Mohon tunggu...
Perutu Yonto
Perutu Yonto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengajar

Pengajar dan Pedagan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Membuka Wawasan untuk Produsen MSG

20 November 2024   11:57 Diperbarui: 20 November 2024   12:06 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai pengamat secara amatir saya selalu terganggu dengan pikiran saya sendiri ketika melihat banyak lahan kosong atau bahkan aktif

 sebagai lahan pertanian dan mungkin saja ada perkebunan tetapi sejauh yang saya lihat banyak sekali lahan pertanian dan lahan kosong yang

 akhirnya harus berakhir menjadi perumahan dan pusat belanja seperti  Mall dan lain-lain. Parahnya lagi lahan yang tadinya aktif untuk

 pertanian dan perkebunan, harus menjadi bangunan yang justru mangkrak bertahun-tahun dan itu tidak terjadi di satu tempat saja. Melihat

 bagaimana tanah yang harusnya bersifat secara produktif untuk lahan pangan membuat saya sebagai pengamat amatir prihatin dengan hal

 seperti ini. Coba kita berpikir sejenak, kebutuhan primer adalah makan dan semua manusia butuh makan tidak peduli apa statusnya dan kebutuhan sekunder terutma perumahan mewah tidak

 semua manusia mampu untuk membelinya khusunya kalangan ekonomi bawah, tetapi orientasi yang kita lihat dan terjadi adalah

 keuntungan yang besar hasil dari pengembangan lahan menjadi perumahan. Haruskah kebutuhan primer tergeser oleorientasi keuntungan besar

 dari pendirian bangunan baik itu perumahan, pusat belanja dan lain-lain hanya karena kepentingan orang-orang yang memiliki rupiah

 di atas rata-rata dan mengorbankan lahan-lahan produktif?. Banyak perumahan tetapi kenyataannya banyak yang masih tidur di jalan,

 kolong jembatan, dan lain-lain dan tidak makan. Sekarang kita lihat bahwa program dari pemerintahan yang baru sekarang ini ingin

 memberi kemudahan bagi masyarakat indonesia salah satunya dengan program Makaan Siang Gratis atau MSG bukankah membutuhkan biaya

 yang begitu sangat besar?. Mengutip dari perhitungan CBNC Indonesia, anggaran yang dibutuhkan untuk program makan siang gratis

 mencapai 80,65 triliun pertahunnya dan kita tahu selama ini indonesia masih mengimpor beras dari beberapa negara  salah satunya negara

 Thailand sebagai pemasok beras terbesar yang menunjukkan Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan beras dalam negeri hanya

 dari pertanian di Indonesia, belum lagi kebutuhan lain untuk mendukung makan siang gratis seperti sayuran yang membutuhkan lahan.

 Apakah pemerintah akan membiarkan lahan-lahan yang harusnya bisa menjadi produsen untuk menekan biaya makan siang gratis bahkan

 mungkin akan berdampak positif pada target pemerintah untuk menurukan harga dolar di angka 5.000 Rupiah terus mengecil. Seharusnya

 kabinet merah putih yang dipimpin bapak Jendral sebagai komando yaitu bapa Presiden Prabowo tercinta perlu melihat hal ini sebagai hal yang

 sangat penting yang akan berdampak pada program unggul tersebut yaitu makan siang gratis dan pasti akan berdampak positif di berbagai

 aspek negara ini, bukankah pembebasan lahan oleh pemerintah untuk lahan pertanian minimal lima tahun kedepan akan menekan pengembang

 untuk membatasi pembangunan yang justru tidak berkeadilan bagi seluru rakyat indonesia. Saya melihat sudah ada organisasi yang siap

 mendukung program MSG  dan tidak lain yang mendirikan organisasi tersebut adalah adik dari Presiden tercinta kita yaitu Bapak Hashim Sujono

 Djojohadikusumo apa lagi beliau seorang filantropis indonesia tentu dengan sangat tulus akan mendukung program yang bersifat

 Humanisme seorang kakak yang kini menjadi Presiden Indonesia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun