Pak Presiden Joko Widodo yang saya hormati. Nama saya Hendra Efivanias. Warga kota Pekanbaru, Provinsi Riau. Suami dari seorang istri yang tengah mengandung anak pertama kami.
Pagi ini, kualitas udara di kota kami masih ada pada kondisi BERBAHAYA. Saya tidak tahu bagaimana Anda menafsirkan kondisi itu memang sudah sangat serius atau tidak. Pagi ini pula, di saat udara tidak lagi sehat bagi manusia, saya harus mengantar istri saya yang sedang hamil itu bekerja.
Terus terang, saya khawatir bahaya asap yang terpapar langsung ke istri saya berdampak buruk bagi kesehatan dia dan janin yang dikandungnya. Apalagi usia kandungannya masih belum genap tiga bulan.
Saya sebagai pria dewasa SANGAT terganggu dengan kualitas udara yang tak layak lagi dihirup manusia ini. Saya yakin, meski tidak banyak mengeluh, istri saya jauh lebih terganggu dengan kondisi ini. Namun, karena kewajiban, dia harus ke luar rumah dan bekerja. Apalagi, sejak awal bencana kabut asap ini warga Riau alami, belum ada kebijakan dari pemerintah untuk memberi perlakuan khusus bagi ibu hamil. Padahal kebijakan itulah yang saya tunggu-tunggu agar istri saya terhindar dari bahaya asap.
Saya kuatir, asap yang istri saya hirup akan berpengaruh pada kandungannya. Apalagi banyak analisa kesehatan di media massa atau media sosial yang kerap menyebut dampak-dampak buruk jika menghirup asap. Rasa-rasanya, saya ingin meminta istri saya tak masuk kerja. Tapi apakah itu keputusan yang bijak?
Atas rasa khawatir ini. Juga dampak buruk yang kami rasakan dari kabut asap, saya mengetuk hati Bapak Presiden untuk mengatasi langsung masalah asap yang dialami warga Riau. Turun dan datang ke sini. Tidak seperti yang bapak bilang, memimpin dari Qatar. Negeri nun jauh disana.
Dukung keputusan Pemerintah Provinsi Riau yang sudah menetapkan status darurat pencemaran udara (bukan darurat asap). Buatlah kebijakan-kebijakan khusus untuk kaum pekerja. Terutama ibu hamil, lansia, anak-anak, penderita asma/penyakit paru-paru yang rentan terhadap asap.
Turun dan datangi warga. Berikan edukasi tentang bahaya asap yang sebenarnya. Karena himbauan memakai masker, kurangi berada di luar ruangan dan banyak minum air putih saja menurut saya tidak cukup untuk terhindar dari dampak buruk asap.
Saya mau Bapak Presiden bertindak lebih tegas pada pembakar lahan dan hutan. Menegakkan hukum kepada mereka dengan menerapkan sanksi berat. Bukan sekedar lips service yang kemudian dilupakan saat asap tak lagi menyelimuti udara. Karena menurut saya, pembakar hutan dan lahan tidak lagi sekedar kejahatan lingkungan. Tapi sudah termasuk kejahatan pada kemanusiaan.
Saya tak mau lagi diminta sabar. Karena saya sudah tak sabar dengan kondisi ini. Saya juga tak mau diminta tabah. Karena bencana asap bukan TAKDIR yang tak bisa dihindari.
Saya tidak tahu, apakah surat terbuka ini bisa sampai langsung kepada Bapak Presiden. Saya juga tidak begitu yakin apakah suara warga Riau terdengar oleh Bapak Presiden. Tapi setidaknya saya sudah menyampaikan apa yang ada dalam hati saya. Kekhawatiran saya. Juga keprihatinan saya dengan bencana asap yang sudah sekitar 18 tahun berulang-ulang terjadi. Semoga Bapak Presiden peduli dan Tuhan menyertai warga Indonesia yang terdampak bencana asap.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H