Mohon tunggu...
Petra Wahyu Utama
Petra Wahyu Utama Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Sejarah

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.” -Pramoedya Ananta Toer-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Semarang dan Kisah tentang Congyang

17 November 2019   00:03 Diperbarui: 17 November 2019   00:07 789
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Racikan ini kemudian mulai diproduksi dan dilempar ke pasaran. Ternyata pergulatan Koh Tiong dalam mengkreasikan minuman ini mendapatkan antusiasme dari masyarakat kota Semarang. Ide yang super brilian ini kemudian menghantarkan perubahan nama, dari A DJONG menjadi TIGA DEWA dan pada tahun 1985 dipatenkan menjadi CAP TIGA ORANG. Hingga saat ini Cap Tiga orang dikenal luas dengan istilah Congyang. Bagi para penikmatnya, Congyang merupakan air kedamaian, air kata-kata yang rasanya manis dan menghangatkan. Namun sebenarnya ramuan yang terkandung pada Congyang, diracik secara khusus oleh Koh Tiong untuk meningkatkan kejantanan atau keperkasaan bagi lelaki, dengan takaran khusus yakni 1 sloki (gelas kecil). Konsumsi Congyang yang sesuai dengan aturan akan berkhasiat untuk melancarkan peredaran darah dan membuat otot serta saraf menjadi rileks. Konsumsinya tidak boleh melebihi dosis karena jika melebihi dosis, maka minuman ini dapat memabukkan hingga menyebabkan seseorang menjadi hilang ingatan.

Perubahan Fungsi dari Jamu Menjadi Minuman Memabukkan

Congyang yang pada esensinya adalah minuman yang dibuat sebagai jamu kesehatan, akan tetapi pada perjalanannya, jamu ini banyak dikonsumsi secara berlebihan oleh para konsumennya. Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, maka pemerintah membuat kebijakan dengan memasukkan minuman ini kedalam kategori minuman beralkohol golongan B karena didalamnya memiliki kandung alkohol sebesar 19.5%. Peredaran minuman ini kemudian harus dilakukan dalam pengawasan yang ketat.

Di lain sisi, sebagian kalangan beranggapan bahwa minuman keras ini adalah sumber dari meningkatnya kriminalitas yang terjadi di Kota Semarang. Terutama berkaitan dengan masalah penyimpangan pergaulan remaja, banyak sekali kasus yang ditengarai terjadi dikalangan pelajar bersumber dari konsumsi minuman ini secara berlebihan. Congyang yang sangat mudah untuk didapatkan dengan harga yang cukup terjangkau dituding berpengaruh pada peningkatan masalah kriminalitas yang terjadi di Kota Semarang terutama perkelahian.

Namun demikian, eksistensi minuman ini yang sudah ada sejak lama menyebabkan sebagian dari kalangan lainnya menganggap mengonsumsi Congyang adalah sebagai bagian dari budaya khas yang melekat pada orang Semarang. Tidak heran bila minuman ini mudah dijumpai di tengah-tengah perhelatan pernikahan, sunatan, dan pertunjukan musik. 

Kemampuan Congyang untuk Bertahan

Meski keberadaan Congyang menimbulkan pro dan kontra, namun perkembangan minuman ini kian lama justru semakin pesat. Hal tersebut terbukti dari berpindahnya tempat produksi lama di Jalan Wot Gandul ke areal yang lebih luas yakni di Jalan Industri IV/C Nomor 10-11. Congyang kemudian mulai dikelola dengan manajemen yang lebih profesional dibawah naungan PT. TIRTO WALUYO. Perusahaan ini dari waktu ke waktu memproduksi varian lain selain Congyang. Hingga saat ini nama Anggur Kolesom Cap Orang Tua, Malaga, Mansion, Vodka, dan Anggur Beras Kencur adalah produk dari PT. Tirto Waluyo yang begitu akrab ditelinga masyarakat.

Eksistensi Congyang yang sejak dahulu harus bergulat dengan razia-razia yang dilakukan oleh aparat kemudian menemui titik terang pada tahun 2010. Cong Yang kemudian dilegalkan sebagai produk komoditi yang dilengkapi dengan cukai dagang di tutup botolnya serta BPOM.RI.MD 100211026009 pada kemasannya. Meskipun produk ini laris manis dipasaran, produksi Congyang tetap dibatasi oleh Pemerintah Kota Semarang. Setiap harinya PT. TIRO WALUYO hanya diperbolehkan memproduksi maksimal 1.000 dus

Lepas dari pro-kontra terhadap kehadiran minuman ini, orang-orang telah menjadikannya sebagai oleh-oleh yang khas, dimana hanya di Semarang produk ini benar-benar diproduksi tanpa ada cabang-cabang di kota lain. Setelah dilengkapi dengan cukai, para konsumen bisa mendapatkannya dengan harga eceran mulai dari Rp. 35.000,- hingga Rp. 40.000,- di warung-warung minuman yang telah mendapatkan ijin untuk memperdagangkan produk ini.

-Diolah dari Berbagai Sumber-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun