Bumi Nusa Tenggara Timur (NTT) umumnya dan "Bumi Congkasae" julukan Kabupaten Manggarai di Flores Barat kembali dihebohkan dengan ulah oknum aparat Kepolisian Polres Manggarai yang diduga melakukan tindakan represif terhadap salah satu warga Kabupaten Manggarai-Nusa Tenggara Timur. Kisah oknum polisi yang main hakim sendiri ini telah mewarnai halaman-halaman pemberitaan media online dan media cetak di Nusa Tenggara Timur (baca)
Tidak hanya ini jauh sebelumnya hal serupa juga dilakukan oleh oknum tepatnya pada tanggal 09 Desember 2017, saat Aktivis Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia/PMKRI Cabang Ruteng melakukan aksi demo damai di Mapolres Kabupaten Manggarai terkait Peringatan Hari Anti Korupsi Dunia. Kala itu sejumlah aktivis PMKRI Cabang Ruteng dicekik, dipukul dan ditendang bahkan diancam mematahkan leher pada pendemo oleh sejumlah oknum aparat Kepolisian Kabupaten Manggarai. (baca)
Ini mungkin hanya sebagian kecil dari lembaran kelam kasus-kasus tindakan kekerasan yang dilakukan oleh oknum kepolisian di tanah air. Mungkin masih banyak hanya saja luput dari perhatian publik.
Tentu kita juga akui bahwa masih banyak bahkan ribuan anggota polisi yang memberikan teladan hidup yang baik dalam melaksanakan tugas-tugas pelayanannya kepada masyarakat.
Bila berkaca pada tugas dan wewenang Kepolisian Republik Indonesia maka tindakan represif sebagaimana yang dialami Aktivitis PMKRI Cabang Ruteng merupakan tindakan yang perlu disesalkan dan sangat disayangkan. Untuk itu perlu kiiranya pimpinan dalam institusi Polri segera membenahi dan memberikan tindakan bagi anggota atau oknum-oknum kepolisian yang bertindak seenaknya dan berlangkah diluar protap atau proses tetap yang telah digariskan.
Tentu ingat pepatah, "Nila Setitik Rusak Susu Sebelangga." Artinya bahwa ulah anggota atau oknum tertentu berdampak pada nama baik isntitusi. Ulah oknum tertentu mempengaruhi citra atau nama institusi baik Polri tempat dimana oknum itu mengabdi.
Sebagaimana kita ketahui bersama saat ini Kepolisian Republik Indonesia terus melakukan reformasi dalam hal segala hal termasuk upaya untuk terus  meningkat pelayannya kepada masyarakat.
Sayangnya ditengah upaya-upaya itu masih saja ada kisah pilu dan catatan hitam masih saja menghiasi lembar sejarah perjalanan Polri.. Kesalahan-kesalahan teknis dilapangan sebenarnya bisa saja kita maklumi tetapi sangat tidak diterima dengan akan sehat, jika ada oknum polisi yang memanfaatkan jabatan untuk mengancam, memukul, mencekik  atau pun menghilangkan nyawa orang. Bukankah hal-hal ini bertolak belakang dengan tugas dan wewenang utama Kepolisian Negara Republik Indonesia yang hadir untuk memmberikan perlindungan dan memberikan rasa aman bagi masyarakat?
Memberikan Perlindungan
Wikipedia berbahasa Indonesia menguraikan tugas-tugas pokok Kepolisian Republik Indonesia sebagai berikut memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; menegakkan hukum; dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Dan publik pun tahu tugas-tugas ini.
Dari tugas-tugas ini, "memberikan perlindungan" menjadi hal sangat menarik perhatian saya jika dikaitkan dengan kasus-kasus yang menimpah aktiviis PMKRI di Kabupaten Manggarai.
Kata "Perlindungan" memberikan definisi yang tegas dan jelas bagi kita bahwa polisi itu hadir untuk melindungi, memberikan rasa aman, dan menjaga warga dari segala macam tindakan yang mengancam baik jiwa maupun raga. Â Hal inilah yang membuat aparat kepolisian selalu dinantikan dan dibutuhkan kehadirannya dikala warga merasa terancam atau terdesak oleh siapa pun atau apa pun.
Seorang pelindung hadir tidak memberikan ancaman, tidak memberikan tekan-tekanan baik fisik maupun psikis. Tetapi Seorang pelindung dia datang dan benar-benar membawa rasa aman secara fisik maupun psikis.
Tentu dalam pelaksanaannya aparat kepolisian menghadapi berbagai tantangan dilapangan. Bisa saja polisi dicaci maki, disumpahi dan lain sebagainya. Tantangan-tantangan seperti itu tentunya menjadi ujian untuk mematangkan langkah dan  panggilan jiwa dalam melayani dan memberikan perlindungan kepada masyarakat.
Sebagai pelopor penegakan hukum maka aparat atau oknum kepolisian harus memberikan teladan yang baik. Polisi harus hadir menjadi penengah. Untuk itu suka atau tidak suka, polisi harus memiliki jiwa yang besar dan hati yang bijaksana dalam menghadapi masyarakat yang datang dengan berbagai karakter dan latarbelakang sosial tersebut.
Polisi diharapkan dengan hati yang dingin dan bijaksana untuk menghadapi setiap pengaduan, aktivitas demo atau apapun yang disampaikan masyarakat. Entah itu mahasiswa maupun masyarakat biasa. Â
Hal ini sudah sangat tegas dijelaskan pada Undang-Undang Nomor 1 tahun 1961 Â tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Polisi Negara Republik Indonesia. Pasal 1 dengan tegas menyebutkan Kepolisian Negara Republik Indonesia, selanjutnya disebut Kepolisian Negara ialah alat negara penegak hukum yang terutama bertugas memelihara keamanan dalam negeri. Dan pasal 2, Kepolisian Negara dalam menjalankan tugasnya selalu menjunjung tinggi hak-hak asasi rakyat dan hukum negara.
Semoga kedepan, polisi semakin baik dan semakin dicintai warganya.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H