Roh Kudus sebagai penggerak yang pertama selalu memberikan yang terbaik dan benar kepada manusia lewat hati nurani. Hanya yang menjadi kendala, bahwa manusia banyak keterbatasannya dan kekurangannya sehingga tidak mampu hidup dan bertindak sesuai bisikan hati nurani yang baik dan benar.[2] Bisikan Roh Kudus yang menggerakkan hati manusia menjadi bentuk kesalehan dan keterbukaan diri untuk bertindak jujur dan polos seperti anak kecil.Â
Dasar dari pernyataan tersebut adalah bahwa Yesus menjadi pusat sejarah kehidupan manusia karena Kristus merupakan satu-satunya pelaksana rencana cinta kasih Allah untuk semua umat manusia. Rasul Paulus dalam suratnya kepada umat di Roma, menyatakan bahwa; Kristus mati untuk menyatakan kasih Allah kepada kita (bdk. Roma 5:8). Wafat dan kebangkitan Yesus Kristus menampakkan kesatuan Allah dan manusia. Kesatuan itu terungkap dalam GerejaNya melalui sakramen baptisan yang menjadikan semua anggota Gereja saudara dan saudari Kristus.[3]
Gerakan Hati Nurani
Yesus Kristus sebagai guru dan model hati nurani yang paling baik dan benar. Tatkala Dia menjadi hakim bagi perempuan yang kedapatan berbuat jinah, Yesus ditanya oleh para pemuka Agama Yahudi berdasarkan hukum taurat dan tradisi Yahudi, seseorang yang berkedapatan melakukan jinah akan dihukum.Â
Cinta kasih yang diperankan Yesus menjadi norma moral bagi umat kristiani untuk bertindak dengan bijaksana. Keberadaan Yesus sebagai norma moral seharusnya sudah menjadi contoh dan teladan dalam bertindak berdasarkan gerakan Roh Kudus dalam hati manusia.[4] Berkat gerakan Roh Kudus itu manusia meninggalkan manusia lama dan memasuki hidup baru dengan nilai-nilai dan norma-norma yang mengarahkan manusia kepada tujuan akhir hidupnya yaitu pemenuhan kehidupan dalam Allah.[5]
Tindakan Manusia Berdasarkan Hati Nurani
Manusia dipanggil untuk hidup saleh dan mengikuti Kristus sebagai model yang mengandaikan bahwa manusia percaya dan beriman. Hukum kasih menjadi identitas bagi orang yang percaya. Dalam Veritatis Splendor No. 22 dikatakan "meneladani dan menghayati sepenuhnya kasih Kristus tidak mungkin bagi manusia kalau hanya bersandar pada kekuatanya sendiri. Manusia menjadi mampu memiliki kasih karena berkat karunia yang diterimanya". Oleh karena karunia itulah ungkapan iman tanpa perbuatan adalah mati dan perbuatan tanpa iman adalah sia-sia.
Dalam dokumen Konsili Vatikan II Gaudium et Spes dirumuskan bahwa hati nurani adalah inti manusia yang paling rahasia, sanggar suci Allah, di situlah seorang diri bersama Allah yang sapaan-Nya menggema dalam batinnya. "Ayo, ikutilah Aku" (Mat 19: 21), undangan agung dari Kristus kepada para Murid merupakan inisiatif dari pihak-Nya untuk mengikuti dan meniru Dia, yaitu melaksanakan kasih Allah (Yoh 15: 12). Keputusan berdasarkan penalaran akal budi membuat manusia mengerti suatu perbuatan konkret yang ia rencanakan.
Sebagai mahkluk yang bersosial, di Indonesia memiliki budaya untuk menghormati yang lebih tua khusunya di Sumatera Utara bagian Tapanuli. Penghormatan itu dilakukan berdasarkan pengambilan keputusan-keputusan tertentu, kesempatan berbicara, tegur-sapa dan lain sebagainya.[6] Sangatlah benar jika dikaitkan dengan pepatah kuno "anda sopan kami segan".Â
Pepatah ini mau menjelaskan bagaimana manusia menggunakan penalarannya untuk melihat etika di depan umum maupun di kalangan tertentu, sehingga dalam hal ini suara hati bukan suara Allah, tetapi suara orang tua yang mendidik anak-anaknya ke arah yang lebih baik sehingga anak selalu mengingat apa yang baik dikatakan orang tua, dan melarang anak untuk melakukan hal-hal yang tidak baik. Dengan demikian, suara hati tidak lain adalah perasaan berusaha untuk menyesuaikan diri dengan harapan orang tua.Â
 Penutup