Mohon tunggu...
Petra Wahyu Utama
Petra Wahyu Utama Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sejarah

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.” -Pramoedya Ananta Toer-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenal Suku Laut di Kepulauan Riau

22 November 2019   15:40 Diperbarui: 30 Desember 2019   18:19 2708
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto. Sampan Orang Laut Kepri (Sumber: Wacana.Co)

Kemaritiman telah menjadi budaya yang mengakar kuat di tengah masyarakat Melayu di Kepulauan Riau. Dari mulai perihal mencari nafkah hingga adat istiadat yang dipelihara hingga saat ini, sebagian besar adalah perwujudan dari kebudayaan maritim. Berkaitan dengan Orang Laut ini, pemerintah Provinsi Kepulauan Riau mulai membenahi tatanan pola kehidupan mereka dengan membangun sarana perumahan, kesehatan, dan pendidikan disekitar pesisir pantai yang khusus diberikan secara gratis dan berabagai program-program pemberdayaan masyarakat pulau dan pesisir, yang khusus ditujukan untuk Orang Laut.

Bertahun-tahun Dinas Sosial Provinsi Kepulauan Riau melakukan upaya sosialisasi kepada Orang Laut dan membujuk mereka untuk tinggal di darat. Pada awalnya Orang Laut menuruti apa yang diinginkan oleh pemerintah. Namun hal ini tidak berlangsung lama, banyak dari mereka yang meninggalkan rumah-rumah yang telah disediakan dan kembali lagi hidup di laut karena mereka menganggap rumah di darat hanya sebagai persinggahan sementara saja.

Hal ini tidak serta merta membuat pemerintah setempat menjadi patah semangat. Upaya terus dilakukan pemerintah agar Orang Laut ini mau tinggal dan menetap di darat. Harapan pemerintah adalah ketika mereka mampu hidup di darat maka upaya untuk mendekatkan mereka terhadap peradaban modern akan semakin besar. Orang laut kemudian sedikit demi sedikit telah menempati rumah-rumah yang disediakan oleh pemerintah dikawasan Berakit (Kecamatan Teluk Sebong), Air Kelubi (Kecamatan Bintan Pesisir), Numbing (Bintan Pesisir), Kawal Pantai (Gunung Kijang) dan Mapur (Teluk Sebong), Pulau Bertam (Batam), Desa Penuba (Lingga), Pulau Mensemut (Senayang), dan beberapa titik di Anambas serta Natuna.

Akan tetapi frame pemerintah bahwa segala sesuatu yang beradab harus berhubungan dengan darat seolah-olah melupakan bahwa orang-orang laut ini adalah kelompok yang sejak ratusan tahun lalu telah mengarungi lautan pada siang hari maupun malam hari, hujan, badai bahkan gelombang besar bukanlah sesuatu yang menakutkan bagi mereka tetapi merupakan tantangan yang harus disikapinya dengan arif dan bijak. Kepekaan mereka terhadap tanda-tanda yang diberikan oleh alam jauh melebihi orang-orang yang lahir dan menghabiskan hidupnya didarat. Jadi tidak heran jika mereka memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan alam.

"Mendaratkan" yang selama ini masih dianggap sebagai upaya satu-satunya upaya untuk mendekatkan mereka kepada peradaban modern, pemerataan kesejahteraan dan pendidikan harus dikaji ulang. Mengingat sejak ratusan tahun lalu mereka telah memiliki peradabannya sendiri bahkan jauh lebih hebat dalam mengamati fenomena alam dibanding dengan teknologi modern yg dipakai pada saat ini. Solusi baru yang lebih baik harus segera diformulasikan agar mereka yang sudah didaratkan tidak melulu kembali lagi ke laut sehingga pemerataan kesejahteraan bagi Orang Laut ini dapat tercapai dengan baik.

Puskesmas dan Sekolah Perahu adalah Keniscayaan

Perpres Nomor 129 Tahun 2018 tentang Rincian APBN 2019 telah memutuskan bahwa anggaran pendidikan 2019 sebesar Rp. 492,555 Triliun dan anggaran kesehatan yang mencapai Rp 121,9 Triliun, dimana terdiri dari Rp. 88,2 Triliun melalui belanja pusat dan Rp. 33,7 triliun melalui transfer ke daerah. Melihat besarnya anggaran pendidikan dan kesehatan ini, maka pengadaan Puskesmas keliling yang menggunakan perahu bermotor ataupun sekolah-sekolah diatas perahu sangat memungkinkan untuk diselenggarakan.

Jika sarana ini bisa terwujud, maka pemerintah harus melakukan rekrutmen terhadap tenaga medis ataupun tenaga pendidik yang benar-benar memiliki hati untuk mencerdaskan dan menyehatkan kehidupan masyarakat pesisir. Jika perlu tenaga-tenaga pendidik dan kesehatan ini diberikan bayaran besar sesuai dengan jerih payah yang mereka lakukan. Hingga sekarang masih belum ada sekolah-sekolah formal yg dibuat khusus dengan menggunakan perahu sebagai sarana dan tempat anak-anak dari Orang Laut untuk belajar dalam menimba ilmu pengetahuan.

Perlu disadari bahwa nilai-nilai budaya dari Orang Laut adalah sebuah kekhasan yang membedakan jati diri mereka dengan masyarakat yang lainnya. Upaya "Mendaratkan" justru menyebabkan laut menjadi tersingkir dari ranah budayanya dimana selama ini laut adalah sumber kehidupan bagi mereka. Hal ini secara otomatis juga menimbulkan keterpaksaan bagi mereka untuk 'menetap' di satu-dua tempat, dan tidak lagi bisa hidup berpindah seperti yang telah dilakukan oleh nenek moyangnya.

Jika pemerintah mampu mewujudkan solusi yang lebih baik, maka dengan demikian kita sebagai orang Indonesia yang sering menyanyikan lagu "Nenek Moyangku Seorang Pelaut" tidak melupakan identitas bangsanya sendiri sebagai masyarakat bahari, mengingat nenek moyang kita yang sejak berabad-abad lalu telah menjadikan laut sebagai dimensi utama dalam dinamika perdagangan dan sarana interaksi antar bangsa maka "Melautkan Diri Kita Kepada Orang Laut" adalah hal yang harus segera mewujud. Semoga menjadi bahan renungan bagi kita semua.

Daftar Pustaka

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun