Seyogyanya Pemerintah harus bertindak bijak, karena menurut hemat kami merger Mandiri dan BNI jauh berbeda dengan merger pembentukan Bank Mandiri yang sekarang dari 4 bank BUMN : Bank Dagang Negara, Bank Exim, Bank Bumi Daya dan Bapindo. Merger saat itu karena dipaksa oleh krisis dimana bank-bank BUMN dimaksid kena imbas kinerja keuangan yang buruk akibat krisis finansial Asia. Sehingga dalam keadaan terpaksa harus ada merger, dengan segala konsekuensinya, termasuk konsekuensi pada nasib karyawan.
Kondisinya beda dengan sekarang. Bank Mandiri dan BNI saat ini sama-sama sehat walafiat, bahkan dalam 5 tahun terakhir memberikan laba pada Pemerintah dalam jumlah yang luar biasa besar. Sebut saja laba Mandiri yang belasan triliun tahun lalu, dan laba BNI yang 9 triliun secara kombinasi hasilkan lebih dari 20 triliun buat pemegang saham. Katakan Dividend payoutnya 50% maka sebut saja 12 triliun buat Dividend, dan sebut saja 50% milik Pemerintah, maka Rp. 6 triliun setahun jadi pemasukan negara dari kedua bank raksasa itu.   Belum juga grafik harga saham kedua bank yang terus nanjak, meningkatkan kapitalisasi aset negara.
Dengan gambaran sangat positif ini, maka adalah suatu niscaya jika kompensasi kepada karyawan yang "terpaksa pensiun dini" mendapat benefit yang menguntungkan karyawan. Pemerintah harus mempertimbangkan hal ini. Apabila Pemerintah menerapkan skema yang mungkin dianggap "zolim", maka record tersebut tidak bagus bagi citra pemerintah.
Bagaimana bank-bank tersebut harus bersikap?
Secara sederhana adalah : SIAPAKAN PIL PAHIT.
Hal ini mengasumsikan bahwa bank lebih kecillah yang mengambil langkah itu, d.h.i BNI. Manajemen sudah harus memasang pil pahit berupa berbagai strategi. Salah satunya mungkin menaikkan gaji karyawan BNI tinggi-tinggi, meningkatkan bonus, memasukkan kebijakan yang meningkatkan benefit karyawan BNI. Agar daya tawar karyawan BNI lebih baik ketika merger terjadi. Agar langkah ini bisa terjadi, harus ada cukup waktu bagi manajemen BNI mengeluarkan semua kebijakannya.
Ketika terjadi merger, semua perhitungan akan berdasarkan pada daftar benefit terakhir yang tersedia, sehingga menguntungkan karyawan. Apabila langkah demikian tidak dilakukan, maka Serikat Pekerja syogyanya harus segera memperjuangkannya.
Karena kelemahan karyawan dibandingkan dengan jajaran Direksi bank adalah bahwa Direksi Bank mendapatkan kompensasi yang besar atas jasanya, sedangkan karyawan tidak. Maka satu-satunya "keadilan" apabila Direksi BNI mempunyai adalah dengan menyetujui pill pahit bagi merger, yaitu peningkatan benefit bagi karyawan BNI. Langkah ini dapat mengurangi keresahan yang mungkin timbul.
Namun apapun yang akan terjadi, semua bergantung pada Pemerintah apakah memiliki penghargaan yang cukup bagus bagi karyawan-karyawan yang selama ini menjadi menyumbang dividend bagi negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H