Mohon tunggu...
pesa pesa
pesa pesa Mohon Tunggu... -

manusia biasa

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Tahukah, Apa Alasan Ditjen Pajak Memakai Lambang Lebah?

20 Maret 2013   17:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:28 7270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sumber: sumber: http://alief28.files.wordpress.com

SPT atau singkatan dari Surat Pemberitahuan (Pajak) Tahunan atau Tax Return tahun 2012 bakal mendekati akhir penutupan yaitu 31-maret-2013. Kalau di hari-hari sebelumnya, kita sama sekali kurang perhatian dengan hal-hal yang berbau pajak, apalagi setelah kasus "Gayus" membahana di seantero nusantara, maka hari ini sampai akhir bulan nanti banyak masyarakat yang mulai mencari-cari info baik langsung ke kantor pajak ataupun melalui website-website yang membahas masalah pelaporan SPT. Sebuah pengecualian ketika mendekati masa penutupan pelaporan pajak. Kebanyakan masyarakat saat ini memang sudah antipati dengan Ditjen Pajak. Tapi, mau tidak mau, sebagai warga negara Indonesia harus melaporkan pajaknya melalui SPT tahunan.

Tapi tahukah kita apa makna lambang Lebah atau Tawon yang sering kita lihat di pamflet-pamflet atau baliho, atau di web-web yang mengiklankan tentang Pajak? penulis hadirkan tulisan yang dikutip dari detik.com dan juga kaskus.co.id. Berikut ini sedikit penjelasan filosofi Lebah:

1.Memiliki kerja sama yang baik :

Lebah memang merupakan hewan kolonial yang selalu melakukan segalanya bersama2 seperti mencari makan dan membangun sarangnya, jadi orang pajak itu memiliki kerja sama yang baik dengan orang2 yang pajak untuk mengurus pajak
2. Giat bekerja:

Lebah tidak mengenal kata malas, dia selalu bekerja terus tanpa kenal lelah untuk mencukupi kebutuhannya sehari-hari, jadi orang pajak itu selalu bekerja tanpa kenal lelah demi wajib pajak dan negara
3. Membantu yang lain:

Lebah selalu terbang dari bunga yang satu ke bunga yang lain untuk di hisap madu nya, hal ini ternyata juga membantu penyerbukan dari bunga, jadi orang pajak itu mengajak orang untuk terus membayar pajak, karena pajak itu bukan untuk orang pajak saja tapi untuk kita dan Negara

Dan itu dikuatkan oleh Dirjen Pajak M. Tjiptardjo ketika awal-awal penggantian logo dari logo yang lama, beliau mengatakan: "Tawon kan hewan giat cari madu, berbagi madu dengan kawan-kawan. Bunga yang dihisap juga tidak mati malahan berkembang biak. Semangat itu yang kita coba".Semua filosofi diatas adalah filosofi yang diinginkan oleh pembuatnya dan juga Ditjen Pajak. Kalau kenyataannya berbeda, seperti kasus "Gayus", apakah sebaiknya diganti saja dengan logo foto "Gayus"? hal ini juga pernah ditanyakan ke Tjiptardjo. Beliau hanya tertawa dengan mengatakan:

"Iya itu gara-gara Gayus, pegawai saya turun dari metro diteriaki Gayus. Kalau Gayus mah bukan tawon tapi drakula yang dihisap mati,".Tapi kalau versi anak-anak Alay, kenapa Ditjen Pajak menggunakan logo Lebah, bisa jadi jawabannya seperti ini:

1. Kalau pakai lambang singa, wajib pajak akan takut dicakar atau diterkam ketika datang ke kantor pajak. Lagian harimau itu digelari raja hutan, takut nanti dikira jadi raja kecil di departemen-departemen yang ada di Indonesia..:)

2. Kalau pakai lambang tikus, nanti membenarkan adanya gayus-gayus lain di Ditjen pajak. Takut dana pajak tidak sampai ke rakyat...:)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun