Mohon tunggu...
Petrus Rabu
Petrus Rabu Mohon Tunggu... Buruh - Buruh

Harapan adalah mimpi dari seorang terjaga _Aristoteles

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Catatan Pilkada NTT, Jangan Pilih Calon Pemimpin yang Abaikan Masalah "Malnutrisi"

2 Februari 2018   14:20 Diperbarui: 22 Februari 2018   16:37 2137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahun ini masyarakat Nusa Tenggara Timur akan memilih Gubernur dan Wakil Gubernur  masa bhakti 2018-2023, selain memilih orang nomor satu  di provinsi yang berbatasan dengan Negara Timor Leste tersebut, juga akan diadakan pemilihan bupati dan wakil bupati di 10 Kabupaten antara lain  Kabupaten Sikka, Kabupaten Sumba Tengah, Kabupaten Nagekeo, Kabupaten Rote Ndao, Kabupaten Manggarai Timur, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kabupaten Alor, Kabupaten Kupang, Kabupaten Ende dan Kabupaten Sumba Barat Daya.

Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau Pemilukada pada esensinya adalah untuk memilih pemimpin yang dipercaya bisa membawa masyarakat pada keadaan yang lebih baik atau setidaknya mendekatkan titik kesejahteraan dan kemakmuran serta memberi warna perubahan pada pembangunan daerah.

Bagi masyarakat NTT agenda pesta demokrasi lima tahunan ini bukan hal baru, sejak lahirnya undang-undang pemilihan umum secara langsung, masyarakat NTT pun telah beberapa kali memilih gubernur/wakil gubernur termasuk memilih bupati dan wakil bupati. Dalam proses itu masyarakat NTT telah berhasil memilih yang terbaik dari yang baik.    

Kisah sukses dan keberhasilan pun mengiringi proses demokasi tersebut.  Sejumlah perubahan nampak pada wajah pembangunan dan perkembangan bumi NTT baik dari sisi infrastruktur dasar, ekonomi, pendidikan dan kesehatan serta berbagai sektor pembangunan lainnya.  

Namun masihkah kita bangga dengan kisah keberhasilan tersebutt tatkala kasus-kasus "malnutrisi" atau gizi buruk menghantui wajah bayi, anak-anak dan generasi masa depan NTT yang tak berdosa  tersebut? Masihkah menaruh harapan pada hasil pemilukada untuk menuntaskan duka nestapa wajah anak-anak NTT tersebut?

Dalam kalkulasi politik memang keberadaan bayi dan anak-anak tersebut tak memiliki pengaruh apapun dalam percaturan politik, apalagi bicara soal kontribusi dalam menentukan pemimpin masa depan NTT. Namun dibalik tangisan duka bayi dan anak NTT yang mengalami "malnutrisi" tersirat harapan dan kerinduan akan hadirnya sosok pemimpin yang merubah wajah muram tak bergizi menjadi wajah ceriah menyambut hari esok yang lebih baik. Mereka adalah generasi masa depan yang perlu mendapat perhatian serius.

NTT Langganan Kasus Malnutrisi

Setelah berselancar di dunia mba google yang cantik (googling), saya menemukan bahwa Provinsi NTT merupakan daerah yang langganan dengan kasus busung lapar. Bahkan selalu menduduki rangking teratas terkait kasus busung lapar di tanah air.

Situs resmi Kementerian Kesehatan RI menenggarai antara tahun 2005-2009, ada empat provinsi di Indonesia yang menjadi langganan kasus busung lapar yakni Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur dan Gorontalo. Situs itu menyebutkan pada tahun 2005, 2007 dan 2008, Provinsi NTT menduduki posisi teratas sedangkan tahun 2006 dan 2009 masing-masing ditempati Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kasus busung lapar di NTT kala kala itu mencapai 33, 6 %.  (baca disini)

sumber: gizinet
sumber: gizinet
Sementara itu pada tahun 2010, NTT menduduk perinkat ke II dari enam provinsi yang mengalami malnutrisi dibawah Jawa Timur.

sumber: gizinet
sumber: gizinet
Rapor merah penanganan masalah kesehatan bayi di NTT terus belanjut. Profil Kesehatan Kementerian Kesehatan pada tahun 2013 menjelaskan provinsi NTT menduduki rangking pertama presentasi balita kekurangan gizi mencapai 33,09 %. Disini presentasi balita kekurangan gizi malah naik 0,3 % dari periode 2005-2009 yang hanya 33,06 %. 

Sementara itu, pada tahun 2014  Dinas Kesehatan Provinsi NTT menemukan ada 3.351 orang anak menderita gizi buruk dan enam di antaranya meninggal dunia. Data ini diperoleh setalah Dinas Kesehatan NTT menimbang berat badan sekitar 361.696 orang anak. Dari jumlah iitu, yang gizi normal sebanyak 27.327 orang anak, gizi bermasalah dan gizi kurang sebanyak 23.963 orang anak. (lengkapnya disini).

