Di perairan  yang membelah Kalimatan Malaysia ternyata masih marak pencolong ikan tuna.Tiap tahun negara dirugikan Rp.1,7 triliun. Solusinya, pemerintah mesti bangun pelabuhan dan stasion radar pemantau yang dekat dari perairan tuna yang rawan itu. Stasion dan pelabuhan hanya Rp.490 M, telah diusulkan sejak 2012. Namun, usulan itu tidak pernah direalisasi pemerintah pusat.
Di kasus tuna itu jelas, pemerintah lebih "suka kehilangan" Rp.1,7 triliun per tahun daripada kehilangan sekali saja (uang) Rp.490 M. Sikap inilah yang disebut naif (baca:bodoh).Untung, Menteri KKP minta maaf.
Cukup tiga contoh itu saja, yang saya pungut dari harian Kompas yang terbit dalam minggu ini.
Semua itu memberi gambaran, betapa amburadulnya para penguasa mengolah negara. Juga menunjukkan, lemahnya komitmen mereka mensejahterakan rakyat. Kok gitu tuduhannya ?
Tentu.
Ayo, kenapa maksa impor gula ? Ada apa ?. Dugaan kuat, ada kongkalikong di sini. Lantas, pencurian ikan tuna di perbatasan Indonesia-Malaysia masih marak. Kenapa ? Ternyata, karena ada baking pejabat. Ini diakui nelayan, dan bahkan Menteri KKP Susi Pudjiastuti beberapa hari lalu. Umur RI uda tua bangka, punya laut luas dll, kok kalah knock out  dengan Australia.
Jujur saja, semua itu membuat saya gemes, kesel namun sukar dilampiaskan  melalui aksi massa, kecuali mencubit istri saja.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H