Saya Sosok Guru Ideal Masa Depan
Â
Alasan fundamental pribadi saya ingin menjadi guru adalah menjalankan amanat Undang-Undang Dasar 1945 yaitu ingin "Mencerdaskan Kehidupan Bangsa". Untuk bisa menjalankan amanat UUD 1945 ini dengan cara menjadi seorang guru, karena dengan menjadi seorang guru saya diberi tanggung jawab untuk mendidik, mengajarkan, menuntun, mengarahkan, peserta didik agar bisa menjadi manusia yang cerdas sehingga bisa berguna bagi nusa dan bangsa Indonesia. Tentunya pribadi saya sangat mengharapkan ketika saya sudah mengabdi menjadi guru nantinya saya ingin menjadi sosok guru yang ideal di masa depan, untuk bisa menjadi guru yang ideal di masa depan ini langkah yang akan saya ambil adalah sebagai berikut:
Menjadi guru yang berpihak kepada peserta didik
Menjadi guru yang berpihak kepada peserta didik tentu ada banyak hal yang perlu saya persiapkan. Hal-hal yang perlu saya persiapkan adalah pertama, mengelolah kecerdasan emosionalnya saya sehingga saya bisa mengenali perasaan pribadi saya dan perasaan dari setiap peserta didik saya, dan juga saya bisa mengelola emosi saya dengan baik pada diri sendiri dan kepada peserta didik saya. Kedua melakukan pendekatan kepada peserta didik dan pendekatan kekeluargaan. Pendekatan kepada peserta didik yang akan saya lakukan agar bisa berpihak kepada peserta didik yaitu melakukan pendekatan pribadi dengan mereka, sehingga saya bisa mengetauhi bagaimana karakter dari setiap peserta didik saya. Pendekatan kekeluargaan adalah pendekatan yang saya laksanakan dengan cara berkunjung ke rumah setiap peserta didik saya sehingga saya bisa mengetauhi kehidupan sosialnya peserta didik saya. Dengan mengelola kecerdasan emosional saya dengan baik, mengetahi karateristik dari setiap peserta didik saya dan juga mengetauhi kehidupan sosial peserta didik saya dapat saya simpulkan nantinya ketika akan menjadi guru saya akan berpihak kepada peserta didik.
Memahami Perjalanan Pendidikan Nasional
Penting sekali untuk menjadi guru yang ideal kita juga harus bisa memahami perjalanan pendidikan Nasional Indonesia, hal-hal yang perlu kita pahami dalam perjalanan pendidikan nasional Indonesia yaitu: pertama pendidikan Indonesia zaman pra kemerdekaan, kedua pendidikan Indonesia pasca kemerdekaan, dan ketiga pendidikan menurut Ki Hajawa Dewantara.
Pendidikan Indonesia zaman pra kemerdekaan langkah awal melepaskan belanggu pada pendidikan di Indonesia dalam upaya mewujudkan Pendidikan yang memerdekakan peserta didik yaitu berawal dari politik etis dari negara penjajah artinya politik balas jasa yang dimana kekayaan negara Indonesia sudah diambil dan balasanya dari negara penjajah yaitu mendirikan sekolah untuk negara Indonesia. Kebangunan nasional dimulai pada abad ke-20 bersama dengan mulai tumbuhnya aliran "Kolonial modern" yang disebut ethische koers atau wthische politiek di Nederland, barulah Nampak adanya perubahan dalam sikap pemerintah Kolonial yaitu: pendidikan dan pengajaran bagi rakyat.
Pendidikan dan pengajaran diserahkan sama sekali kepada para pendeta Kristen. Reglement voor het Inlands onderwijs; lalu didirikan sekolah guru di Sala, yang kemudian pindah ke Magelang, lalu ke Bandung (1866). Dengan berangsur-angsur dapat didirikan "sekolah-sekolah bumiputera", yang hanya mempunyai 3 kelas, sedang gurunya seorang dari Kweekschool, dan lain-lainnya (pembantu) berasal dari "sekolah bumiputera" itu juga, sesudah mendapatkan didikan tambahan. Europeesche Lagere School, karena yang dibolehkan ialah hanya calon-calon peserta didik "dokter Jawa", peserta didik Hoofden School. Suatu bukti bahwa pemerintah Belanda semata-mata mementingkan pendidikan calon-calon pegawai negeri, ialah adanya ujian, yang sangat digemari oleh anak-anak bumiputera, yang disebut Kleinambtenaarsexamen.
