Mohon tunggu...
Husaini Algayoni
Husaini Algayoni Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kolumnis

Dalam seruputan secangkir kopi ada imajinasi. Hobi membaca, menulis, travelling, menonton, mendengar musik.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Review Buku : Politik Muka Ganda

5 April 2024   22:13 Diperbarui: 5 April 2024   22:38 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berbicara politik memiliki dua mata sisi, satu sisi politik membawa keburukan dan permusuhan. Di sisi lain politik seni menyelesaikan masalah tanpa masalah dan memperbaiki kehidupan umat manusia. Dua mata sisi tersebut harus dilihat dengan perspektif yang cermat dan tepat agar tidak salah tafsir mengartikan makna, fungsi dan tujuan dari politik itu sendiri.

Di Indonesia makna politik di kalangan masyarakat cenderung negatif dan anak-anak muda pun apatis terlibat dalam dunia politik, hal ini disebabkan kedangkalan karakter para politisi yang lemah ideologi politik dan kerakusan nafsu membawa politik ke jalan kerikil dan berduri. Politik agung dan beradab berubah menjadi politik yang tak beradab.

Padahal politik merupakan suatu keniscayaan, demikian diungkapkan filsuf Andre Comte. Kita membutuhkan politik supaya konflik kepentingan dapat diselesaikan tanpa kekerasan, perlu membentuk negara bukan karena semua orang baik dan adil, justru karena mereka tidak seperti yang diharapkan. Mau tak mau, suka tak suka politik merupakan tatanan kehidupan.

Nah, bagaimana kita melihatnya bahwa politik merupakan jalan agung dalam tatanan kehidupan manusia serta membawa nilai-nilai luhur yang beradab. Buku Politik Muka Ganda: Peran Parpol Menegakkan Peradaban Politik terbit 2002 membahas narasi politik yang mencerahkan bagi masyarakat di tengah-tengah suasana politik yang sedang tidak baik-baik saja dan pencerahan bagi pemuda dan politisi khususnya dalam rangka membangun peradaban politik yang beradab.

Buku karya Yasonna H. Laoly, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) dua periode di era Presiden Joko Widodo ini menerangkan bahwa politisi sekarang bergerak dengan kendali keuntungan pribadi, siapa yang kuat didekati, yang sedang berkuasa seakan menjadi saudara. Setelah kekuasaan luntur ramai-ramai ditinggalkan, persaudaraan pun usang. Inilah yang menjadi sebab runtuhnya peradaban politik. 

Berpolitik tanpa fatsun, tanpa dasar ideologi yang kuat. Orang-orang inilah yang mencoret noda dalam politik. Padahal kata Yasonna politik masa dulu di Indonesia merupakan sebuah keajaiban karena politik era dulu berpolitik dengan dasar ideologi yang kuat. Dari itu, Indonesia ini bisa bersatu dan berdiri dengan latar belakang perbedaan suku dan bahasa karena ideologi yang kuat.

Bung Karno misalnya seorang pemikir yang melahirkan ide-ide cemerlang, konsep pemikirannya digaungkan hingga dewasa ini terutama bagi intelektual progressif-inklusif. Begitu juga dengan Buya Hamka, ulama dan pujangga ini menampilkan corak pemikiran yang menyentuh dan kuat dengan aroma sastra. 

Berbeda pandangan secara politik, dua tokoh ini saling menghormati. Terutama Bung Karno menghormati keulamaan Buya Hamka. Dua pahlawan nasional yang namanya tetap hidup berada dalam keyakinan ideologinya masing-masing, tak runtuh dan tak goyah oleh keadaan. 

Perbedaan hari ini jauh dengan yang ditampilkan oleh para pendahulu bangsa Indonesia, hari ini yang ditampilkan adalah politik kepentingan, kedangkalan alam pikiran ideologi, politik bandit, kehidupan hedonis-pragmatis menjadikan etika tak lagi bernilai, ide-ide cemerlang kalah dengan retorika indah yang pandai menjilat atasan untuk mengamankan jabatan dan kedudukan.

Selain itu juga perbedaan politik membuat hubungan anak bangsa menjadi dua arus yang saling membenci dan bermusuhan satu sama lain, merasa paling benar dan hebat menyebabkan praktik-praktik politik menjadi arogan. Politik tak lagi menjadi jalan agung dalam memperbaiki tatanan kehidupan umat manusia, sebaliknya menjadi noda hitam yang menyakitkan bagi anak bangsa. 

Pemilu 2014 dan 2019 terjadi polarisasi politik yang sangat nyata, masyarakat menjadi korban atas keganasan partai dan politisi. Politik pun tak lagi berwajah satu, tapi politik berwajah ganda yang menampilkan politik kebengisan. Politik tak lagi menyenangkan bagi masyarakat, yang ada kesenangan bagi politisi. Pesta politik tak ubahnya seperti pesta smackdown genre melodrama.

Buku Politik Muka Ganda (2022:18) mencantumkan pendapat beberapa pemikir tentang politik, di antaranya ada Max Webber yang menyampaikan bahwa politik merupakan tugas jabatan dan panggilan hidup. Jika politik digunakan dengan baik, memakmurkan negara dan kesejahteraan orang banyak, keagungan politik tercapai dan menghilangkan adagium politik itu busuk, ruang yang berlumur kebengisan.

Berpolitik dengan cara yang tidak baik, politisi hanya akan menjadi apa yang dikatakan Aldous Huxly sebagai pedagang politik, di mana yang dipentingkan adalah keuntungan pribadi. Dari itu, harus disadari dan direnungkan bersama-sama bahwa dalam politik hal paling urgen yang dibutuhkan adalah kedewasaan dan kematangan diri agar politik berjalan dan digunakan dengan cara-cara yang baik, terutama ketika pesta politik berlangsung (pemilihan legislatif dan eksekutif) dengan hasil siap kalah dan siap menang.

Berpolitik tanpa kematangan diri terjadi 'perang semua melawan semua' demikian ungkapan Thomas Hobbes (2022:10). Dalam politik perlu kematangan diri, siap menang dan siap kalah harus terpatri dalam jiwa dan perilaku para politisi tanpa itu yang ada kesewenang-wenangan. Sebaliknya politik dengan kematangan, maka politik seperti yang dikatakan Plato sejatinya politik itu agung dan mulia yang dapat dijadikan sebagai wahana membangun masyarakat utama.

Seperti yang penulis sampaikan di atas bahwa politik suatu keniscayaan. Sekotor apapun politik, ia tetap berjalan dan dipraktikkan dalam mengatur tatanan masyarakat. Politik harus ditampilkan dengan cara yang baik dan beradab kepada masyarakat, terutama partai politik dan politisi dalam menegakkan peradaban politik sebagai aktor utama dalam permainan politik.

Untuk menambah wawasan tentang politik yang beradab buku Yasonna H. Laoly ini layak dibaca bagi kita semua agar bicara politik ada isi bukan narasi yang caci maki dan permusuhan. Politik yang di atas saring merangkul walaupun berbeda pendapat namun di arus bawah saling bermusuhan dan merupakan tidak sehat dalam politik.

Pesta politik 2024 pemilihan legislatif dan pilpres sudah usai dengan berbagai macam cerita di lapangan dan hasilnya pun masih berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK)

Apapun yang terjadi diperlukan kematangan berpolitik dan literasi politik yang luas. Partai politik dan politisi pun merupakan garda terdepan mengembalikan peradaban politik yang beradab sehingga pesta politik bisa nikmati dengan seni yang indah.

Salam Literasi!!!

Info Buku :

Judul Buku : Politik Muka Ganda : Peran Parpol Menegakkan Peradaban Politik

Penulis: Yasonna H. Laoly

Tahun Terbit: 2022

Penerbit: PT Pustaka Alvabet

Jumlah Hlm: 354

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun