Direktur Eksekutiv for Development of Economics and Finance (Indef) Erny Sri Hartarti mengatakan, reforma agraria dalah wacana yang muncul sejak 1960-an, yang sampai sekarang tidak banyak mengalami kemajuan. Sebaliknya, pemusatan penguasaan lahan justeru semakin parah dan konversi lahan pertanian terus terjadi”(Kompas, Selasa 10/1/2017).
Hariadi Kartodiharjo memberi contoh, lahan konservasi menjadi tambang 1,3 juta hektar, dan hutan lindung beralih fungsi menjadi tambang seluas 4,9 juta ha. ( Hariadi Kartodiharjo. “Menghadirkan Negara Dalam Pengelolaan SDA”, Kompas, Selasa 10/1/2017).
Anggota Ombusman RI Ahmad Alamsyah Saragih menambahkan, di sektor kehutanan, hampir 97 persen kawasan hutan produksi dan hutan yang dapat dikonversi dikuasai perusahaan hutan tanaman industri perkayuan, tambang dan perkebunan. Bahkan ada satu perusahaan perkebunan besar mengusai 5 juta hektar. Hanya 3 persen yang dikuasai masyarakat; hutan rakyat, hutan desa, hutan kemasyarkatan, dan lahan transmigrasi .(Kompas, 6/1/2017).
Dua data kuantitatif di atas linier dengan Data Bank Dunia. Bank global ini menuturkan, 10 persen orang terkaya di Indonsia menguasai 77 persen dari total kekayaan Indonesia. Tambahan lagi, laporan data perusahaan manajemen investasi Global Credit Suisse pada 2014 menunjukkan, 1 persen kelompok terkaya Indonesia menguasai 50,3 persen dari total aset uang dan properti di Indonesia (Kompas, Selasa,10/1/2017).
Karenanya, lanjut Hariadi, ancaman bagi pertanian tanaman pangan bukan hanya penyempitan luas lahan tanaman pangan, melainkan pasokan sumber daya air juga kian menyusut.
Komitmen lemah
Salah satu upaya mengatasi ketimpangan penguasan lahan negeri (baca:ketidakadilan agraria) ini ialah redistrubusi lahan. Terkait hal ini, pemerintahan Presiden Joko Widodo menargetkan redistribusi lahan 2015-2019 sebanyak 4,5 juta hektar. Namun, dalam perjalananya, sejak 2015, angka yang dicapai dari target seluas 300.000 hektar atau 0,7 persen.
Di masa SBY target distribusi lahan priode 2004-2009 sebanyak 8,1 juta ha. Namun capaiannya 430.000 ha atau 5,3 persen sampai 2009. Periode 2009-2014 juga berada di bawah target (Kompas, Senin, 9/1/2017).
Data di atas menunjukkan lemahnya komitmen pemerintah menyiutkan ketimpangan penguasaan modal yang terjadi selama ini.
Terakit dengana hal itu, Ketua Dewan Nasional Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) Iwan Nurdin mengungkapkan, usaha pemerintah memberikan akses tanah kepada koperasi dan badan usaha milik tani atau desa yang merupakan bagian dari reforma agraria, sangat minim. Sepanjang 2016, misalnya, hanya 13.000 hektar hutan adat yang diberikan kepada masyarakat. Sementara usaha percepatan pemberian akses tanah untuk kepentingan konglomerasi tampak signifikan. Salah satunya adalah melalui penyederhanaan perizinan di pusat-darah.
“Bagaimana mau bicara reforma agraria dalam pengertian redistribusi lahan kalau setiap tahun terjadi pelepasan aset-aset rakyat ke pemodal. Melindungi yang ada saja tidak bisa, apalagi mau redistribusi", pungkas Erny.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H