Almarhum Hamid Abdullah (Sejarawan UNDIP) dalam penelitiannya tentang silsilah Melayu Bugis memperoleh informasi tentang sebab musabab terjadinya perantauan Opu Bugis Lima Bersaudara ke Semenanjung Melayu. Kedatangan orang Bugis ini tidak lepas dari hiruk pikuk suasana politik antara Kerajaan Gowa dan Bone yang memperebutkan hegemoni politik di Sulawesi Selatan pada abad ke-17.
Opu Bugis Lima ini adalah merupakan anak-anak dari Opu Tendri Borong Daeng Rilekke yang masih memiliki hubungan dengan kerajaan Luwu di Sulawesi Selatan. Kelima bersaudara tersebut terkenal sebagai pelaut yang pemberani dan banyak membantu kerajaan-kerajaan yang sedang mengalami kesulitan atau peperangan.
Opu Daeng Perani sebagai anak yang tertua memiliki peranan yang penting dalam membantu Raja Sulaiman untuk meraih kemenangan dan menyelamatkan adiknya yakni Tengku Kamariah yang ditawan oleh Raja Kecik pada saat peperangan terjadi. Sebagai penghargaan atas jasanya, Raja Sulaiman kemudian membentuk suatu jawatan dan memberikan gelar kepada Daeng Perani sebagai Yang Dipertuan Muda atau Yamtuan Muda.
Namun demikian, Daeng Perani menolak dan mengusulkan agar yang menjadi Yamtuan atas Johor-Riau diberikan kepada adiknya yakni Daeng Marewah (Yamtuan I).
Sebagai gantinya Raja Sulaiman kemudian menikahkan Daeng Perani dengan adiknya yang bernama Tengku Tengah. Keturunan Opu Daeng Parani lah yang kemudian memegang peranan politik yang besar di dalam pemerintahan Kerajaan Johor-Riau-Lingga. Putera sulungnya yakni Opu Daeng Kemboja (1745 -1777) menjadi Yang Dipertuan Muda Riau III selepas kemangkatan Opu Daeng Chelak (Abdullah: 1984).
Ada pun keturunannya yang lain yaitu Raja Ali bin Daeng Kemboja bin Daeng Parani (1784 - 1806) juga menjadi Yang Dipertuan Muda setelah Raja Haji Fisabilillah wafat pada saat menentang Belanda di Melaka pada tahun 1784 (Ahmad Farhan bin Abdullah, 2011; 42).
Di kompleks pemakaman ini, para peziarah tidak hanya berasal dari Indonesia saja, melainkan juga berasal dari negara serumpun yakni Malaysia, Singapura, dan Brunai Darussalam.
Sebagai penghargaan atas jasa kedua tokoh ini, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2009 kemudian menerbitkan buku yang berisi silsilah Melayu dan Bugis atau yang dikenal dengan Kitab Silsilah Melayu dan Bugis dan Sekalian Raja-rajanya. Buku ini merupakan alih aksara atau dirumikan dari teks edisi huruf jawi (huruf Arab Melayu) ke bahasa Indonesia.
Kampung Bugis dan Keunikannya
Eratnya keterkaitan sejarah antara Suku Bugis dengan Masyarakat Melayu yang telah berlangsung sejak lama, menyebabkan proses asimilasi budaya dapat berjalan dengan baik. Anak keturunan Bugis ini kemudian fasih dalam berbahasa melayu dan mampu menyatu dengan resam adat yang dipegang teguh oleh masyarakat Melayu.