Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Wajah Duka Yesus Papua di Kandang Natal

30 Desember 2014   08:00 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:12 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Setiap tahun, pada 25 Desember, umat kristiani merayakan Natal, kelahiran Yesus Kristus, Putera Allah. Sejak orang Papua menerima Yesus dan Injil-Nya, melalui para misionaris, perayaan Natal menjadi bagian tidak terpisahkan dari hidup mereka. Menjelang Desember, seantero tanah Papua diliputi suasana sukacita. Lagu natal sahut-menyahut, kandang dan pohon natal menghiasi wajah Papua.

Natal menjadi perayaan kegembiraan atas hidup. Setiap umat kristiani menyiapkan diri dan keluarganya menyambut kedatangan Tuhan dalam hidup mereka. Suasana pesta mewarnai seluruh hidup orang beriman kristiani. Yesus, Putera Allah datang untuk memberikan hidup-Nya bagi umat manusia dan segenap alam semesta. Surga dan bumi bersukacita menyambut datang-Nya Tuhan.

Di tengah kegembiraan Natal, Yesus Papua sebenarnya berduka. Pada 8 Desember 2014 silam, lima anak muda ditembak mati oleh aparat keamanan Indonesia di Paniai. Kehadiran Yesus untuk memulihkan martabat manusia, merajut kembali keterpecahan hidup manusia dan memberikan jaminan hidup dan masa depan yang lebih baik hanyalah khayalan belaka. Wajah Yesus Papua senantiasa berduka karena begitu banyak manusia yang dibantai, diperkosa dan dibunuh dengan kejam. Misi Yesus untuk memulihkan martabat manusia seakan sirna. Kegembiraan Natal hanyalah pelengkap duka-lara orang Papua. Demikian halnya, Natal di Papua hanyalah seremonial untuk menyelubungi wajah Yesus yang menderita.

Natal, selalu dirayakan dengan pesta meriah. Bahkan gedung gereja dipenuhi jemaat. Mereka datang bersembah-sujud di hadapan kanak-kanak Tuhan di palungan seraya memanjatkan doa syukur, mohon berkat, mohon ampun atas segala dosa dan kelalaian. Perayaan meriah dengan tata liturgi anggun dan menawan. Paduan suara menyanyi dengan riang-gembira. Suasana khidmat sesaat itu memberikan kesejukan bagi setiap jemaat. Sesudahnya, Yesus Papua tetap menderita.

Wajah Yesus tercoreng dan murung karena tingkah-hidup segenap jemaat yang mengimaninya jauh dari ajaran dan kehendak-Nya. Papua sebagai tanah terberkati menjadi ladang korupsi, pembantaian manusia dan eksploitasi sumber daya alam tanpa kontrol. Wajah Yesus murung, tatkala menyaksikan manusia saling membunuh, saling memfitnah, bahkan atas nama ideologi manusia menggunakan kekerasan untuk saling menyerang.

Di tengah ketidakpastian akan masa depan Papua, Natal semestinya memberikan makna baru bagi segenap orang Papua dan semua manusia yang hidup di atas negeri ini. Apa makna Natal bagi orang Papua? Bahwa Natal adalah perayaan kehidupan. Allah itu hidup dan sumber hidup. Segala sesuatu berasal dari Allah dan tertuju kepada Allah. Manusia mestinya menghormatisesamanya, tanpa memandang latar belangkangnya, mengingat setiap manusia berasal dari sumber yang sama, Allah Pencipta. Natal memberikan orientasi pemaknaan hidup secara otentik, bahwa manusia harus menghormati hidup. Allah, karena cinta-Nya kepada manusia, mengutus Putera-Nya bagi manusia. Karenanya, hidup dan martabat manusia sebagai citra Allah perlu dihormati dan ditempatkan di atas segala-galanya.

Saat ini di Papua, sedang terjadi kemunduran penghayatan makna Natal. Di setiap sudut kota dan kampung di tanah ini jemaat mendirikan pohon dan pondok natal serta memutar lagu-lagu natal, tetapi pada saat yang sama mereka juga minum mabuk, ngebut-ngebutan di jalan raya, main judi, main perempuan, tipu, korupsi, saling membunuh, saling iri hati dan fitnah. Natal, yang sebenarnya bermakna penghormatan terhadap martabat manusia diredusir hanya sampai pada seremonial belaka. Bahkan tidak jarang dijumpai, kandang Natal dijadikan tempat konsumsi minuman keras.

Pada perayaan malam Natal yang suci ini, hendaklan segenap jemaat kristiani kembali kepada panggilan otentik Allah untuk menjadi pengikut-Nya. Segenap umat kristiani perlu menghormati martabat manusia. Caranya sangat sederhana: saling mengasihi, mengampuni, memberikan diri bagi sesama dan tidak korupsi, tidak melakukan seks bebas, tidak saling membunuh dan memfitnah.

Natal mesti mengarahkan pandangan orang Papua ke masa depan yang lebih baik. Natal bermakna tatkala orang Papua merajut keterpecahan mereka menuju persatuan dan kesatuan sebagai sebuah bangsa yang sedang berjalan menuju tanah terjanji, Papua baru. Papua yang memberikan harapan dan jaminan akan masa depan yang lebih baik. Orang Papua, yang selalu mengklaim diri sebagai orang-orang kepunyaan Allah, harus menunjukkan bahwa mereka layak disebut anak-anak Allah. Bahwa ada masalah ideologi, politik, sosial, budaya dan lingkungan hidup perlu dicarikan alternatif penyelesaian terbaik, agar Papua tetap manjadi tempat yang layak, aman dan damai untuk dihuni oleh segenap umat manusia.

Harapan akan Papua baru yang lebih baik, perlu partisipasi dan kerja sama segenap komponen orang Papua dan warga masyarakat yang bermukim di tanah ini. Perlu ada komitmen bersama untuk menghormati martabat manusia dan melestarikan budaya serta lingkungan alam. Dengan demikian, suasana harmoni tetap terjaga, Papua menjadi aman dan damai. Kesaksian otentik jemaat kristiani terletak pada sejauh mana penghormatan terhadap martabat manusia diletakkan di atas segala kepentingan lainnya. Yesus dan Injil-Nya bermakna sejauh ada suasana saling menghormati, saling membantu dan saling memberikan ruang untuk berekspresi secara wajar, tanpa melukai sesama.

Natal 2014, yang dirayakan malam ini hendaknya mengarahkan pandangan orang Papua untuk menata masa depannya supaya menjadi lebih baik. Semuanya harus dimulai dari dalam diri sendiri, lingkungan keluarga dan di tengah masyarakat. Tanpa upaya tersebut, Natal hanyalah seremonial tanpa makna. Selesai Natal, semuanya berakhir tanpa memberikan makna apa pun. Dan wajah Yesus Papua akan tetap murung dan menderita. Orang Papua akan kembali menjadi korban konspirasi kejahatan sesamanya.

Semoga perayaan Natal tahun 2014 ini membawa perubahan yang lebih baik bagi orang Papua. Dan biarlah tanah ini menjadi lebih aman, damai dan sejahtera. Papua menjadi tempat yang memberikan suasana hidup rukun dan damai bagi segenap umat manusia. Natal juga sudah semestinya memberikan inspirasi bagi setiap kelompok yang ada di Papua untuk saling terbuka dan bersama-sama mencari alternatif terbaik bagi penyelesaiaan masalah Papua secara menyeluruh supaya tidak terjadi lagi pembantaian dan pembunuhan di atas tanah ini. Dengan demikian, Papua menjadi saksi otentik iman akan Yesus Kristus, Putera Allah dan wajah Yesus bisa tersenyum gembira.

Jl. Johar, Gg Sagu, Kelapa Lima Merauke

24 Desember 2014; 20.30 WIT.

Selamat Natal 2014

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun