Mohon tunggu...
petrus habeahan
petrus habeahan Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Biarawan Kapusin

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hijrah dan Piagam Madinah

18 Maret 2023   10:40 Diperbarui: 18 Maret 2023   10:52 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

  • Kaum Muhajirin dan Anshar serta siapa saja yang ikut berjuang bersama mereka adalah umat yang satu.
  • Orang-orang mukmin harus bersatu menghadapi orang bersalah dan orang yang durhaka walaupun itu anaknya sendiri.
  • Jaminan Tuhan hanya satu dan sama untuk semua melindungi orang-orang kecil.
  • Orang-orang mukmin harus saling membela diantara mereka dan membela golongan lain dan siapa saja kaum Yahudi yang mengikuti mereka berhak memperoleh pembelaan dan bantuan seperti yang diperoleh orang muslim.
  • Perdamaian orang muslim itu adalah satu.
  • Apabila terjadi persengketaan di antara rakyat yang beriman, maka penyelesaiannya dikembalikan kepada hukum Tuhan dan kepada Muhammad sebagai kepala negara.
  • Kaum Yahudi adalah umat yang satu bersama kaum muslimin. Mereka bebas memeluk agama mereka.
  • Sesungguhnya tetangga adalah seperti diri kita sendiri, tidak boleh dilanggar haknya dan tidak boleh berbuat kesalahan kepadanya.

 

Piagam Madinah secara formal mengatur hubungan sosial antara komponen masyarakat Madinah, yaitu: Pertama, antara sesama muslim, bahwa sesama muslim adalah satu ummat walaupun mereka berbeda suku. Kedua, hubungan antara komunitas muslim dengan nonmuslim didasarkan pada prinsip "bertetangga yang baik", saling membantu dalam menghadapi musuh bersama, membela mereka yang teraniaya, saling menasihati dan menghormati kebebasan beragama. Konstitusi tersebut telah mengatur tentang hak-hak sipil (civil right) atau lebih dikenal dengan hak asasi manusia (HAM), jauh sebelum deklarasi Universal PBB tentang HAM tahun 1948.[6]

 

Sebutan Madinah sendiri dalam bahasa Arab memiliki akar kata yang sama dengan dn, yang berasal dari akar kata "dna" yaitu sikap tunduk dan patuh kepada ajaran agama, yang dinyatakan dalam supremasi hukum dan peraturan. Oleh karena itu, Madinah sering disebut sebagai Madnah Madaniyyah (kota berperadaban). Istilah "madaniyyah" sendiri pada awal dakwah Islam selalu dikaitkan dengan prosesi pembentukan negara.[7] Banyak penulis Muslim beranggapan bahwa Piagam Madinah adalah merupakan konstitusi Negara Islam pertama atau bahkan juga disebut sebagai Islamic State pertama yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw. Sudah memenuhi kriteria bahwa dalam sebuah persyaratan suatu negara harus terdiri dari adanya wilayah, pemerintahan, negara, rakyat, kedaulatan, dan ada konstitusi. Madinah yang dipimpin Nabi Muhammad sudah memenuhi kriteri tersebut. Yang menarik, pernyataan dua tokoh Barat H. A. R. Gibb, W. Montgomery Watt, dan Muhammad Marmaduke Pickthal bahwa Piagam Madinah adalah merupakan hasil pemikiran yang cerdas dan inisiatif dari Nabi Muhammad dan bukanlah wahyu dan sebagai pencetus konstitusi yaitu Piagam Madinah atau Watt menyebutnya sebagai "Constitution of Medina" (Konstitusi Madinah). 

 

Semua sarjana mengetahui, dan mengakui bahwa salah satu insiden tindakan pertama Nabi Saw., untuk mewujudkan masyarakat Madinah itu ialah menetapkan suatu dokumen perjanjian yang disebut Mitsaq al-Madinah (Charter of Medina). Inilah dokumen politik pertama dalam sejarah umat manusia, yang meletakkan dasardasar pluralisme dan toleransi. 

Dalam Piagam itu ditetapkan adanya pengakuan kepada semua penduduk Madinah, tanpa memandang perbedaan agama dan suku, sebagai anggota umat yang tunggal (ummah wahidah), dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang sama. Dalam hal ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad Saw., sudah diakui sebagai pemimpin (leaders) yang memiliki kekuasaan politik dan sebagai kepala Negara yang ada di Madinah. Oleh karena itu, jelas bahwa berdasarkan pendapat di kalangan muslim maupun non-muslim mengakui bahwa piagam Madinah merupakan konstitusi. Piagam Madinah dalam pembuatan bersifat demokratis. 

Secara teoritis, kesepakatan yang dibuat oleh Rasulullah SAW bersama masyarakat Madinah tentunya menjadi undang-undang bagi mereka yang wajib mereka patuhi. Oleh sebab itu, Apabila adanya salah satu diantara mereka melanggar piagam Madinah atau melakukan wanspretasi (perbuatan melawan hukum) terhadap perjanjian tersebut, maka akan diberikan sanksi oleh Rasulullah SAW sebagai kepala negara sekaligus sebagai penegak hukum. Akan tetapi bisa saja beliau mendelegasikan kepada sahabat apabila terjadi banyaknya pelanggaran piagam Madinah tersebut, karena tidak mungkin Rasul SAW menyelesaikan semua urusannya tersebut yang begitu banyak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun