Ideologi dilahirkan untuk memberi makna pada tindakan setiap manusia dan ideologi dapat memberi implikasi etis serta moral dalam hidup berbangsa dan bernegara. Driyarkara menegaskan bahwa Ideologi Pancasila adalah kodrat manusia. Dalam arti, Pancasila sebenarnya adalah wujud kristalisasi dari kodrat manusia itu sendiri. Pancasila sesungguhnya adalah rumusan dari realitas hidup yang sebenarnya dan bukan hanya realitas manusia Indonesia, melainkan realitas manusia pada umumnya. Menurutnya, manusia pada keadaan yang kongkret adalah ia yang tidak berdiri sendiri atau terpisah dari segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Tepatnya, manusia dalam kesatuannya dengan realitas yang sesungguhnya adalah ia yang bukan berdiri sendiri, melainkan ada bersama dengan orang lain dalam cinta kasih (Sudiarja, 2006: 128).
Pandangan terhadap Pancasila seperti ini akan membangun kesatuan yang dapat disebut sebagai kebangsaan. Unsur kesosialan yang terdapat di dalam Pancasila akan membawa manusia mengenal dirinya dan bersatu dengan orang lain. Dalam kebersamaan itulah manusia membangun kesatuan yang disebut kebangsaan. Jadi letak kebangsaan ada dalam kesatuan manusia yang mempribadikan diri bersama orang lain. Driyarkara berpendapat bahwa kepribadian bangsa sebagai keseluruhan ditentukan oleh kepribadian nasional dari para warganya. Namun demikian, kepribadian nasional dari warganya juga ditentukan oleh kepribadian bangsanya.
Sedangkan kepribadian dan karakter bangsa terletak pada sikap, cara memandang, dan tindakan orang-orang yang ada dalam suatu bangsa tertentu dalam membentuk kesatuan. Menurut Driyarkara, hal pertama yang perlu disadari oleh setiap manusia yang ada di dalam negara ialah bahwa "negara adalah kita, negara bukanlah aku". Oleh karena itu, aspek penting yang hendak digapai dalam negara sebagai satu bentuk kehidupan ialah nilai hidup dari adanya kebersamaan (Sudriyanto, 1992: 30).
Melihat konsep pancasila dan kebangsaan yang digagas oleh Driyarkara ini, maka sebenarnya para pemimpin bangsa dapat meminjamnya dalam upaya membenahi degradasi nasionalisme yang sedang melanda generasi muda dewasa ini. Bangsa Indonesia harus gencar menonjolkan sisi budaya sebagai ciri dan watak nasionalisme yang khas dari keragaman etnik yang dimiliki. Dengan demikian, pendidikan sebagai pemanusiaan manusia muda harus dijalankan dengan konsisten sebagai upaya membangun karakter bangsa yang pancasilais.
Tentunya, hal ini dilakukan untuk merawat nilai-nilai luhur dan karakter bangsa Indonesia, serta menangkal dampak buruk dari budaya luar yang tidak baik. Pancasila yang berasaskan gotong royong, kekeluargaan, serta musyawarah dan mufakat harus terus ditanamkan dari mulai lingkup terkecil di dalam keluarga hingga pendidikan formal yang dijalani oleh generasi muda agar bangsa Indonesia tetap berdiri teguh sebagai bangsa yang terhormat dan bermartabat.
Sumber:
Dewi, Ita Mutiara, 2008. Nasionalisme Dan Kebangkitan Dalam Teropong. Jakarta: Mozaik.
Driyarkara, 1978. Driyarkara tentang Manusia, Yogyakarta: Yayasan Kanisius.
Driyarkara, 2008. Sosialitas sebagai eksistensial: pidato inaugurasi, diutjapkan pada peresmian penerimaan djabatan guru-besar luar biasa dalam ilmu filsafat pada Fakultas Psychologi Universitas Indonesia Djakarta pada tanggal 30 Djuni 1962. Michigan: University of Michigan Press.
Danuwinata, 2006. Karya Lengkap Driyarkara; Esai-Esai Pemikiran yang Terlibat Penuh dalam Perjuangan Bangsanya, Jakarta: Gramedia.
Sutrisno, Mudji, 2000. Driyarkara, dialog-dialog panjang bersama penulis, Jakarta: Obor.
Gutek, Gerald. L, 1988. Philosophical and Ideological Perspectives on Education, New Jersey: Prentice Hall.
Irianto, Agus, 2011. Pendidikan sebagai Investasi Dalam Pembangunan Suatu Bangsa. Jakarta: Kencana.
Rifqi, Asep, 2016. Konsep Hominisasi dan Humanisasi Driyarkara, Yogyakarta: Fakultas Filsafat, Pascasarjana Universitas Gajahmada.
Shindhunata, 2000. Menggagas Paradigma Baru Pendidikan, Yogyakarta: Kanisius.
Sutrisno, Mudji, 2006. Drijarkara-Filsuf yang Mengubah Indonesia. Yogyakarta: Galang Press.
Sudiarja, A dkk (ed), 2006. Karya Lengkap Driyarkara. Jakarta: Gramedia.
Sudriyanto, 1992. Filsafat Pancasila Driyarkara, dalam majalah Driyarkara, tahun VIII no. 1.
Wattimena, Reza, 2005. Melampaui Negara Hukum Klasik: Sebuah Upaya Filosofis-Teoretis, dalam Jurnal Driyarkara, tahun XXVIII, no. 2.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H