Indonesia sehat menjadi target dan cita-cita bangsa yang diharapkan terwujud pada tahun 2025. Artinya dalam tujuh tahun kedepan bangsa ini sudah sehat. Sehat Jasmani dan rohani. Seluruh warga negara ini dari Sabang sampai Merauke sudah hidup sesuai dengan standart-standart umum kesehatan.
Namun jika melihat kenyataan yang ada bukankah waktu tujuh tahun itu terlalu singkat untuk membangun Indonesia Sehat itu. Membangun Indonesia sehat itu memang tak semuda membalik telapak tangan.Â
Apalagi indonesia merupakan negara yang besar dengan berbagai latarbelakang suku, budaya dan bahasa didalamnya dengan penyebaran penduduk merata di seluruh nusantara dari perkotaan, perdesaan hingga ke penggunungan dan daerah terpencil. Â Kendatipun demikian kita tetap optimis bahwa perjuangan itu akan tercapai. Â Dan sebenarnya masih banyak yang perlu dibenahi untuk "Mewujudkan Indonesia sehat 2025."
Pada tanggal 16 Agustus 2017, situs resmi Kementerian Kesehatan merealess pada tahun 2015, kasus kematian mencapai 33.278, Tahun 2016 mencapai 32.007 dan di tahun 2017 di semester I sebanyak 10.294 kasus. Demikian pula dengan angka kematian Ibu turun dari 4.999 tahun 2015 menjadi 4912 di tahun 2016 dan di tahun 2017 (semester I) sebanyak 1712 kasus. (baca)
Ini hanya salah satu indikator bahwa perjuangan kita masih teramat panjang dalam  mewujudkan Indonesi Sehat. Masih banyak hal lain yang perlu dibenahi.Â
Namun kesehatan ibu dan anak menjadi indikkator utama Bahwa ibu yang sehat, bayi dan anak-anak sehat menjadi tolak ukur tentang kesehatan sebuah bangsa. Oleh karena itu sangat penting memberikan perhatian yang serius terhadap kesehatan ibu dan anak dimana pun di wilayah nusantara ini, mulai dari perdesaan hingga perkotaan.
Kasus kematian bayi yang terjadi di Kabupaten Asmat-Provinsi Papua menjadi preseden buruk dan "rapor merah" Â perjuangan pembangunan bidang kesehatan di tanah air.
Duka kemanusiaan yang terjadi di Asmat-Provinsi Papua merupakan sebuah "fenomena gunung es" pembangunan dan pelayanan kesehatan di tanah air. Â Kisah pilu yang dihadapai masyarakat Papua hanyalah secuil dari kasus-kasus serupa yang sering terjadi daerah pendalaman dan terpencil di Indonesia namun luput dari perhatian publik.
Inilah "rapor merah" pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan ditengah perjuangan "Mewujudkan Indonesia Sehat 2025". Â Oleh karena itu baik pemetintah maupun semua pihak pemangku kepentingan diharapkan benar-benar serius dalam membangun kesehatan ibu dan anak.Â
Kesehatan ibu itu perlu dijaga untuk melahirkan generasi masa depan bangsa dan anak-anak merupakan generasi penerus perjuangan bangsa. Apa jadinya jika kesehatan ibu dan anak ini diabaikan.Â
Masihkah kita mengharapkan masa depan yang gemilang? Tentu tidak. Karena itu saatnya membangun komitmen dan gerakan untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak di Indonesia.
Terkait dengan masih tingginya kasus-kasus kematian ibu dan anak maka sangat penting kiranya membenahi konsep dan tata kelola pembangunan di bidang kesehatan.Â
Pertama, pemerataan pembangunan kesehatan diseluruh wilayah nusantara tidak saja dalam hal pembangunan infrastruktur dasar tetapi juga pemerataan penyebaran tenaga medis mulai dari dokter, perawat, tenaga bidang dan tenaga-tenaga kesehatan masyarakat lainnya.Â
Dan pemerataan pembangunan ini tidak hanya "jargon" semata tetapi benar-benar dilaksanakan.
Kedua, membangun dari desa dan pendalaman. Untuk mewujudkan kesehatan ibu dan anak maka fokus pembangunan kesehatan yang selama ini di perkotaan harus bergeser ke wilayah-wilayah perdesaan, pendalaman dan daerah-daerah terpencil. Sebab daerah-daerah pedalaman dan terpecil masih menjadi "momok" dan rentan dengan kematian ibu dan bayi.Â
Hal ini disebabkan karena tingkat kesulitan masyarakat untuk menjangkau pusat-pusat pelayanan kesehatan seperti rumah sakit atau pun puskesmas.
Ketiga: Insentif Khusus. Â Masalah lain yang menyebabkan tingginya angka kematian ibu dan anak di pedalaman dan daerah terpencil karena kurangnya tenaga medis. Kalaupun ada maka sangat jarang betah ditempat.Â
Oleh karena itu, sangat penting diberikan intesif khusus bagi tenaga medis yang bersedia mengabdi diwilayah-wilayah terpencil dan pendalaman di Indonesia.
Ketiga, Pemberdayaan Masyarakat Setempat. Dalam mengatasi kekurangan tenaga medis dan rendahnya minat  tenaga medis untuk mengabdi di wilayah-wilayah terpencil maka sangat penting dilakukan pemberdayaan masyarakat setempat dengan memberikan beasiswa khusus bidang kesehatan atau berbagai program lainnya.  Diharapkan usai program pendidikan akan kembali mengabadi didaerah sendiri.
Ini hanya beberapa solusi kecil terkait masih tingginya kematian ibu dan bayi di tanah air. Saya percaya pemerintah memilik strategi yang lebih mutakhir dalam mengatasi masalah kesehatan ibu dan anak di wilayah-wilayah pedalaman dan terpencil di Indonesia.
Dengan demikian diharapkan mimpi mewujudkan Indonesia sehat ini dapat terwujud dan tidak terulangnya duka kemanusiaan sebagaimana yang terjadi Kabupaten Asmat Provinsi Papua.
#Salam
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI