Beberapa waktu lalu serikat karyawan Bank BTN melancarkan aksi besar-besaran menolak akuisisi Bank BTN oleh sebuah bank BUMN besar. Dan mantan Presiden SBY saat itu dikatakan mengintervensi dengan kebijakannya sehingga akuisisi itu tidak jadi.
Dan masih menurut kata orang, sejatinya program penggabungan unit-unit usaha BUMN yang sejenis ke dalam hanya sejumlah kecil perusahaan atau holding perusahaan BUMN memang sudah dalam rencana pemerintah. Pelaksanaannya hanya soal waktu saja.
Adalah Bank BNI, sebuah perusahaan bank BUMN yang secara core-business (bisnis inti) sama dalam segala aspek utama dengan Bank Mandiri. Sebut saja bisnis utama bertumpu pada sektor Korporasi. Bisnis inti Bank BTN sangat spesifik pada pengembangan perumahan rakyat, Bank BRI sangat spesifik pada pengembangan usaha kecil.
Secara teori, dua perusahaan dengan pemilik dominan yang sama, bergerak pada bisnis inti yang sama, dipandang tidak efektif dan efisien, dan sudah saatnya digabungkan. Istilah kerennya mendapat keuntungan dari pemangkasan biaya-biaya.
Di Bank Mandiri ada Divisi Korporasi, di BNI juga ada. Di setiap Propinsi ada Kantor Wilayah/regional Bank Mandiri, di BNI juga ada. Di setiap kota sampai dengan kota Kabupaten, ada cabang bank Mandiri, Bank BNI juga ada. Karena pemilik dominan Mandiri dan BNI adalah Pemerintah, maka dari kacamata pemilik, terjadi kembaran / tumpang tindih peran, yang dapat diefisienkan.
Bayangkan saja berapa keuntungan pemegang saham apabila Mandiri dan BNI digabung? Sebut saja jumlah Direksi akan berkurang banyak, karena salah satu bank telah melebur, jadi nggak butuh Direksi lagi. Bayangkan berapa ratus kantor wilayah dan kantor cabang bank yang dilebur, posisi-posisi yang dieliminasi karena hanya cukup dilayani oleh ex. salah satu bank. Misalnya Divisi Sumber Daya Manusia (HRD), Divisi Riset, Divisi Pelatihan, Divisi Pengendali Keuangan, Divisi Operasional, Cabang-cabang yang sama di berbagai kota dan semua divisi-divisi dengan fungsi tersebut, ketika merger, maka divisi / cabang / kantor wilayah yang sama di bank terbesar sudah cukup untuk melayani bank hasil merger.
Di samping itu, institusi bank baru hasil merger secara modal akan menjadi kombinasi, artinya terbentuk bank dengan modal sangat besar, gabungan modal Mandiri dan BNI. Modal demikian besar menjadi modal untuk bersaing denganbank-bank global / regional Asia. Persis sebagaimana yang diinginkan oleh Pemerintah.
***
Persoalan sekarang apabila merger Mandiri - BNI dilakukan, bagaimana dengan karyawan? Mau nggak mau akan terjadi rasionalisasi besar-besaran, akibat meleburnya unit-unit yang tadinya exist di salah satu bank.
Apakah sebagai karyawan BNI dan Mandiri, merger demikian membawa benefit atau malah meresahkan?
Jawabannya tergantung pendekatan yang digunakan oleh Pemerintah sebagai pemegang saham mayoritas kedua bank. Apabila Pemerintah d.h.i Kementerian BUMN pro kepada rakyatnya yaitu para karyawan bank yang terkena imbas merger harus "dipaksa" pensiun dini, dengan memberikankompensasi yang layak semacam "golden shake-hand" alias pesangon cukup besar, maka tidak terjadi penolakan. Sebaliknya apabila skema merger merugikan karyawan, maka besar kemungkinan akan ada penolakan, atau kalo tetap dilaksanakan, tidak ada opsi yang bagus buat karyawan berarti keresahan.