Mohon tunggu...
Yancen Piris
Yancen Piris Mohon Tunggu... profesional -

Seorang pribadi yang selalu ingin belajar dan belajar. Sudah pergi ke berbagai tempat, dalam maupun luar negeri, sudah bertemu banyak orang dengan karakter masing-masing, sudah membaca sana sini, hingga akhirnya makin asyik menyebut dirinya: SANG PEMULA!

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Polisi Sekarang, Polisi Samapta?

22 Maret 2011   07:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:33 5740
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

Matahari belum terlihat, suasana masih sunyi, ayam pun sepertinya belum siap berkokok. Di suatu tempat, dengan sejumlah barak persegi panjang, ada sebuah lapangan dengan tiang bendera di titik sentral. Suasana itu bertahan hingga beberapa detik kemudian muncul seorang pria berpostur tegap, tak kekar tapi bugar, berlari dengan menenteng terompet. Dia berhenti tepat sejajar dengan tiang bendera, lalu ia pun melakukan 'ritual itu', meniup terompet keras-keras berirama membangun seluruh penghuni kompleks barak itu.

Teettttteereeeetteeeeteeeeettttt!!!

Tak berapa lama, sekeliling pria itu sudah diisi sejumlah lapis barisan pria-pria tegap lainnya. Lalu mereka pun berteriak, "SAMAPTA!"

Usai melakukan apa yang disebut apel pagi itu, seluruh pria tegap itu melakukan sejumlah 'ritual' lainnya, yaitu push up, sit up, lari berseri, halang rintang, sampai pada latihan beladiri. Semua itu konon kabarnya dilakukan setiap hari, setiap minggu, dan yang bikin pusing kepala saya, setiap waktu badan mesti digenjot supaya samapta!

"Buat apa sih samapta? Mengapa mereka bersusah-susah, berletih ria, hanya untuk samapta?", pikirku dalam hati.

* * *

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, samapta merupakan kata benda (verb) yang berarti 'siap siaga'. Bila ditambah imbuhan ke-an, menjadi kesamaptaan, berarti perihal samapta, kesiapsiagaan. Sebuah ungkapan disampaikan menjelaskan arti 'samapta', yaitu setiap prajurit harus selalu samapta biarpun negara dalam keadaan aman. Sampai di sini, saya pun akhirnya mengerti mengapa pria-pria tegap itu mesti melakukan 'ritual' melelahkan, menurut saya, setiap hari sejak pagi hingga sore menjelang. Karena memang mereka dilatih dan dipersiapkan untuk menanggapi setiap ancaman dan gangguan terhadap rasa aman dan nyaman masyarakat.

Prajurit/militer, polisi maupun pengamanan swakarsa merupakan sekelompok orang yang dipersiapkan untuk menjaga keamanan dan kenyamanan masyarakat. Posisi mereka sejatinya berada di depan masyarakat menyongsong ancaman dan gangguan yang datang (bukan berhadap-hadapan ya...) Nah, untuk itu mereka dipersiapkan dengan dana negara (baca: dana masyarakat) demi kesamaptaan. Samapta dalam menanggapi segala persoalan yang bikin rumit permasalahan hidup masyarakat yang sudah bermasalah.

* * *

Namun apa yang terjadi saat ini, jauh api dari panggang. Kesamaptaan yang diharapkan ternyata masih belum menjadi 'makanan' sehari-hari para anggota Polri. Suatu sore saat saya tengah dalam perjalanan keliling kota, saya mendapatkan sebuah fakta dari sekian fakta yang selama ini sadar atau tidak saya saksikan. Tentang polisi yang samapta...

Menggunakan pakaian dinas harian lengkap, jelas terpampang di lengan kanan lambang samapta, ada senjata api genggam disandang di pinggang. Dari sosok pria yang tingginya lebih rendah satu kepala dengan saya, tiada kesamaptaan itu. Mengapa? Karena sepertinya polisi itu overweight. Perutnya membuncit hingga menyesak pakaian coklat yang dikenakannya. Saat berjalan pun, pria setengah baya itu terkesan sudah kerepotan, apalagi kalau ada pencopet atau penjahat yang mengancam masyarakat. Sebuah pertanyaan besar muncul di benak saya, dimana letak kesamaptaan itu?

* * *

Fakta polisi buncit, polisi gendut, tidak hanya sekali saya saksikan. Tapi berkali-kali dan tersebar di sejumlah daerah. Kata teman saya, "Ach itu kan fenomena tidak hanya di Indonesia, di luar negeri pun banyak polisi gendut dan tambun" Memang benar, tapi apakah kita mesti mengikuti fakta di luar negeri itu? Apakah polisi kita juga mesti gendut dan buncit? Saya pikir tidak mesti seperti itu. Polisi Indonesia mesti berbeda dengan polisi di luar negeri. Polisi Indonesia mesti selalu siap dan siaga menghadapi ancaman dan tantangan yang ada di depan. Polisi Indonesia wajib melatih fisik dan mental supaya tetap samapta dalam tugas, karena bagaimanapun juga mereka dibiayai oleh masyarakat Indonesia. Masyarakat percaya penuh pada polisi Indonesia untuk melindungi dan mengayomi. Masyarakat menggantungkan harapan akan keamanan dan kenyamanan yang baik di pundak polisi Indonesia.

"Semakin tinggi pangkat atau posisi, maka polisi Indonesia akan semakin mengoleksi lemak di tubuhnya", demikian kesimpulan sebuah diskusi singkat dengan kawan-kawan terkait polisi yang samapta. Tapi saya sama sekali tidak percaya itu, memang saya termasuk dari 2 orang dalam diskusi itu yang kontra terhadap kesimpulan itu. Karena menurut saya, polisi Indonesia masih banyak yang sadar dan tahu diri untuk selalu menjadi samapta. Tapi akankah pemikiran saya itu masih bisa bertahan? Atau jangan-jangan saya adalah satu dari sekian sedikit orang yang optimistis melihat prospek kesamaptaan polisi Indonesia?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun