Oleh: Pery Padly B Ambudali
Pendahuluan
Kota Palopo, sebagai salah satu wilayah yang tumbuh dengan dinamika sosial yang kompleks, menghadapi tantangan besar dalam pengelolaan sumber daya dan regulasi daerah. Paradigma sosialisme dan kapitalisme lokal sering kali menjadi dua poros ideologi yang berbenturan dalam penerapan Peraturan Daerah (Perda). Di tengah arus modernisasi dan demokrasi, muncul pertanyaan: bagaimana filosofi ini dapat menjawab problematika sosial, terutama dalam konteks pemberantasan korupsi?
Dialektika Sosialisme dan Kapitalisme dalam Perda Kota Palopo
Secara teoritis, sosialisme menekankan pemerataan sumber daya dan keadilan sosial, sedangkan kapitalisme mengutamakan efisiensi melalui mekanisme pasar. Dalam regulasi Perda Kota Palopo, dua ideologi ini hadir dalam bentuk yang sering kontradiktif.
Sebagai contoh, kebijakan pembangunan infrastruktur sering kali bernuansa kapitalistik dengan melibatkan investasi swasta yang besar. Di sisi lain, program-program kesejahteraan sosial seperti subsidi pangan dan pendidikan gratis adalah manifestasi dari nilai-nilai sosialisme. Namun, masalah muncul ketika regulasi kehilangan arah, menjadi alat legitimasi bagi praktik korupsi, dan mengaburkan nilai-nilai yang seharusnya dipegang.
Dalam kerangka filsafat dialektika Hegelian, kontradiksi ini harus dipahami sebagai langkah menuju sintesis, di mana konflik antara sosialisme dan kapitalisme lokal menghasilkan kebijakan yang lebih adaptif dan berbasis kebutuhan masyarakat.
Problematika Sosial: Korupsi sebagai Simptom Sistemik
Korupsi di Kota Palopo bukanlah sekadar praktik individu yang menyimpang, melainkan gejala dari sistem yang tidak seimbang. Ketimpangan dalam distribusi kekuasaan, lemahnya pengawasan, dan regulasi yang ambigu memberikan celah bagi penyalahgunaan anggaran.
Dialektika sosial menuntut kita untuk tidak hanya melihat korupsi sebagai tindakan kriminal, tetapi juga memahami akar strukturalnya. Sistem yang terlalu kapitalistik dapat menciptakan monopoli kekuasaan, sedangkan sosialisme tanpa kontrol dapat melahirkan birokrasi yang lamban dan tidak efektif.
Solusi Dialektis: Menuju Kebijakan Partisipatif dan Transparan