Mohon tunggu...
Petra Sembilan
Petra Sembilan Mohon Tunggu... -

terus menulis :\r\nhttp://seputarankotajakarta.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menumbuhkan Mentalitas Reboisasi Mencintai Lingkungan Hidup di Kalimantan

23 Agustus 2016   14:18 Diperbarui: 23 Agustus 2016   14:29 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Minggu lalu atas biaya dinas, penulis pergi ke tiga kota di Kalimantan Timur. Sepulangnya dari sana naik pesawat dari bandara Sepinggan ke Soetta, cuacanya sepanjang perjalanan balik sangat cerah meski di beberapa bagian berawan rendah. Penulis baru tahu rute pesawat rupanya melintasi daratan terbang di atas pulau Kalimantan, ke arah barat, sesaat mendekati ujung barat P. Kalimantan pesawat berbelok kiri ke selatan menuju Jakarta masuk dari arah utara. Jadi dari atas ketinggian 33.000 kaki, atau sekitar 10 kilometer di atas permukaan laut, daratan Kalimantan di bawah terlihat sangat jelas.

Dari atas terlihat hamparan hijau hutan dan wilayah yang sebagian besar terlihat datar. Karena bentuk gunung sangat mudah dikenali dari udara yaitu sebuah titik semacam hub roda motor dengan alur-alur seperti jari-jari roda yg menjauh dari titik pusat, itulah puncak gunung. Daratan Kalimantan tak terlihat yg seperti itu.   Yang terlihat adalah hamparan hijau.

Hamparan hijau yang selalu diselingi sungai berkelok berwarna coklat, dan sebagian dari sungai-sungai itu airnya terlihat berwarna hitam, selalu terlihat bopeng-bopeng yaitu wilayah bekas hutan yang sudah gundul. Bahkan dari pengamatan kami, wilayah bopeng-bopeng itulah yang mendominasi warna daratan. Memang ada di suatu bagian, dari ketinggian 10 km itu terlihat hamparan hutan yang tidak ada bopengnya sama sekali, terlihat sangat luas. Ada dua yang terlihat seperti itu.

Setelah mengecek di foto satelit dari Google Maps tadi pagi, saya menduga dan yakin, bagian hutan perawan itu rupanya adalah Taman Nasional Sebangau dekat Palangkaraya Kalimantan Tengah dan Taman Nasional Tanjung Puting di propinsi yang sama. Selebihnya adalah wilayah yang sudah gundul dan tidak terlihat hutan tumbuh kembali di sana.  

Perbedaannya dengan pulau Jawa dilihat dari Udara, adalah di P. jawa hampir seluruh daratan pulaunya terlihat sudah gundul, dan itu adalah pemukiman penduduk, terdiri dari desa-desa dan kota-kota, dan areal pertanian warga. Di Kalimantan, bahkan di wilayah yang sangat remote, tidak terlihat wilayah pemukiman, hutannya sudah gundul, artinya penggundulan itu bukan untuk pemukiman penduduk, tapi untuk kepentingan lain. 

Mengapa Mentalitas Penting?

Dalam kunjungan ke 3 kota Balikpapan, Samarinda dan Bontang itulah selama perjalanan darat, penulis menyadari bahwa alam Kalimantan berbukit-bukit rendah, diselingi banyak sekali sungai. Hampir jarang bertemu gunung yang tinggi.  Memang banyak areal yang diperkirakan dulunya adalah hutan lebat yang ditebang dijadikan perkebunan sawit atau karet. Dan banyak yang tidak berhasil karena tanahnya adalah tanah berwarna putih dan tidak subur. Terlihat dari tebing yang digali untuk jalan raya, lapisan tanah gemburnya sangat tipis, dan dibawahnya tanah putih cenderung keras, yang tidak baik ditumbuhi pohon keras, selain semak-semak belukar, tumbuhan rambat.

Sehingga penulis melihat bahwa penggundulan hutan di Kalimantan adalah akibat dari tindakan manusia baik individu, kelompok maupun perusahaan, yang mencoba membuka hutan berharap dapat bercocok tanam yang produktif, tetapi menemukan wilayah hutan itu tidak subur. Maka hutan yang sudah terlanjur terbuka itupun menjadi lahan terbuka gersang untuk seterusnya, karena tidak mungkin ada usaha untuk mengembalikan vegetasi hutan yang sudah terlanjur disingkirkan dari tanah itu terutama dengan pembakaran. Dan tindakan mengembalikan vegetasi demikian pastilah tidak akan dilakukan karena butuh usaha sangat keras dan dana tidak sedikit, dan tentu tidak menghasilkan apa-apa, maka satu-satunya cara adalah membiarkannya tetap gersang. Keadaan diperparah lagi karena sekali tanah terbuka maka lapisan gembur tempat hutan tumbuh namun tidak bagus untuk tanaman produktif, sekarang mudah tererosi, sehingga yang tersisa adalah tanah putih keras yang hanya bisa ditumbuhi semak dan rumput liar. Itulah yang paling mungkin menjadi penyebab gundulnya hutan, sejaih pengamatan.

Mengapa Mentaliats Penting?

Karena jika semua pemangku kepentingan terutama penduduk setempat memiliki mentalitas mencintai lingkungan, maka seandainya dilakukan penghijauan kembali hutan Kalimantan, maka setiap ada kesempatan setiap orang mengambil bibit tanaman dari hutan dan menananm kembali setiap jengkal areal yang kosong. Bayangkan saja jika ini menjadi mentalitas kebiasaan masyarakat, dampaknya akan luar biasa.

Penulis memikirkan ide sederhana begini. Setiap anak sekolah ditargetkan untuk menanam minimal 1 pohon per tahun di lahan kosong Kalimantan, dimulai dari   sejak Kelas 1 SD. Sampai lulus SMA, anak itu telah menanam 12 buah pohon. Jika ada 1000 anak, maka ada 12 ribu pohon yang tumbuh selama anak itu bertumbuh. 

Jika ada 1.000.000 anak Kalimantan maka dalam 12 tahun sudah ada 12 juta pohon tumbuh. Jika dalam 1 tahun anak Kalimantan menanam 2 kali dalam setahun, maka akan ada 24 juta pohon, jika mereka menanam 2 kali dalam setahun setiap kali menanam 2 pohon, maka akan ada 48 juta pohon. Jika Frekuensi menanam menjadi 4 kali per tahun yaitu tiap 3 bulan 1 pohon, maka akan ada 96 juta pohon. Jika kemudian ada 1.000.000 lagi anak sekolah bergabung, maka ada 192 juta pohon. 

Waduh, hitungan matematika-nya pohon makin menjanjikan. Memang menanam pohon mungkin mudah, tetapi merawatnya tidak semudah memainkan kalkulator sederhana seperti di atas, main kali 2 aja.

Namun, pesan moralnya adalah, jika masyarakat Kalimantan dan semua pulau dengan lahan terbengkalai lainnya memiliki mentalitas untuk menenami kembali lahan bekas hutan yang sudah tidak terpakai, tidak produktif lagi, maka bopeng-bopeng gundul dari P. Kalimantan dilihat dari 10 km di atas permukaan laut tidak akan ada lagi.

Dan manfaat besarnya adalah, alam kembali dihijaukan, dan aliran udara oksigen yang diproduksi hutan semakin besar, di satu sisi serapan CO2 semkain dahsyat volumenya.

Pentingnya Mentalitas, adalah mengubah paradigma dari paradigma lama bahwa hutan adalah sumber ekonomi yang dieksploitasi sesuka hati, menjadi mentalitas, bahwa hutan selaion sumber ekonomi, adalah jantung dari kehidupan bumi ini sehinggga ada atau tidak ada kontribusi ekonominya bagi masyarakat, tetaopi kontribusi ekosistem vital yang luar biasa berguna.

Uraian ini belum menyinggung mengenai kembalinya klehidupan binatang liar seandainya hutan dikembalikan lagi.  

Mentalitas lainnya memang agak sulit dipahami. Orang yang terbiasa tinggal di surga tropis, melihat biasa saja surga itu. Warga yang biasa hidup di hutan yang kaya vegetasi melihat vegetasi itu suatu yang given yang akan kembali lagi jika sudah terambil. Padahal kita tahu, hutan yang sudah ditebang, tidak akan mungkin kembali lagi jika tidak direboisasi dengan sengaja.

Inilah yang penulis lihat harus dipupuk di generasi kita mulai dari sekarang, karena jika tidak, maka pulau Kalimantan akan menjadi seperti P. Jawa yang hampir 100% telah kehilangan hutan alami. Perbedaannya, tanah di P. Jawa adalah tanah gembur akumulasi abu vilkanik selama jutaan tahun, yang kesuburannya luar biasa sehingga daya dukung untuk pertumbuhan vegetasi baik alami maupun produktif untuk kebutuhan pertanian, perkebunan luar biasa bagus. 

Kalimantan berbeda, meskipun secara geografis berupa pebukitan rendah yang banyak dialiri sungai, tetapi bukan wilayah vulkanis, sehingga unsur debu vulkanik yang subur untuk tumbuhan tidak tersedia, sehingga tanahnya tidak mungkin diperkaya dengan unsur hara secara alami melalui mekanisme yang diakibatkan gunung berapi seperti di P. Jawa dan wilayah lainnya di Nusantara ini. 

Satu-satunya cara adalah manusia yang hidup dari tanah Kalimantan lah yang harus pro aktif menyelamatkan hutan dan lalu lingkungan hidupnya, demi membayar hutang kehidupan kepada anak-anak cucu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun