Belakangan ini telah muncul tren "Peringatan Darurat Garuda Biru" karena situasi gawat darurat yang terjadi di tengah Pilkada 2024. Peringatan darurat mencerminkan kekecewaan masyarakat terhadap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang dianggap menghambat Putusan MK. Selain itu, lambang Garuda Pancasila pada garuda biru ini merupakan simbol kekuatan, persatuan, keadilan, dan demokrasi di Indonesia. Sehingga, seharusnya siapapun yang melihat lambang itu dapat mengingat semboyan dan tujuan bangsanya. Peringatan biru juga dikenal di dunia medis. Di rumah sakit, termasuk di Indonesia, ada istilah 'code blue' yang diaktifkan untuk situasi gawat darurat, dimana ada seorang pasien yang membutuhkan penanganan medis segera mungkin biasanya karena serangan jantung atau gangguan pernafasan yang berisiko tinggi menyebabkan kematian.
Situasi Indonesia saat ini serupa dengan situasi dengan Kolese Kanisius yang dapat dianggap gawat darurat. Kolese Kanisius telah berubah dengan sangat signifikan dari tahun ke tahun hingga saat ini. Perubahan yang sangat cepat ini membuat orang-orang yang terlibat tidak dapat menyesuaikan dengan waktu yang singkat. Penyesuaian yang kurang baik tentunya membuat banyaknya eksekusi kegiatan hingga metode terutama nilai-nilai yang ingin disampaikan tidak maksimal dan membuatnya menjadi situasi gawat.
Kolese Kanisius 2019-2022
Penulis merupakan seorang pelajar Kolese Kanisius dari tahun 2019 dan telah merasakan kepemimpinan kemoderatoran dan sekolah yang telah berganti berkali-kali. Kolese Kanisius pada tahun 2019 merupakan Kolese Kanisius yang dikenal oleh banyak orang. Sebuah sekolah prestise yang dikenal tidak hanya dengan siswa-siswa yang pintar namun juga kegiatan-kegiatan yang menarik dan beragam. Sebagai seorang laki-laki kami dididik untuk menghadapi berbagai situasi dan kondisi. Mental kami sebagai siswa dibentuk dengan sangat keras sehingga kami siap menghadapi segala rintangan dengan banyaknya kegiatan dan kehadiran moderator dan rektor yang selalu mendampingi dan memantau proses dinamika siswa.
Di tahun 2019, Kolese Kanisius masih terpisah antara SMP Kolese Kanisius dan SMA Kolese Kanisius. Sebagai pelajar SMP Kolese Kanisius pada saat itu, penulis mendapatkan banyak sekali nilai yang bisa diambil mulai dari menjadi pengurus OSIS dan panitia Pekan Olahraga Canisius College secara mandiri. Sebagai bagian yang independen, pengembangan karakter dan kemampuan memimpin siswa SMP Kolese Kanisius dapat berjalan dengan sangat maksimal. Sebagai pelajar SMP, kami belajar untuk membuat sebuah kegiatan tanpa campur tangan orang lain namun didampingi oleh guru-guru. Hal tersebut membuat banyaknya anak-anak SMP Kolese Kanisius pada saat itu memiliki kreativitas tinggi dan memiliki niat dan tekad untuk benar-benar ingin maju dan berkembang.
Setelah melewati pandemi COVID-19, pastinya pengembangan karakter siswa Kolese Kanisius pada saat itu tidak semaksimal siswa pada tahun sebelum-sebelumnya. Namun di tahun 2022, kepemimpinan Kolese Kanisius masih belum berubah ke kepemimpinan yang saat ini. Pada saat itu, segala bentuk kegiatan akademis dan nonakademis siswa sangat diperhatikan. Terdapat suatu peristiwa yang membuat penulis terkesan dengan Kolese Kanisius pada saat itu. Dalam sebuah kegiatan yang sedang diselenggarakan, alat band yang dimiliki sekolah rusak semua dan hal tersebut diketahui oleh Kepala Sekolah Kolese Kanisius pada saat itu, Pater Eduard C. Ratu Dopo, yang sedang memantau dan melihat proses dinamika para siswa. Ia mengetahui alat band yang rusak tanpa diperbaiki membuatnya ia marah dan memanggil seluruh guru Kolese Kanisius dan segera meminta pertanggungjawaban untuk memperbaiki alat band tersebut dan bahkan membeli alat band baru. Peristiwa tersebut membuat penulis sangat terkesan dengan Kolese Kanisius pada saat itu.
Kolese Kanisius Saat Ini
Kolese Kanisius secara infrastruktur dan ekstrinsik pada saat ini sudah berkembang dengan sangat baik. Namun secara intrinsik, menurut penulis, Kolese Kanisius mengalami kemunduran. Banyak sekali aspek-aspek yang tidak diterapkan di Kolese Kanisius pada saat ini yang pada tahun-tahun sebelumnya sangat dipegang teguh oleh para pelajar Kolese Kanisius.
Saat ini, Kolese Kanisius sudah bergabung sehingga tidak ada SMA Kolese Kanisius ataupun SMP Kolese Kanisius. Hal ini memiliki kedua aspek positif dan negatif. Namun menurut penulis, hal positif yang didapatkan tidak sebanding dengan hal negatif yang diterima. Hal positifnya, Kolese Kanisius memiliki kepengurusan yang lebih baik dan lebih terstruktur. Salah satu hal negatif dari Kolese Kanisius saat ini adalah lebih kecilnya kesempatan bagi seorang siswa untuk berkembang. Penulis akan mengambil contoh ketika menjadi pengurus OSIS. Ketika menjadi pengurus OSIS di Kolese Kanisius saat ini, anggaran yang dapat diberikan oleh yayasan sangat terbatas dan sangat sulit untuk mengklaim anggaran tersebut karena harus melalui berbagai tahap. Tidak hanya itu, kepengurusan OSIS yang sekarang digabung membuat para siswa SMP Kolese Kanisius tidak dapat berkembang secara maksimal. CC CUP (Canisius College Cup) sebagai contoh, orang-orang yang bekerja dibalik kegiatan tersebut hanya siswa-siswa SMA. Peristiwa ini bisa terjadi karena kurangnya inisiatif dan kompetensi yang dimiliki oleh para siswa SMP. CC CUP dan POR CC yang seharusnya menjadi ajang perkembangan setiap siswa SMP dan SMA untuk berkembang tidak bisa diterapkan dengan maksimal karena siswa-siswa SMP hanya menerima hasilnya saja dan tidak berjuang dengan maksimal.
Hal lain, terkait dengan kepemimpinan sekolah. Kepemimpinan sekolah yang sebelumnya sangat peduli dengan kegiatan akademis dan nonakademis siswa, saat ini hanya peduli dengan personal branding atau nama sekolah di mata orang-orang di luar. Penulis yang merupakan  seseorang yang agresif seringkali mendatangi kantor kepala sekolah dan kantor yayasan untuk mengajukan pendapat seperti perbaikan alat band dan mengutarakan ketidakpuasan dengan Kolese Kanisius saat ini. Namun setiap kali, respons yang didapatkan sangat tidak sesuai dengan yang diharapkan karena apa yang disampaikan hanya sebatas "angin lewat". Peristiwa ini sangat serupa dengan kondisi gawat darurat Republik Indonesia saat ini yang berkurangnya keadilan dan demokrasi.
Kolese Kanisius di Masa Depan
Seperti kata pepatah, "Masa depan tidak ada yang tahu", sangatlah relevan bagi peristiwa yang dialami Kolese Kanisius saat ini. Mungkin di masa depan, banyak kegiatan di masa depan yang dihilangkan dengan tujuan untuk menaikkan nama Kolese Kanisius dengan mengisi berbagai kegiatan yang tidak bermakna bagi siswa. Pastinya kami tidak ada yang tahu, namun apabila tidak adanya gerakan dan perubahan dari kepemimpinan sekolah, mungkin asumsi tersebut bisa saja terjadi.
Saran dari penulis bagi Keluarga Besar Kolese Kanisius adalah untuk selalu menjunjung tinggi nilai-nilai yang selalu diajarkan dari sekolah. Kegiatan-kegiatan formasi harus terus berlanjut dan tidak boleh dihilangkan karena menjadi bagian yang sangat penting bagi formasi para siswa-siswa Kolese Kanisius. Penulis berharap bahwa di masa depan, Kolese Kanisius bisa lebih mendukung minat dan bakat dari para siswa-siswanya, benar-benar mendengarkan suara dari para siswa dan tidak menjadi sekolah yang idealis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H