Juga perjalanan pendidikan Indonesia pada saat pra kemerdekaan yaitu dimulai dengan dibentuknya organisasi-organisasi. Adapun organisasi-organisasi pasca kemerdekaan yang bergerak untuk pendidikan Indonesia yaitu sebagai berikut: organisasi STOVIA 1908 (Shool Tot Opleiding Van Inlandsche Artsen), SDI 1912 (Sarekat Dagang Islam), IP 1912 (Indische Partij), dan Muhamadiyah 1918. Keempat organisasi di atas merupakan perintis-perintis awal pendidikan di Indonesia.
Pendidikan Indonesia Pasca Kemerdekaan sudah mulai terarah sesuai dengan perkembangan zaman yang dimana sudah menerapkan kurikulum pendidikan. Kurikulum yang sudah diterapkan di Indonesia yaitu: kurikulum 1947 (Rentjana Pelajaran 1947), kurikulum 1952 (Rentjana Pelajaran Terutrai 1952), kurikulum 1964 (Rentjana Pendidikan 1964), Kurikulum 1968 lahir akibat perubahan politik di Indonesia, yaitu dari orde lama ke orde baru. kurikulum 1975 inilah mulai dikenalkan satuan pelajaran, Kurikulum 1984, kurikulum ini lebih menekankan pada process skill approach.
Kurikulum 1994 memiliki ciri sebagai berikut Orientasi pendidikan kewarganegaraan, Pendidikan karakter, etika, Kurikulum berbasis kompetensi, Kurikulum 2004, memiliki ciri: pendekatan kontekstual, Pendekatan keterampilan, Integrasi mata pelajaran, penggunaan media dan teknologi, Pengembangan potensi kognitif, afektif dan psikomotoris, Kurikulum 2013 ciri khas: Berbasis Kompetensi: Pendekatan Saintifik, Pembelajaran Tematik Pendidikan Karakter: Pembelajaran Inklusif, Literasi dan Numerasi, Pendekatan Pembelajaran Aktif, Penilaian Formatif, Peningkatan Kreativitas dan Kritisisme.
Kurikulum Merdeka bertujuan untuk memperbaharui sistem pendidikan Indonesia agar lebih responsif terhadap perubahan zaman dan mempersiapkan siswa untuk menghadapi tantangan global. Ciri Khas Kurikulum Merdeka Fleksibilitas dan Otonomi Sekolah: Pendidikan Karakter dan Soft Skills. Pembelajaran Kontekstual, Teknologi dan Digitalisasi, Penilaian Formatif dan Portofolio, Pembelajaran Inklusif: Pemberdayaan Siswa, Pelibatan Orang Tua dan Masyarakat, Penyederhanaan Struktur Kurikulum.
Pendidikan Menurut Ki Hajar Dewantara dalam uraian isi pidato Ki Hajar Dewantara pada saat penerimaan gelar Doktor Honoris Causa dari UGM tahun 1956. Ki Hajar Dewantara menguraikan hal-hal penting terkait pendidikan di negara Indonesia yaitu: pertama Kebudayaan menurut beliau yaitu sesuatu hal yang hidup bersama masyarakat bangsa dengan maksud agar segala unsur peradaban dan kebudayaan tadi dapat tumbuh dengan sebaik-baiknya dan dapat diwariskan ke generasi yang akan datang demi terwujudnya kedaulatan dalam kebudayaan. Kedua organisasi, beliau menegaskan pentingnya peran organisasi dalam pendidikan. Peran organisasi dalam pendidikan yaitu sebagai daerah merdekanya kaum pemuda, untuk melakukan penguasaan diri, dan sebagai tempat pembentukan watak seseorang. Ketiga keluarga di lingkungan keluarga tempat diajarkanya budi sosial dan kesusilaan. Keempat kodrat anak artinya anak-anak tumbuh dan hidup sesuai kodratnya sendiri, guru hanya dapat merawat dan menuntun tumbunya kodrat itu.
Dari semua pemikiran KI Hajar Dewantara terkait pendidikan mulai dari kebudayaan, organisasi, keluarga dan kodrat anak semuanya telah dijalankan oleh kurikulum pendidikan dari tahun ke tahun sampai sekarang ini. Artinya pemikiran beliau terhadap pendidikan sangat revolusioner dan sampai saat ini masih sangat relevan untuk diterapkan, kesimpulanya bahwa sebagai pendidik kita bisa menerapkan pemikiran-pemikiran ki hajar dewantara dalam lingkungan pendidikan tempat pendidik mengabdi.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H