Hal ini berlaku pula pada musik rock sebagai bagian dari industri, yang kemudian sedikit demi sedikit tergeser dengan kemunculan aliran pop alternatif, melayu, dan boyband di industri musik.
Musik Rock memang tidak pernah benar-benar mati, namun memasuki awal dekade 2000-an antusiasme masyarakat kemudian mulai beralih. Pop Alternatif seperti yang dibawakan oleh Ungu, Sheila on 7, dan Peterpan meledak dan begitu digandrungi oleh para kawula muda.
Pada pertengahan dekade, aliran melayu seperti yang dibawakan oleh ST 12 dan Kangen Band turut berkompetisi dan memberi warna pada industri musik. Secara serempak anak-anak muda di Semarang pun ikut terpengaruh, bahkan pada fase ini banyak band yang memfokuskan penciptaan notasi, aransemen, dan lirik lagunya dengan style yang hampir mirip dengan mereka.
Mulai dari SM*SH, Coboy Junior, Cherrybelle, JKT 48, bahkan ala Boyband/Girlband Korea (K-Pop) mampu merebut pangsa pasarnya yakni para kawula muda.
Acara-acara musik yang menampilkan boyband pun turut dihelat di Semarang. Sebagai contoh penampilan boyband legendaris Westlife yang terselenggara pada 1 September 2019 lalu.
Tentunya, pilihan seseorang atas suatu fenomena yang terjadi dari perubahan produk budaya ini, sedikit banyak akan termanifestasi dalam gaya hidupnya. Musik rock memang belum benar-benar tumbang sepenuhnya, bahkan aliran musik yang mampu memberi pengaruh besar di kalangan muda-mudi di Indonesia ini, pasti suatu saat akan kembali bangkit.
Tren musik bagaikan sebuah metamorfosis, kadang muncul dipermukaan kadang tenggelam. Semuanya pun kembali pada selera masing-masing dan tidak ada satu pun yang dapat memaksakannya. Tinggal bagaimana cara membangkitkannya, biarlah para Rocker yang berbicara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H