Kasus malnutrisi atau busung lapar  di bumi  flobamora masih terus berlangsung antara 2015 hingga 2017, bahkan bisa jadi saat ini (2018) disaat para calon kepala daerah dan wakil kepala daerah bertarung memperebutkan tampuk pimpinan baik di tingkat provinsi maupun di 10 kabupaten yang akan melaksanakan pesta demokrasi serentak 2018. 

data-gizi-ntt-2013-jpg-5a7410ddf13344321a5b1a32.jpg
data-gizi-ntt-2013-jpg-5a7410ddf13344321a5b1a32.jpg

Pada tahun 2015, Dinas Kesehatan Provinsi NTT melaporkan  kurang lebih 1.918 anak di Nusa Tenggara Timur menderita gizi buruk selama Januari-Mei 2015. Tercatat 11 anak berusia di bawah lima tahun meninggal akibat gizi buruk. Selain itu, masih ada 21.134 anak balita yang mengalami kekurangan gizi.  (lengkapnya disini)

Memasuki tahun 2017, tepatnya tanggal 24 Januari 2017, mengutip Elshinta.com, selama periode Januari-Agustus 2016 tercatat kurang lebih 2.360 anak NTT menderita gizi buruk tanpa kelainan klinis.

Bahkan kasus ini menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) terkait kasus malnutrisi di tanah air.

"Dari jumlah tersebut terdapat satu balita di bawah umur lima tahun yang meninggal dunia dan masih ada kurang lebih 10.662 balita yang mengalami kekurangan gizi," kata Kepala Dinas kesehatan NTT Kornelis Kodi Mete saat ditemui di Kupang, sebagaimana dikutip elshita.com, 24 Januari 2017. (lengkap disini)

Hubungannya dengan Kepimpinan

Kasus busung lapar atau kekurangan gizi merupakan kasus yang merata disemua kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Ketika membaca berbagai sumber,  kasus ini dipengaruhi oleh berbagai faktor menjadi pemicu antara lain masalah ekonomi rumah tangga, rendahanya pendidikan dan pengetahuan, pola prilaku hidup tak sehat, minimnya sarana dan prasarana kesehatan serta sulitnya akses menuju pusat-pusat pelayanan kesehatan dan berbagai faktor yang lainnya.

Sayangnya saya belum menemukan relasi kasus malnutrisi dengan pola kepemimpinan. Bagi saya, pola kepemimpinan sangat menentukan bagaimana semua persoalan yang ada di daerah bisa diselesaikan. Bukankah pemimpin itu hadir untuk mencermati, menganalisi dan merumuskan persoalan-persoalan  itu dalam rumusan kebijakan dan program sebagai bentuk solusi.

Bila membaca data-data yang ada, maka kasus malnutrisi di NTT bukan hal yang baru. Masalah ini sangat mengakar dan bahkan "kronis"  jika disandingkan dengan standar gizi dan kesehatan anak berdasarkan WHO.

Tapi pertanyaannya kemanakan para pemimpin kita?

Pemimpin di daerah memang bukan satu-satunya "pemadam kebakaran" karena masalah ini juga menjadi tanggungjawab bersama antara pemerintah baik pusat maupun daerah serta masyarakat, tetapi selaku penentu kebijakan di daerah setidaknya  kepala daerah memiliki peran strategis dan menjadi ujung tombak menuntaskan  berbagai persoalan yang ada di daerah.

Ataukah mungkin isue-isue seputar  bayi, anak dan balita ini tidak terlalu urgent dan berpengaruh dalam perbicangan politik. Ataukah karena mereka tidak memiliki hak memilih?  

Sebenarnya tidak. Karena hakekat pertarungan politik adalah untuk kepentingan masa rakyat, tidak saja saat ini tetapi juga dimasa yang akan datang. Semua orang tahu anak-anak adalah empunya masa depan suatu daerah. Jika anak-anak diperhatikan dari berbagai kebutuhannya bukan mustahil akan menjadi aset dan tulang punggung masa depan pembangunan daerah dan bangsa.

Saat ini masyarakat NTT tengah mempersiapkan diri menghadapi pilkada 2018.  Ditengah euforia politik yang hingar-bingar ini dan gegap gembita musik-musik kampanye, sebenarnya kita memiliki satu pekerjaan rumah bersama yang diselelaikan. Dibalik kita dimabukan dengan ragam gagasan, ide, visi dan misi para calon pemimpin daerah, sejumlah bayi dan anak-anak NTT menangis dan berteriak asupan gizi yang cukup. 

Apakah kita tega? Karena itu tulisan hanyalah sebagai refleski dan sama sekali tak bermaksud mengajak masyarakat NTT memilih calon tertentu. Tapi setidaknya ditengah euforia politik yang kian memanassaat ini, kita juga perlu mengarahkan pikiran, tenaga dan daya kita bersama, entah sebagai masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, tokoh perempuan  atau siapapun termasuk para pasangan calon gubernur dan wakil gubernur maupun paslon bupati dan wakil bupati di 10 daerah kabupaten yang akan bertarung dalam pesta demokrasi 2018 agar memberikan perhatian serius terkait masalah "malnutrisi."  

Kita semua berharap para calon kepala daerah di NTT maupun para pemimpin di NTT benar-benar memberikan dukungan kebijakan dan program untuk memerangi masalah "malnutrisi" yang terus bercokol dalam perjalanan masyarakat NTT. 

Semoga para calon pemimpin yang maju dalam pilkada NTT  2018 baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota memiliki visi dan misi dan komitmen politik untuk mengatasi masalah ini. Jika tidak abaikan calon pemimpin seperti ini. Kita butuh pemimpin yang memiliki hati dan kepekaan akan nasib bayi dan anak di NTT. 

"Karena kalau bukan kita siapa lagi dan kalau bukan sekarang kapan lagi." 

#Salam

#Penulis: Petrus Rabu-Tinggal di Waisai, Raja Ampat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun