Untuk menjawab tantangan ini, Kota Palopo memerlukan langkah-langkah strategis:
1. Reformasi Perda: Semua regulasi harus melalui proses review yang melibatkan akademisi, masyarakat, dan penggiat anti-korupsi. Pendekatan ini menjamin bahwa regulasi tidak hanya pro-investasi, tetapi juga pro-rakyat.
2. Transparansi Digital: Penerapan teknologi digital dalam pengawasan anggaran dan pelaporan publik akan mengurangi peluang korupsi.
3. Pendidikan Anti-Korupsi: Membudayakan nilai-nilai anti-korupsi melalui pendidikan formal dan informal.
4. Pemberdayaan Ekonomi Lokal: Memperkuat usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sebagai tulang punggung ekonomi lokal, mengurangi ketergantungan pada modal besar.
Kesimpulan
Dalam filsafat dialektika, krisis adalah peluang untuk transformasi. Kota Palopo harus mengambil hikmah dari konflik ideologis ini untuk menciptakan regulasi yang tidak hanya adil, tetapi juga efektif. Dengan menggabungkan nilai-nilai sosialisme yang menekankan pemerataan dan kapitalisme yang mengutamakan efisiensi, Kota Palopo dapat membangun sistem yang lebih baik.
Masyarakat memiliki peran sentral dalam proses ini. Partisipasi aktif, pengawasan kritis, dan pemahaman terhadap dinamika regulasi adalah kunci menuju perubahan. Di sinilah, sintesis antara sosialisme dan kapitalisme menemukan bentuknya, yaitu dalam kebijakan yang berbasis kebutuhan masyarakat, transparan, dan antikorupsi.
Sebagai penutup, mari kita jadikan Kota Palopo sebagai model dialektis yang mampu merangkul keragaman ideologi untuk kemajuan bersama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H