat bapa itu, semua orang yang lewat hanya bilang: ‘kasian’. Kasian saja tidak cukup harus disertai tindakan. Saya ambil air dan sabun. Saya minta Beny tolong saya untuk kasi mandi itu bapa. Sesudah itu, saya ambil saya punya pakaian dan kasih pakai bapa itu. Saya minta uang di ekonom, dapat seratus ribu. Saya antar bapa itu ke rumah sakit dok 2,” ungkapnya.
Keteladanan Pastor Ambrosius Sala OFM jarang dijumpai saat ini. Ketika manusia mengejar ketenaran dalam pelayanan, dia justru memilih menjadi pribadi sederhana yang bersedia menolong orang susah, kaum papah dan miskin. Dia melakukannya dengan tulus ikhlas, tanpa mengeluh, tanpa melihat siapa yang dia tolong. Dia memiliki hati yang bersih, jiwa yang selalu terarah kepada Yesus yang telah mengutusnya.
Seringkali manusia memperhatikan sesamanya berdasarkan status sosial yang dimiliki seseorang. Padahal, manusia, siapa pun dia harus ditolong dan diperhatikan. Realitas menunjukkan bahwa manusia lebih cenderung menolong dan memperhatikan orang-orang kaya dan bisa balas budi. Tetapi, Pastor Ambros Sala OFM memiliki refleksi yang berbeda, dia mau hadir untuk semua orang, tanpa membedakan budaya, suku, status sosial dan agamanya. Dia memiliki refleksi bahwa manusia harus dihormati, melampaui sekat-sekat sosial yang tercipta.
Saya selalu belajar dari saya punya kawan Pastor Ambrosius Sala OFM, si miskin dari Arso 9. Dia mengajari saya apa artinya melayani sesama. Memberikan cinta dan kasih sayang tanpa mengharapkan imbalan apa pun. Dia benar-benar menghayati semangat kedinaan yang ditaburkan Fransiskus Asisi.
Terima kasih untuk cinta dan kasih sayangmu yang besar bagi orang-orang kecil dan hina-dina di tanah ini. Tanah Papua, tempat engkau menimba rahmat dan menyalurkannya kepada sesama akan selalu mendoakanmu. [Abepura, 15 Agustus 2015]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H