Mohon tunggu...
Fadhoelor Rohman
Fadhoelor Rohman Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

sedang meminati dunia jurnalistik.\r\n\r\npetapemikiran.wordpress.com || line: petapikir

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Baca Buletin Al Islam Aja Phobia..

25 April 2014   16:19 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:13 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aktivitas hari jumat itu biasanya tidak lepas dari mandi, memotong kuku dan tentu saja shalat jumat (bagi laki-laki). Kalau boleh menambahkan, tidak ketinggalan membaca buletin Al Islam yang memang biasa ditemui pas hari jumat dan tersebar di beberapa masjid.

Pertama kali bersentuhan dengan buletin Al Islam ketika saya masih bangku SMA. Buletin yang berwarna biru tersebut sengaja dibiarkan tergeletak di sudut-sudut teras masjid barangkali supaya jamaah bisa dengan mudah mengambilnya, termasuk saya. Cuman dalam buletin itu sendiri ada peringatan, “jangan dibaca ketika khutbah jumat berlangsung”, maka minggu-minggu berikutnya saya mengambil buletin Al Islam seusai shalat jumat. Anda tahu, jika mengambil Al Islam seusai shalat, saya tidak kebagian. Ya akhirnya saya ambil duluan, dilipat, dimasukkan dalam baju koko, kemudian dibaca kalau sudah sampai rumah. Hukum rimba berlangku dalam hal ini, siapa cepat dia dapat!

Abah saya, yang lulusan pesantren itu, tidak pernah melarang saya mengambil dan membaca buletin tersebut. Mungkin dalam pikiran beliau, “baguslah daripada bacaannya komik terus.” Dalam buletin Al Islam juga ada peringatan, “jangan diletakkan sembarang karena terdapat ayat suci Al Qur’an”. Karena itu setelah membacanya tidak kemudian saya buang, selesai baca saya simpan di laci kamar. Sampai saat ini kalau pulang kampung ke rumah, buletin-buletin lama itu masih ‘tersimpan’ dengan baik. Ya saya takut kualat jika membuang lembaran yang berisi ayat-ayat suci Al Quran, barangkali dengan menyimpannya bisa menjadi semacam jimat (karena ada ayatnya itu).

Selepas SMA saya melanjutkan studi (baca : kuliah) ke tempat yang jauuhh dari rumah. Jaraknya ratusan kilometer dari rumah, dan perlu menyabrangi lautan untuk sampai ke kota Surabaya (dari madura ke surabaya). Siapa nyana di tempat ini saya berjumpa lagi dengan buletin Al Islam. Sehabis shalat jumat biasanya nganggur, hanya tidur-tiduran di serambi masjid, yah tidak ada salahnya menyempatkan membaca buletin Al Islam.

Jika dicermati, buletin Al Islam itu mempunyai struktur pembangunnya. Mirip sebenarnya dengan sebuah makalah dimana kerangkanya paling tidak ada pendahuluan, pembahasan dan penyelesain. Begitu pula buletin Al Islam, hanya saja lebih simpel.

Pendahuluan biasanya terdiri dari pemaparan fakta, permasalahan atau sebuah persoalan yang sedang hangat dibicarakan dalam masyarakat. Pembahasan terdiri menjelaskan atau pemaparan fakta/persoalan yang kemudian dikaitkan dengan bagaimana Islam memandang fakta/persoalan tersebut. Diakhiri dengan penyelesain yaitu bagaimana solusi Islam atas persoalan itu.

Jika sering membaca buletin Al Islam, secara tidak langsung, buletin ini mengajak kita untuk berpikir ilmiah, berpikir sistematis. Saya pikir ini menjadi keunggulan buletin Al Islam dibandingkan buletin lainnya, selain keistiqomahan buletin tersebut yang tiap jumat ada.

Sayang baru kali ini saya membaca berita negatif tentang buletin Al Islam, di web muslimedianews.com (24/2). Diberitakan ada sebuah masjid yang melarang menyebarkan buletin Al Islam. Alasannya karena belum meminta izin kepada si pengelola masjid.

What! Masa saya kalau mau shalat di masjid tersebut harus meminta izin terlebih dahulu, atau jika saya mau kencing di masjid (di toilet maksudnya) saya juga harus meminta izin. Bukankah masjid adalah punya kaum muslim, setiap muslim punya hak yang sama untuk memakmurkan masjid. Sedangkan tugas pengelola ya mengelola bukan sebagai pemilik masjid.

Saya agak syok membaca berita itu, mungkin saya tidak terkejut jika yang melarang menyebar buletin Al Islam adalah seorang pendeta karena nyebarnya di gereja. Biksu melarang karena nyebarnya di kuil. Tapi ini kan di masjid, ‘rumah’nya orang islam dan buletinnya sendiri bernama Al Islam, bukan Al Kristen apalagi  Al Budhish.

Lagipula jika ada hal-hal aneh dalam masjid, tentu jamaah akan bertindak. Misalkan ada yang nge-band di masjid, tanpa menunggu takmir masjid atau pengelola masjid, jamaah akan segera bertindak. Saya akan bantu gebukin, gebukin orangnya. Jamaah otomatis akan bertindah ofensif jika ada hal yang menodai kesucian masjid termasuk jika ada buletin yang ‘terlarang’.

Si pengelola masjid tidak menjelaskan mengapa beliau melarang penyebaran Al Islam, kecuali keterangan “hendak mengganti pancasila”. Mungkin si pengelola pernah membaca buletin Al Islam yang isinya tentang mengganti pancasila. Jika benar demikian, saya pikir cara yang fair adalah membuat tulisan tandingan yang isinya berupa tanggapan/sanggahan terhadap isi buletin Al Islam.

Misal, membuat tulisan yang memberi tanggapan bahwa buletin Al Islam pada edisi jumat lalu ada kesalahan ayat, kurang huruf alif. Atau lebih tinggi levelnya, membuat tulisan yang menyanggah dan menunjukkan kesalahan pemikiran buletin Al Islam termasuk pemikiran si penulis buletin Al Islam. Tidak hanya buletin Al Islam tapi semua buletin/selebaran yang memang secara pemikiran keliru atau menyimpang dari Islam.

Justru dengan adanya feedback atau tanggapan balik, baik itu secara lisan maupun tulisan, ini dapat melahirkan diskusi-diskusi hangat. Saya pikir hal ini sangat bagus untuk perkembangan khazanah pemikiran Islam. Jadi tidak hanya melarang ini menolak itu tanpa didasarkan alasan yang logis. Kalau menolak karena alasannya “poko’e nggak boleh”, wah masih suram khazanah pemikiran Islam kita bray! []

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun