Sejak 1981, eksistensi Shinta kemudian mengalami banyak kendala. Selain permasalahan internal dan wilayah Johar yang rentan tindak kriminalitas, perkembangan gedung-gedung diskotek lainnya juga berpengaruh pada penurunan volume pengunjung. Setidaknya pada rentan 1980-an, banyak diskotek dan night club yang bermunculan ada juga yang tenggelam.
Tempat-tempat tersebut antara lain Diskotek Canasta, di kawasan Jalan Agus Salim, Hiu Kencana di kawasan hiburan Tirta Ria Tanjung Mas, Ming Palace di Metro Hotel, night club di dalam Hotel Sky Garden, Stardust yang terletak di kawasan elit Tanah Mas, Studio One, Venus yang terletak di lantai VII Plasa Simpang Lima, Super Star di Jalan Kenari, Lambada di Komplek Hotel Srondol, Siliwangi Pusat Dansa (SPD)/Superdome di Jalan Sudirman (Siliwangi), Murni Musik (MM) di Jalan Gajah Mada, dan Diskotek Scorpio.
Hingga memasuki era 1990-an Shinta kemudian benar-benar tenggelam karena kalah bersaing dengan diskotek lainnya, keseluruhan gedung SCD (Shopping Center Djohar) kemudian direnovasi dan selesai pada tahun 1994, pemerintah kemudian hanya memfungsikan tempat ini sebagai pusat perbelanjaan. Hal ini kemudian menjadi tanda tamatnya Shinta, diskotek pertama di Semarang.
Sumber:
A. B. Susanto, Potret-Potret Gaya Hidup Metropolis (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2001).
Anggadewi Moesono, Minat Remaja Pada Musik Disko: Profil Remaja Pengunjung Diskotek. Pembinaan Anak dan Remaja (Jakarta: Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995).
Malbon, Clubbing: Dancing, Ecstacy, and Vitality (London: Routledge, 1999).
Muhammad Liyansyah, "Dugem Gaya Hidup Para Clubbers" (Medan: Jurusan Antropologi Sosial Universitas Sumatera Utara, 2009)
R.S Damardjati, Istilah-istilah Dunia Pariwisata (Jakarta: Pradnya Paramita, 2001).
Shabrina Alfari, "Inspirasi Desain Bar dan Klub Malam", dalam https//www.arsitag.com/article/inspirasi-desain-bar-dan-klub-malam
"Casino dan Sematjam "Miraca Sky Club" Dibuka Diatas SCD", Suara Merdeka, 19 Desember 1969.